Penyesuaian tarif per dua tahun untuk tiga ruas tol sudah diajukan kepada pemerintah. Ketiga ruas itu adalah Kertosono-Mojokerto, Makassar seksi IV, dan Jagorawi.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyesuaian tarif per dua tahun untuk tiga ruas tol sudah diajukan kepada pemerintah. Ketiga ruas itu adalah Kertosono-Mojokerto, Makassar seksi IV, dan Jagorawi. Pemerintah memastikan kenaikan tarif tidak besar karena inflasi dalam dua tahun terakhir rendah.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik yang dikutip pada Minggu (10/11/2019), inflasi 2018 sebesar 3,13 persen. Adapun inflasi tahun kalender Januari-Oktober 2019 sebesar 2,22 persen.
Tahun ini tarif 19 ruas jalan tol akan naik, sesuai dengan jadwal dua tahunan. Satu ruas yang kenaikan tarifnya sudah disetujui adalah Jakarta-Tangerang.
”Persentase penyesuaiannya sekitar 3 persen, 3,25 persen, sampai 3,5 persen. Kira-kira di kisaran itu. Yang sekarang (sudah disesuaikan) baru Jakarta-Tangerang,” kata Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Danang Parikesit.
Kenaikan tarif tol tiap dua tahun sesuai dengan Undang-Undang Tahun 2004 tentang Jalan dan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2017. Besaran kenaikannya disesuaikan dengan inflasi daerah masing-masing dalam dua tahun terakhir.
Menurut Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Sugiyartanto, besaran kenaikan tarif dipastikan rendah.
”Tinggal dihitung saja, kenaikannya tidak sampai ribuan rupiah, jadi kecil sekali. Kenaikannya (untuk Tol Jagorawi) sekitar Rp 500 kalau tidak salah,” katanya.
Jakarta-Cikampek Layang
Tol Jakarta-Cikampek Layang sedang menjalani uji beban sebelum dioperasikan. Tol sepanjang 38 kilometer (km) itu membentang dari simpang susun Cikunir sampai simpang susun Karawang Barat.
Terkait pengoperasian, lanjut Danang, jika terjadi keadaan darurat, di ruas itu disiapkan putaran balik pada setiap jarak tertentu yang dapat dibuka sewaktu-waktu. Dengan demikian, jika terjadi kecelakaan atau keadaan darurat yang mengakibatkan satu jalur terhenti, tetap ada akses keluar.
Selain itu, ada titik-titik lokasi darurat yang dapat digunakan kendaraan untuk berhenti. Di titik tersebut disediakan akses turun.
Kendati konstruksi Tol Jakarta-Cikampek Layang didesain untuk semua jenis golongan kendaraan, menurut rencana tol itu hanya diperuntukkan bagi kendaraan golongan I.
”Kalau kita lihat secara natural, kendaraan golongan I yang akan menggunakan tol tersebut. Sebab, sifat perjalanannya jarak panjang dengan kecepatan tinggi. Jadi, harapan kami bisa terdistribusi secara natural bahwa kendaraan golongan I akan menggunakan yang layang,” ujar Danang.
Terkait tarif Tol Jakarta-Cikampek Layang, menurut Danang, akan dibuat semacam integrasi tarif antara ruas Jakarta-Cikampek di bawah dan ruas Jakarta-Cikampek Layang. Dengan demikian, perbedaan tarifnya tidak jauh besar.
Akan tetapi, lanjut Danang, operator tol dilarang mengambil keuntungan tambahan dari penyesuaian tarif Tol Jakarta-Cikampek di bawah. Dengan besaran tarif yang tidak jauh berbeda, diharapkan pengguna tol secara alami akan memilih tol yang lebih lancar.
Berdasarkan data BPJT, tarif Tol Jakarta-Cikampek Layang dalam rencana bisnis Rp 1.250 per km. Adapun Tol Jakarta-Cikampek yang lama menerapkan sistem transaksi terbuka dan tertutup. Tol Jakarta-Cikampek Layang ditargetkan beroperasi pada Desember.
Sementara itu, akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata Semarang serta Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia Pusat Djoko Setijowarno berpandangan, dengan rencana pengguna Tol Jakarta-Cikampek Layang hanya untuk kendaraan golongan I, kecepatan kendaraan menjadi krusial.
”Kendaraan kecil cenderung ngebut, apalagi dengan tidak ada truk. Maka, perlu ketegasan untuk menindak pengguna dengan kecepatan di atas ketentuan,” katanya.
Menurut Djoko, rambu-rambu lalu lintas sering tidak diindahkan pengguna jalan tol. Oleh karena itu, perlu alat pengukur kecepatan disertai tindakan tegas untuk mengantisipasi kecelakaan di ruas tol layang. (NAD)