Borobudur Marathon menjelma menjadi kekayaan milik bersama. Tidak hanya bagi penyelenggara dan pelari, tetapi juga warga setempat. Semua pihak aktif merawat ekosistem dalam bingkai ekonomi, prestasi, dan turisme.
Sejumlah pemuda berkumpul di halaman sebuah rumah di Dusun Pletukan, Desa Sidoagung, Kecamatan Tempuran, Magelang, Jawa Tengah, Jumat (15/11/2019) siang. Di hadapan mereka, terhampar tumpukan blarak atau daun kelapa hijau. Sambil berjongkok, mereka menganyam blarak jadi kostum pentas tari. ”Ini kostum menari untuk Borobudur Marathon. Kami bakal pakai ini menyambut para pelari lewat,” kata pemuda Dusun Pletukan, Muntolib (34).
Dusun Pletukan salah satu wilayah yang bakal dilewati pelari Borobudur Marathon 2019 Powered by Bank Jateng, Minggu (17/11/2019). Lomba lari yang digelar Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Bank Jateng, dan harian Kompas itu diikuti sekitar 10.900 peserta. Mereka terbagi menjadi tiga kategori, yakni 10 kilometer (km), half marathon sejauh 21 km, dan maraton yang menempuh jarak 42,195 km. Sesuai namanya, Borobudur Marathon akan digelar di kawasan sekitar Candi Borobudur, Kabupaten Magelang. Para pelari akan melewati kawasan perdesaan dengan pemandangan alam menawan.
Demi menyambut dan memberi semangat kepada pelari, pemuda Dusun Pletukan bakal menari di pinggir jalan. Mereka juga membuat kostum, terdiri dari mahkota hiasan kepala serta baju atasan dan bawahan.
”Seminggu ini kami bersama-sama membuat kostum itu, kadang sampai begadang. Total ada 70 setel kostum kami buat,” ujar Muntolib. Selain membuat kostum, pemuda Dusun Pletukan juga membuat hiasan jalan atau penjor. Hiasan itu dari bambu setinggi 2,5 meter-4 meter lengkap pernak-pernik jerami. Seratus penjor dibuat sebulan. Seminggu terakhir, itu dipasang.
Menurut Muntolib, biaya kostum dan penjor itu dari kas dan iuran sukarela pemuda. Mereka rela karena ingin turut menyambut dan memeriahkan Borobudur Marathon. ”Yang penting warga kompak dan semua senang,” katanya. Itu belum cukup. Warga Pletukan juga siap memberi sajian lain. Menurut Masduki (30), pemuda Dusun Pletukan lainnya, mereka bakal menyediakan pisang bagi pelari yang melintas.
Antusiasme pelajar
Sejak 2017, penyelenggaraan Borobudur Marathon selalu melibatkan masyarakat sekitar untuk memberi semangat (cheering) pelari. Saat cheering, warga berkumpul di pinggir lintasan sambil bernyanyi, menari, dan meneriakkan yel-yel.
Pada Borobudur Marathon 2019 hari Minggu besok, cheering bakal melibatkan pelajar dari 32 sekolah dan warga 19 desa. Salah satunya sekolah SD Negeri Tanjungsari di Desa Tanjungsari, Borobudur. Kepala SDN Tanjungsari, Siti Rohyati, mengatakan, para pelajar akan menampilkan tari Keprajuritan Soreng. Sejak awal November, mereka sudah berlatih sembilan kali. Selain tari Soreng, mereka bakal menampilkan Senam Maumere dan pertunjukan musik kentungan.
Seluruh murid di SDN Tanjungsari yang berjumlah 130 anak akan terlibat. Saat lomba, mereka diharuskan datang ke sekolah sejak pukul 04.00 karena harus dirias dan memakai kostum lebih dulu. ”Anak-anak antusias sekali,” kata Siti.
Borobudur Marathon sudah jadi hajatan bersama masyarakat Borobudur dan sekitarnya. Para pelajar dan guru SDN Tanjungsari senang turut memeriahkan acara ini. ”Ini istilahnya masyarakat Borobudur yang punya gawe (acara). Kami juga ingin ikut jadi ’pemain’, tidak hanya jadi penonton,” katanya.
Race Director Borobudur Marathon Andreas Kansil, mengatakan, cheering sangat penting dalam lomba lari. Itu memotivasi pelari finis dengan baik. ”Ada peserta yang berkomentar cheering Borobudur Marathon itu luar biasa. Dia sampai lupa sudah naik turun tanjakan berapa kali,” katanya. Di sisi lain, cheering penting membangun keterlibatan dan rasa memiliki masyarakat setempat pada Borobudur Marathon. Itu sangat dibutuhkan agar lomba sukses.
Manfaat ekonomi
Keterlibatan masyarakat pada Borobudur Marathon bukan hanya berkait cheering. Namun, juga memberi manfaat ekonomi langsung bagi pemilik homestay atau rumah inap.
Di Dusun Ngaran, Desa Borobudur, misalnya, 129 kamar di 32 homestay habis dipesan sejak Juni. Dusun itu dikenal sebagai Kampung Homestay Borobudur karena banyak warga menyewakan rumah mereka. Ketua Paguyuban Kampung Homestay Borobudur Muslich (45) menyebut, saking antusias, banyak yang menambah fasilitas.
Manfaat ekonomi juga dirasakan pemilik usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Magelang yang diajak bekerja sama dengan panitia. Mereka diajak berjualan di Artos Mall selama pengambilan perlengkapan lomba, 14-16 November.
Ernalia Masly, pemilik UMKM, mengatakan, pada hari pertama saja, makanan tradisional legondo berbahan pisang, ketan, dan santan buatannya terjual 110 buah. Hari kedua, Jumat siang, 140 legondo ludes. ”Selain untung, produk saya lebih banyak dikenal,” ujarnya.
Pemilik UMKM lain, Lisa (35), juga senang. Ciwel, camilan singkong, dagangannya terjual 200 potong. ”Biasanya cuma 50 ciwel per hari,” katanya. Sebagai aset bersama, warga berharap Borobudur Marathon kian memberi dampak berkelanjutan. Lomba lari kelas dunia yang mengangkat kesejahteraan warga. (Haris Firdaus/Kristi Dwi Utami)