Tim penyidik Kepolisian Daerah Jawa Timur mendalami dugaan korupsi dalam kasus ambruknya atap SD Negeri Gentong, Kota Pasuruan, yang mengakibatkan dua orang tewas dan 11 murid terluka.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·2 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Tim penyidik Kepolisian Daerah Jawa Timur menduga kuat ada aroma korupsi dalam kasus ambruknya atap SD Negeri Gentong di Kota Pasuruan, Selasa (5/11/2019). Tim penyidik belum puas meskipun telah menahan dua orang sebagai tersangka.
”Aroma kasus korupsinya cukup kuat, tetapi masih kami perdalam dan perkembangan akan disampaikan kepada publik,” ujar Kepala Polda Jatim Inspektur Jenderal Luki Hermawan, Selasa (12/11), di Surabaya.
Ambruknya atap SD Negeri Gentong mengakibatkan seorang siswi dan seorang guru meninggal. Selain itu, 11 murid terluka sehingga masih menjalani perawatan. Kegiatan belajar mengajar dengan materi pemulihan trauma dilaksanakan secara darurat di Madrasah Diniyah Al-Ghofuriyah, sekitar 300 meter dari lokasi kejadian.
Sejauh ini, tim penyidik menahan dua orang sebagai tersangka, yakni Lukman Santoso selaku Direktur CV Andalus dan Sudendy Mulya selaku Direktur CV DHL Putra. Andalus dan DHL Putra merupakan kontraktor dan pengawas proyek rehabilitasi gedung SD tersebut pada 2012. Mereka dituduh melanggar Pasal 359 KUHP yang secara garis besar dianggap culpa atau kealpaan sehingga mengakibatkan orang meninggal. Mereka terancam penjara 5 tahun.
Aroma kasus korupsinya cukup kuat, tetapi masih kami perdalam dan perkembangan akan disampaikan kepada publik.
”Dari pemeriksaan terhadap tersangka, kami arahkan penyidikan ke pihak lainnya,” kata Luki. Yang dimaksud ialah aparatur Pemerintah Kota Pasuruan sebagai perencana program, panitia, dan atau kuasa pengguna anggaran. Siapa aparatur dimaksud, Luki belum bersedia mengumumkan, tetapi sejumlah pejabat telah dan akan diperiksa.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jatim Komisaris Besar Gidion Setyawan menambahkan, indikasi korupsi dalam kasus ini terungkap dari pengumpulan fakta oleh tim Laboratorium Forensik Mabes Polri.
Secara umum, material atau bahan bangunan untuk program rehabilitasi SD Negeri Gentong diyakini tak sesuai dengan kekuatan konstruksi yang diperlukan. Misalnya, kolom cor diisi tiga rangkaian besi atau kurang dari kondisi ideal yang empat rangkaian besi. Selain itu, besi yang dipakai berdiameter 8 milimeter atau di bawah yang ideal 12 mm.
Tim penyidik juga menemukan dugaan kuat bahwa pasir yang dipakai bukan kualitas terbaik. Pasir dengan daya ikat amat bagus tidak dipilih oleh kontraktor pelaksana proyek. Selain itu, tim penyidik menemukan fakta bahwa besi galvalum atau rangka penahan atap juga tidak ideal. Akibatnya, tidak kuat menahan beban bagian atap.
Kesimpulannya, ambruknya atap SD Negeri Gentong secara tiba-tiba merupakan akibat dari kealpaan dalam program perbaikan di masa lalu. Kealpaan itu, menurut penilaian Polda Jatim, berhubungan dengan indikasi korupsi.
”Kami memanggil dan memeriksa pejabat pembuat komitmen dan kuasa pengguna anggaran untuk mendalami indikasi korupsinya,” kata Gidion.