Hingga saat ini, penguasa Gaza, Hamas, belum masuk ke dalam pusaran konflik bersenjata yang sedang terjadi. Ini mengindikasikan kemungkinan konflik akan berlangsung singkat.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
Eskalasi konflik antara Israel dan Palestina terus meningkat setelah terbunuhnya komandan kelompok Jihad Islam dalam serangan Israel. Korban pun terus berjatuhan.
JALUR GAZA, RABU—Sedikitnya sembilan warga Palestina tewas di Jalur Gaza dalam serangan udara Israel, Rabu (13/11/2019). Jumlah korban meninggal pun bertambah menjadi 22 orang.
Sejak pagi hari gerilyawan Palestina menembakkan roket ke arah Israel. Serangan roket dari Gaza ini mencapai utara Tel Aviv dan menyebabkan dua warga terluka.
Sekolah-sekolah di lingkungan komunitas Israel dekat perbatasan Gaza tetap ditutup dan pembatasan berkumpul di ruang-ruang publik juga tetap diberlakukan.
Serangan roket itu dibalas oleh militer Israel dengan serangan udara hingga menewaskan sejumlah warga Gaza. Jenazah mereka yang terbunuh di Jalur Gaza kemudian dibawa ke rumah sakit Shifa dengan menggunakan taksi dan ambulans.
Meskipun ada upaya oleh para diplomat, terutama untuk memulihkan situasi, tokoh kelompok Jihad Islam menyatakan kepada mediator bahwa mereka akan tetap melancarkan serangan.
”Upaya untuk memulihkan situasi tidak berhasil, kelompok Jihad Islam melihat bahwa sekarang saatnya merespons pembunuhan yang dilancarkan oleh musuh Zionis,” kata seorang tokoh kelompok Jihad Islam, dengan syarat tanpa menyebutkan nama, atau anonim. ”Musuh akan membayar harga atas kebodohannya dan kami bertekad melawan serangan ini dengan sekuat tenaga.”
Militer Israel mengatakan, gerilyawan Jihad Islam telah meluncurkan lebih dari 250 roket ke arah komunitas Israel sejak bentrokan, Selasa (12/11), pasca-serangan udara Israel yang menewaskan komandan senior Jihad Islam, Bahaa Abu el-Atta, bersama istrinya.
Abu el-Atta dituduh bertanggung jawab atas serangan terhadap Israel baru-baru ini.
Tekanan Israel
Bersamaan dengan serangan Israel di Gaza, terjadi juga serangan lain yang dikaitkan dengan Israel, yang menargetkan komandan senior Jihad Islam di Suriah. Israel terus meningkatkan serangannya terhadap Iran dan proksinya di kawasan.
Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan, gerilyawan Jihad Islam di Gaza harus menghentikan serangan roketnya atau ”menerima pukulan demi pukulan” saat eskalasi kekerasan memuncak pada hari kedua bentrokan.
”Mereka memiliki satu pilihan, yaitu menghentikan serangan ini atau menerima pukulan demi pukulan. Itu adalah pilihan mereka,” kata Netanyahu sebelum memulai rapat kabinet. Israel sendiri, katanya, tidak ingin situasi bertambah panas.
Netanyahu mengulangi peringatannya bahwa ”ini bisa memakan waktu” dan Israel akan merespons serangan ”tanpa ampun”.
Sejauh ini, militer Israel membatasi target operasi militernya hanya pada Jihad Islam. Hampir semua korban jiwa di Gaza merupakan anggota kelompok tersebut. Namun, Israel tidak akan ragu menyasar target baru jika sekiranya menjadi ancaman bagi Israel.
Langkah damai
Di tempat terpisah, para pejabat Mesir mengatakan, utusan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Timur Tengah, Nickolay Mladenov, telah tiba di Kairo dan dijadwalkan bertemu dengan Presiden Abdel Fatah el-Sisi dalam upaya menurunkan eskalasi di Jalur Gaza.
Mesir telah meningkatkan komunikasi dengan Israel serta gerilyawan di Gaza dan telah ”membuka saluran” dengan Amerika Serikat serta Uni Eropa. Sering kali Kairo berperan sebagai mediator antara Israel dan gerilyawan di Gaza, salah satunya mensponsori gencatan senjata pada Mei lalu.
Namun, kelompok Jihad Islam menolak upaya mediasi Mesir tersebut.
Juru bicara Jihad Islam, Musab al-Berim, mengatakan, prioritas kelompoknya saat ini adalah ”merespons kekerasan dan melawan agresi Israel”.
Hingga saat ini, penguasa Gaza, Hamas, belum masuk ke dalam pusaran konflik bersenjata yang sedang terjadi. Ini mengindikasikan kemungkinan konflik akan berlangsung singkat. Meski lebih besar dan lebih kuat dari Jihad Islam, Hamas juga lebih bersikap pragmatis. Dengan kondisi ekonomi Gaza yang morat-marit, sepertinya Hamas enggan memulai konflik terbuka dengan Israel.