Komisi Pemilihan Umum dapat memulai pelaksanaan rekapitulasi secara elektronik pada Pemilihan Kepala Daerah 2020. Namun, pelaksanaannya tergantung dari kesiapan setiap KPU di daerah.
Oleh
FX Laksana Agung Saputra
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meskipun secara resmi Komisi Pemilihan Umum baru akan memulai rekapitulasi secara elektronik dasar penetapan hasil pemilu pada Pemilu 2024, KPU dapat memulai pelaksanaan rekapitulasi secara elektronik pada Pemilihan Kepala Daerah 2020. Namun, pelaksanaannya tergantung dari kesiapan setiap KPU di daerah.
Hal itu diungkapkan Ketua KPU Arief Budiman setelah bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (11/11/2019). Arief didampingi Sekretaris Jenderal KPU Arif Rahman Hakim dan enam anggota KPU lainnya.
Sementara Presiden Jokowi didampingi Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD, dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.
Terkait hal itu, Arief mengatakan, payung hukum Pilkada 2020 sudah memberi ruang untuk rekapitulasi elektronik. Payung hukum yang dimaksud adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Hanya saja, KPU butuh penguatan hukum.
Menurut Arief, pertimbangan KPU merekomendasikan penerapan rekapitulasi elektronik karena model itu diyakini lebih efisien, akurat, dan transparan. Selain itu, juga efisiensi dari sisi waktu, biaya, dan tenaga. Untuk waktu, misalnya, rekapitulasi pemilu legislatif dan pemilu presiden-wakil presiden pada pemilu lalu, dengan cara manual dari TPS hingga nasional, baru tuntas 35 hari. Itu karena rekapitulasi harus menyediakan dokumen dan berbagai perangkat pendukung berikut rapat rekapitulasi yang harus dilakukan berjenjang, mulai dari kecamatan hingga tingkat nasional.
Sementara dengan sistem rekapitulasi elektronik, data dari TPS akan dikirim langsung ke pusat tabulasi nasional KPU sehingga prosesnya bisa jauh lebih cepat. KPU memperkirakan, rekapitulasi nasional bisa tuntas maksimal lima hari sejak pencoblosan.
Sistem rekapitulasi elektronik, tambah Arief, sekaligus untuk menghindari beban administrasi petugas yang berlebihan sebagaimana terjadi pada Pemilu 2019. Saat itu, misalnya, tekanan pekerjaan administrasi yang banyak dengan tenggat waktu yang ketat menyebabkan banyak petugas kelelahan hingga memicu kematian lebih dari 450 petugas KPPS dan 3.500 orang sakit.
Tentang rekomendasi KPU, Mahfud menambahkan, pemerintah akan mempertimbangkan rekomendasi itu. Termasuk konsekuensi merevisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dengan mempertimbangkan kerangka waktu agar sosialisasi dan persiapan bisa dengan cepat dan pemilu sesuai dengan harapan.