Program Pencegahan Banjir Belum Berorientasi Jangka Panjang
›
Program Pencegahan Banjir...
Iklan
Program Pencegahan Banjir Belum Berorientasi Jangka Panjang
Program pencegahan banjir yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tiga tahun terakhir dinilai belum berorientasi pada pencegahan jangka panjang.
Oleh
irene sarwindaningrum
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Program pencegahan banjir yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tiga tahun terakhir dinilai belum berorientasi pada pencegahan jangka panjang. Tahun 2019 dan 2010, anggaran penataan bantaran kali pun dinilai tak memadai.
Pemerhati masalah perkotaan dari Universitas Trisakti, Jakarta, Nirwono Joga, mengatakan, untuk pencegahan banjir secara substansial untuk jangka panjang, seharusnya ada empat langkah yang perlu diprioritaskan dan memperoleh anggaran memadai. Keempatnya adalah penataan bantaran sungai baik dengan normalisasi maupun naturalisasi, revitalisasi 109 situ, embung, dan waduk, selanjutnya rehabilitasi saluran air, serta penambahan daerah ruang terbuka hijau untuk resapan air.
Keempat program ini sesuai dengan empat jenis banjir yang mengancam Jakarta, yaitu banjir kiriman yang mengakibatkan sungai-sungai meluap, banjir lokal dari saluran air, banjir rob di pesisir pantai, dan gabungan ketiganya karena tingginya curah hujan.
”Penataan bantaran sungai mau tidak mau dilakukan baik dengan naturalisasi atau normalisasi. Ciliwung, misalnya, idealnya lebar 50 meter sekarang rata-rata baru 20 meter. Pemerintah sudah menentukan lebar 35 meter sebagai bentuk negosiasi dengan warga di bantaran,” katanya di Jakarta, Selasa (12/11/2019).
Menurut Nirwono, empat sungai yang sebenarnya sudah ditetapkan untuk penataan bantaran adalah Kali Ciliwung, Pesanggrahan, Sunter, dan Kali Angke. Keempat sungai tersebut merupakan sungai besar yang kerap meluap saat banjir.
Tahun 2019, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memotong anggaran pembebasan lahan untuk normalisasi dari awalnya Rp 850 miliar menjadi hanya Rp 350 miliar. Pemotongan sebesar Rp 500 miliar disebutkan karena defisit pendapatan dari target sebelumnya dalam APBD DKI Jakarta. Untuk tahun 2020, anggaran pembebasan lahan pun diusulkan hanya Rp 600 miliar yang justru jauh lebih rendah dari anggaran pembangunan trotoar tahun 2020 sebesar Rp 1,2 triliun.
Kebijakan anggaran pembebasan lahan yang minim ini dinilai akan menghambat normalisasi sungai yang dilaksanakan Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane. Pembebasan lahan untuk penataan bantaran kali merupakan tanggung jawab Pemprov DKI Jakarta.
Nirwono menilai, besarnya anggaran revitalisasi trotoar pun tak substansial dalam mengatasi kemacetan Jakarta. Revitalisasi trotoar hanya pendukung dalam mengatasi kemacetan, sementara langkah substansial mengatasi kemacetan seharusnya diprioritaskan pada melengkapi angkutan umum hingga menjangkau titik tujuan awal dan akhir, serta integrasi.
Revitalisasi trotoar pun sekarang ia nilai baru berorientasi pada turisme, yaitu menyasar kawasan-kawasan turisme, seperti Cikini dan Kemang. Untuk mendukung mengatasi kemacetan, revitalisasi seharusnya menyasar kawasan-kawasan di sekitar titik simpul angkutan umum massal.
Terhambatnya program normalisasi berpotensi membuat banjir di DKI Jakarta meluas. Hal ini terlihat dari banjir pada Desember 2018 dan banjir Juni 2019. Sejumlah area yang sebelumnya tak lagi mengalami banjir parah kembali mengalami banjir. Area tersebut antara lain kawasan Deplu, Pondok Pinang, karena luapan Kali Pesanggrahan; kawasan Kampung Pulo dan Bidara Cina karena luapan Kali Ciliwung; hingga Kuningan dan Cawang. Untuk Kuningan dan Cawang, Pemprov DKI Jakarta mengklaim banjir terjadi karena saluran air rusak oleh pembangunan LRT.
Gubernur DKI Anies Baswedan mengatakan, pencegahan banjir tetap berjalan antara lain dengan pengerukan kali, waduk, dan saluran air. Kepala Dinas Sumber Daya Air DKI Juaini Yusuf juga mengatakan, Pemprov DKI Jakarta menggalakkan program pembuatan sumur resapan yang jumlahnya ditargetkan mencapai 1 juta, yang dilakukan di seluruh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) DKI Jakarta.
Pencegahan banjir tetap berjalan antara lain dengan pengerukan kali, waduk, dan saluran air.
”Untuk satu sumur resapan, anggarannya kira-kira Rp 1 juta. Namun, ini dilakukan di seluruh SKPD, bukan hanya Dinas Sumber Daya Air,” kata Juaini.
Terhambatnya normalisasi bantaran kali, lanjutnya, tak akan banyak berdampak pada pencegahan banjir Jakarta. Sebab, alur sungai sudah ada, sedangkan normalisasi hanya pemasangan beton (sheet pile) di pinggiran kali.