Aura tiga petenis kawakan, Rafael Nadal, Roger Federer, dan Novak Djokovic masih kuat dan memikat, di tengah gempuran petenis-petenis muda yang kian kompetitif.
Oleh
Yulia Sapthiani
·4 menit baca
Bagi Rafael Nadal, Novak Djokovic, dan Roger Federer, kehadiran satu sama lain sebagai pesaing berat telah mendorong mereka menuju kemampuan terbaik masing-masing. Itu pula yang terjadi saat “Big 3” tampil pada Final ATP di London, Inggris, 10-17 November. Di tengah kehadiran petenis-petenis muda, ketiganya bersaing ketat untuk mewujudkan misi masing-masing.
Sayangnya, tak semua misi bisa dicapai. Kemenangan Federer atas Djokovic, 6-4, 6-3, di The O2 Arena, Kamis (14/11/2019) malam waktu setempat atau Jumat dinihari waktu Indonesia, menghapus ambisi Djokovic.
Membawa lima gelar juara, gelar terbanyak sebelum tampil di London, Djokovic punya misi ganda : menjuarai Final ATP keenam untuk menyamai Federer dan menjadi petenis nomor satu dunia akhir tahun, juga, untuk keenam kalinya. Misi yang kedua bisa membawa Djokovic melampaui prestasi Federer yang lima kali berada di puncak peringkat dunia pada akhir tahun.
Nadal juga punya dua target. Dia sangat berambisi menjuarai Final ATP untuk pertama kalinya demi melengkapi gelar dari ajang besar lain : 18 gelar Grand Slam dan medali emas Olimpiade. Nadal oun ingin menyamakan posisi dengan Federer dan Djokovic yang, masing-masing, telah lima kali menjadi petenis nomor satu pada akhir tahun.
Adapun Federer, dengan “gelar” petenis terbaik sepanjang masa (greatest off all time/GOAT), bisa memperkuat dominasinya dalam turnamen yang digelar di pengujung musim sejak 1970 ini. Dari 16 keikutsertaan sebelumnya, hanya pada 2008, Federer tersingkir pada penyisihan grup.
Berbeda dengan Grand Slam yang menyajikan kesulitan karena diikuti 128 petenis dalam dua pekan, Final ATP menghadirkan tantangan lain. Turnamen ini hanya diikuti delapan petenis terbaik berdasarkan prestasi setiap musim. Dimulai dengan penyisihan grup dalam format round robin, lalu semifinal dan final, setiap laga bagai “big match” sejak awal.
Hasil laga Federer melawan Djokovic, yang menjadi penentuan semifinalis untuk mendampingi Dominic Thiem sebagai juara Grup Bjorn Borg, akhirnya menjadi salah satu momen penentu nasib ketiganya. Federer, yang semula berada di ujung tanduk setelah kalah pada laga pertama, lolos ke semifinal dengan menang atas dua lawan berikutnya, Matteo Berrettini dan Djokovic.
Dia tampil luar biasa untuk meraih kemenangan pertama atas Djokovic dalam empat tahun terakhir. Setelah menang pada penyisihan grup Final ATP 2015, Federer selalu kalah dalam empat pertemuan berikutnya, salah satunya final Wimbledon, Juli. Saat itu, Federer sebenarnya berada di ambang kemenangan ketika mendapat match point, namun akhirnya kalah.
“Bedanya dengan final Wimbledon, hari ini saya berhasil mempertahankan match point,” canda Federer yang mengalahkan Djokovic hanya dalam 1 jam 13 menit.
Djokovic pun menaruh respek pada seniornya itu. “Apa yang telah diraihnya selama bertahun-tahun dan yang masih dilakukannya saat ini sangat fenomenal. Dia adalah panutan, termasuk bagi saya, dan salah satu lawan terberat dalam karier saya. Dia menjadi inspirasi bagi semua orang,” kata Djokovic dalam laman ATP.
Dengan kekalahan itu, Djokovic pun gagal menambah gelar Final ATP. Itu menjadi syarat untuk menyisihkan Nadal di puncak peringkat.
Nadal pun sepertinya pantas berterima kasih pada Federer yang telah menyingkirkan salah satu rival beratnya. Namun, tak hanya kemenangan Federer, Nadal menuju puncak daftar peringkat 2019 setelah menjuarai empat turnamen besar, Grand Slam Perancis dan AS Terbuka, serta ATP Masters 1000 Roma dan Kanada.
Nadal menjadi petenis nomor satu akhir 2019, seperti pada akhir 2008, 2010, 2013, dan 2014. Rentang 11 tahun ketika dia memuncaki peringkat akhir tahun untuk pertama kalinya dan saat ini menjadi rentang terlama sejak ranking dengan sistem komputer dipakai ATP pada 1973.
Namun, tugasnya belum tuntas. Federer, yang menjadi penolong Nadal menjadi nomor satu pada akhir 2019, bisa menjadi lawan pada semifinal.
Nadal hanya bisa lolos ke semifinal sebagai juara Grup Andre Agassi. Ini hanya bisa dicapai jika dia mengalahkan Stefanos Tsitsipas, yang telah memastikan lolos ke semifinal, dan jika Daniil Medvedev menang atas Alexander Zverev, Jumat malam hingga Sabtu dinihari waktu Indonesia.
Salah satu saja skenario itu meleset, Nadal akan pulang tanpa gelar sejak menjalani debut Final ATP pada 2006.