Mayat di Dalam Koper di Bogor Diduga Korban Pembunuhan
›
Mayat di Dalam Koper di Bogor ...
Iklan
Mayat di Dalam Koper di Bogor Diduga Korban Pembunuhan
Penemuan mayat terbungkus plastik di dalam koper di tepi jurang Jalan Teluk Waru, Desa Curug Bitung, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Minggu (10/11/2019), diduga merupakan korban pembunuhan.
Oleh
Aguido Adri
·3 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Penemuan mayat terbungkus plastik di dalam koper di tepi jurang Jalan Teluk Waru, Desa Curug Bitung, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, diduga merupakan korban pembunuhan. Untuk mengungkap identitas dan motif pembunuhan, polisi memerlukan informasi dari pihak keluarga yang merasa kehilangan korban.
Dari hasil otopsi yang dilakukan tim forensik kedokteran Rumah Sakit Polri Kramatjati, pada jasad yang ditemukan di tepi jurang Desa Curug Bitung, Minggu (10/11/2019), terdapat luka benturan benda tumpul di kepala bagian belakang.
”Dari hasil forensik, ada benturan keras di kepala. Itu yang menyebabkan pria berusia sekitar 40 tahun itu meninggal. Selain itu, ada luka lebam di bibir bawah. Terindikasi korban disekap,” kata Kepala Kepolisian Resor Bogor Ajun Komisaris Besar M Joni, Selasa (12/11/2019).
Untuk mengungkap motif pembunuhan, lanjut Joni, polisi perlu mendapatkan identitas korban dari kerabat atau keluarga. Sementara di lokasi penemuan jasad, polisi tidak menemukan petunjuk atau identitas korban.
”Untuk mendapatkan identitas korban, selain informasi langsung dari keluarga, kami sudah mengajukan untuk tes rambut, gigi, termasuk hasil DNA-nya,” kata Joni.
Kepala Instalasi Kedokteran Forensik Rumah Sakit Polri Komisaris Besar Edy Purnomo mengatakan, dari hasil pemeriksaan, korban sudah meninggal sekitar lima hari sejak hari penemuan jasad.
Dalam mengungkap identitas korban, kata Edy, polisi akan melakukan identifikasi melalui sidik jari oleh Inafis (Indonesia Automatic Fingerprint Identification System/Sistem Identifikasi Otomatis Sidik Jari). Namun, cek Inafis tergantung dari kondisi tubuh korban; jika jasad dalam kondisi busuk, akan sulit mendeteksi sidik jari.
Pengecekan oleh Inafis juga tergantung dari data kependudukan korban. ”Jika korban belum melakukan perekaman KTP-el, hasil Inafis jadi percuma,” lanjutnya.
Dari hasil forensik, ada benturan keras di kepala. Itu yang menyebabkan pria berusia sekitar 40 tahun itu meninggal. Selain itu, ada luka lebam di bibir bawah. Terindikasi korban disekap.
Data Biro Pengendalian Operasi Polri menunjukkan, kejadian kejahatan terhadap nyawa (pembunuhan) pada 2014 sebanyak 1.277 kasus, tahun 2015 sebanyak 1.491 kasus, tahun 2016 sebanyak 1.292 kasus, dan tahun 2017 sebanyak 1.150 kasus.
Sementara itu, tahun 2018 (Januari-Oktober) ada 625 kasus pembunuhan. Dalam berbagai kasus pembunuhan, sebanyak 80 persen pelaku dan korban pernah berinteraksi atau memiliki hubungan, sedangkan sisanya, korban dan pelaku tidak saling kenal.
Psikolog forensik Reza Indragiri menilai, kemungkinan pelaku pembunuhan terhadap korban punya niat menghilangkan barang bukti agar polisi tak bisa melacaknya. Reza mengatakan, ada dua misi kejahatan, yakni merealisasikan visi dan menghindari pertanggungjawaban, termasuk secara hukum. Sementara membunuh menjadi salah satu cara untuk meluapkan perasaan negatif.
”Menghilangkan barang bukti, baik identitas maupun ciri-ciri korban, termasuk dalam menghindari pertanggungjawaban. Polisi akan merekonstruksi wajah dan menyebarkan sketsa sampai ada tanggapan publik,” ucap Reza.
Alternatif lain adalah dengan mengecek DNA korban. Apabila ada bank DNA, DNA korban dapat dibandingkan dengan DNA lain, sampai menemukan adanya kemiripan. Namun, Indonesia belum mempunyai bank DNA. ”KTP-el perlu diperkaya menjadi bank data DNA penduduk,” ujarnya.