Indonesia Soroti Perlindungan Anak Buah Kapal di Korsel
›
Indonesia Soroti Perlindungan ...
Iklan
Indonesia Soroti Perlindungan Anak Buah Kapal di Korsel
Indonesia-Korsel membahas sejumlah isu, di antaranya tentang perlindungan ABK dan WNI yang mengalami masalah di Korsel. Masalah-masalah itu antara lain hilang kontak, deportasi, izin tinggal, dan keimigrasian.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia menyoroti isu perlindungan anak buah kapal di Korea Selatan dalam pertemuan bilateral Indonesia-Korsel. Dalam forum itu, Indonesia juga mengusulkan membentuk sebuah pusat informasi guna memudahkan jangkauan kepada anak buah kapal yang berada di Korsel.
Sorotan itu mengemuka dalam The 3rd Indonesia-Korea Consular Consultation di Seoul, Korea Selatan, Senin (11/11/2019), yang membahas kekonsuleran di antara kedua negara. Delegasi Korsel dipimpin oleh Direktur Jenderal Urusan Luar Negeri dan Konsuler Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Korsel Byun Chul-hwan.
Adapun delegasi Indonesia dipimpin oleh Acting Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler Kemlu Indonesia Winanto Adi serta Direktur Konsuler Kemlu Indonesia Prasetyo Hadi.
Prasetyo mengatakan, Indonesia dan Korsel membahas sejumlah isu. Sejumlah isu itu mencakup perlindungan anak buah kapal (ABK) dan warga negara Indonesia (WNI) yang mengalami masalah di Korsel, antara lain hilang kontak, deportasi, masalah izin tinggal, dan kasus keimigrasian lainnya.
”Kami juga membahas perlindungan WNI, khususnya terkait hilangnya ABK yang bekerja di sektor perikanan akibat kecelakaan kerja di laut,” lanjutnya melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas, Selasa (12/11/2019).
Hingga kini tercatat ada delapan ABK asal Indonesia yang mengalami kecelakaan dan hilang di Korsel. Dari jumlah itu, enam orang telah menerima hak sebagai pekerja, yaitu Kornelius Setiawan Laoli (24) dari Ehosakhozi, Yakob Tabalessy (31) dari Saparua, Darnisa (23) dari Cirebon, Daryani (23) dari Tegal, Joni Matius (31) dari Kebumen, dan Jaenal Abidin (28) dari Tegal.
Dua ABK lain belum menerima hak pekerja karena menunggu kelengkapan dokumen dari keluarga. Dalam kesempatan itu, Pemerintah Indonesia telah menyampaikan aide memoire atau dokumen pengingat mengenai delapan ABK yang hilang tersebut.
Selain itu, Indonesia juga memberikan dokumen pengingat tentang sejumlah WNI yang dideportasi karena masuk ke Korea melalui Pulau Jeju pada 2018. Dokumen ini diharapkan dapat mendorong Pemerintah Korsel memfasilitasi pencarian dan meneliti kembali kasus deportasi tersebut.
”Terkait perlindungan WNI, Indonesia juga ingin ISC (Indonesian Seafarers Corner)dibentuk di Korsel. ISC ini diharapkan akan mempermudah upaya Pemerintah Indonesia untuk menjangkau ABK yang bekerja di kapal di Korea,” ujar Prasetyo.
Indonesia ingin ISC (Indonesian Seafarers Corner) dibentuk di Korsel. ISC ini diharapkan akan mempermudah upaya Pemerintah Indonesia untuk menjangkau ABK yang bekerja di kapal di Korea.
Pusat informasi bagi pelaut Indonesia itu, lanjut Prasetyo, telah dibangun di Cape Town, Afrika Selatan, dan Montevideo, Uruguay. ISC bisa menjadi tempat singgah bagi ABK, sarana untuk memberikan informasi, dan alat untuk mempermudah bantuan perlindungan.
Isu strategis
Winanto menyampaikan, konsultasi konsuler antara Indonesia dan Korsel merupakan platform tepat untuk menyelesaikan berbagai masalah kekonsuleran strategis bagi kepentingan kedua negara. Upaya itu juga untuk meningkatkan hubungan bilateral Indonesia-Korea dalam bidang ekonomi, politik, pertahanan, riset, teknologi, dan kebudayaan.
”Hubungan bilateral kedua negara meningkat, khususnya sejak ada kesepakatan meningkatkan hubungan dari kemitraan strategis menjadi kemitraan strategis khusus yang ditandatangani Presiden Moon Jae-in saat berkunjung ke Indonesia pada 8-10 November 2017,” tutur Winanto.
Pertemuan itu juga membahas perlindungan pekerja migran Indonesia di Korsel yang melalui draf Memorandum of Understanding (MoU) on the Sending of Indonesian Workers to the Republic of Korea under Employment Permit System (EPS). Perjanjian ini akan mengatur pemberian hak dan perlindungan pekerja migran atau ABK di bidang perikanan, manufaktur, konstruksi, dan jasa.
Kemlu mencatat, WNI di Korsel berjumlah 38.030 orang. Mereka terdiri dari 28.248 pekerja migran, 5.318 ABK, dan 1.611 pelajar. Adapun jumlah WNI yang berkunjung ke Korsel sebanyak 249.067 orang pada 2018, naik dari 230.837 orang pada 2017.
Sementara itu, jumlah warga negara Korea yang menetap di Indonesia sebanyak 3.526 orang dengan izin tinggal kunjungan (ITK), 6.196 orang pemegang kartu izin tinggal terbatas (kitas), dan 174 orang pemegang kartu izin tinggal tetap (kitap).
Byun Chul-hwan mengatakan, pertemuan konsultasi konsuler ini dilaksanakan menjelang pertemuan bilateral presiden kedua negara dan pertemuan puncak ASEAN-ROK Commemorative Summit di Busan pada 25-26 November 2019.
”Kami berterima kasih karena pembahasan perjanjian bebas visa bagi pemegang paspor diplomatik dan dinas dengan Indonesia akhirnya selesai dan akan ditandatangani oleh kedua menteri luar negeri di sela-sela ASEAN-ROK Commemorative Summit,” ujarnya.