Senang sekali saat ini layanan apa saja tersedia di genggaman tangan. Melalui smartphone kita bisa cari dan beli makanan, mencari berbagai informasi, berteman dengan banyak orang, tanya ke dokter, bahkan konsultasi percintaan dan masalah hidup. Lebih seru lagi, semua layanan itu tersedia 24 jam tujuh hari dalam seminggu. Tak ada hari libur.
Alhasil, anak muda yang semula enggan memakai jasa itu kini merasa lega dan gembira ada konsultan yang bersedia mendengarkan keluhan dan jeritan mereka. Mereka yang semula bingung hendak bicara ke mana dan dengan siapa, akhirnya lega bisa mencurahkan isi hati tanpa perlu bertatapan.
Pengalaman mahasiswa Universitas Indonesia, Faizah Diena Hanifa, dia lumayan sering konsultasi secara daring. Langkah itu dia ambil tiap kali sudah merasa buntu dan tidak tahu harus bercerita ke mana lagi. Menurut pengakuannya, konsultasi secara daring membuatnya lega dan dia melakukan hal itu sejak masih SMP beberapa tahun lalu.
"Waktu itu aku sedang galau, hidup rasanya berhenti begitu saja. Tidak ada cinta-cintanya seperti teman-teman aku," urai Diena di Jakarta, Selasa (5/11/2019). Konsultasi secara daring kata Diena, meredakan emosi dan menenangkan dirinya.
Secara pribadi, dia lebih menyukai konsultasi bertatap langsung dengan pakar karena hal itu membuat kedua pihak melihat langsung sikap tubuh dan nada suara serta emosi. "Sayangnya jika ingin ke psikolog, harus membuat jadwal dulu. Padahal, kala sedang breakdown, saya perlu teman bicara saat itu juga," ucapnya.
Lain halnya kala sedang kalut dan perlu teman secepat mungkin untuk segera mendengarkan keluhannya. "Pada saat itu konsultasi daring menjadi opsi pilihan karena balasan pesan muncul cepat, mudah, dan cuma-cuma," ujar Diena yang senang memakai jasa Tick Tock Talk.
Layanan konsultasi daring bisa melalui akun di Instagram atau situs yang dapat diakses dengan mudah. Tinggal pilih mana yang paling cocok dan tepat buat kita.
Mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara, Jane Elvina, termasuk pengguna layanan jasa konsultasi daring via instagram. Dia memakai jasa itu saat mengeluhkan sang mantan. Menurut dia, pengalaman bersama si mantan dapat menjadi pelajaran bagi orang lain.
"Sebenarnya lebih nyaman curhat dengan teman-teman terdekat, tetapi pengalaman sebagai kekasih saya pikir sebaiknya diceritakan juga ke publik supaya orang lain bisa tahu dan bisa belajar," ujar Jane terus terang, Senin (4/11/2019).
Menurut Jane, pengalamannya dengan mantan selama masih pacaran cukup bisa menjadi pelajaran. Ia bercerita bagaimana mantan yang sebelumnya suportif berubah menjadi defensif ketika Jane mendapatkan pekerjaan sampingan. Selain itu, sang mantan tidak memberikan ruang baginya untuk bergaul dengan teman laki-laki lainnya dan cemburu pada teman dekat Jane, yang juga perempuan.
"Awalnya sih baik aja. Sejak saya mulai kerja dia berubah. Mungkin dia minder karena aku bisa dapat duit lebih banyak ketimbang dia," kata Jane sedih.
Jane mengikuti berbagai akun Instagram yang menyediakan ruang untuk sharing, salah satunya dearcatcallers.id. Akun ini mengumpulkan berbagai cerita orang-orang yang mengalami catcalling, tetapi kadang juga menerima berbagai keluh kesah orang-orang yang akhirnya curhat termasuk tentang kekerasan dalam pacaran.
Monde, admin dearcatcallers.id mengatakan, ada beberapa cerita yang tidak ia unggah ke Instagram karena sensitivitas isu terkait. Biasanya, ia berusaha untuk mengarahkan pencerita ke pihak yang lebih mampu membantu.
"Biasanya saya menyarankan ke Yayasan Pulih, jika di Jakarta untuk bantuan psikologis. Kalau bantuan hukum aku sarankan ke Lembaga Bantuan Hukum atau konsul hukum lainnya," ujar Monde.
Kadang kala, bisa curhat dengan enak saja sudah mengurangi derita dan keluhan ya. Siapa yang mau curhat? (TIA/*/*)