Era Bloomsbury menginspirasi Biyan menciptakan tampilan (look) koleksi. Ada cerita tentang semangat hidup, perayaan cinta, dan spirit eksplorasi di situ.
Oleh
FRANSISCA ROMANA NINIK
·4 menit baca
Setiap era meninggalkan warisan yang bisa menjadi inspirasi karya kreatif. Perancang mode Biyan Wanaatmadja mengajak kita mengunjungi suatu era pada pertengahan abad XX di Inggris melalui koleksi musim semi/musim panas 2020 lini keduanya, Studio 133. Ada cerita tentang semangat hidup, perayaan cinta, dan spirit eksplorasi di situ.
Era Bloomsbury menginspirasi Biyan dalam menciptakan tampilan (look) untuk koleksi tersebut. Dia lantas memadukannya dengan siluet pada sejumlah dekade, seperti tahun 1920-an hingga 1980-an, untuk menghasilkan tampilan dinamis.
”Semua itu sebetulnya mengingatkan dulu ketika saya sekolah di London. Saya tertarik dengan suatu era di Inggris ketika belajar tentang era Bloomsbury. Pada era itu berkumpul seniman, dari pelukis hingga sastrawan,” tutur Biyan.
Pada paruh pertama abad XX, terbentuk sebuah kelompok penulis, filsuf, seniman, dan kaum intelektual yang berkarya atau belajar bersama di dekat kawasan Bloomsbury, London. Mereka saling berbagi ide, mendukung kreativitas satu sama lain, dan berteman baik.
Nama-nama besar di antara kumpulan itu, antara lain, adalah Vanessa Bell, Duncan Grant, Virginia Woolf, John Maynard Keynes, dan EM Forster. Karya dan pemikiran mereka banyak memberikan pengaruh pada bidang sastra, estetika, kritik, dan ekonomi. Mereka juga mengusung semangat kebebasan berekspresi.
Biyan menangkap era Bloomsbury sebagai campuran dari berbagai pengaruh, mulai dari keramik Timur Tengah hingga art nouveau. Di dalamnya terdapat pula pola abstrak, kubisme. Banyak aliran bercampur menjadi satu dan bermuara sebagai pionir pada eranya.
Kolase dari banyak potongan inspirasi itulah yang menuntun Biyan mewujudkan 95 tampilan busana wanita dan pria kali ini. Dia mengibaratkan koleksi kali ini semacam toko wallpaper atau toko furnitur antik.
”Semua seperti juxtaposed, ditaruh begitu saja, berantakan, tetapi justru pada akhirnya memberikan suatu kenyamanan, keakraban. Sebetulnya sesuatu yang kompleks, tetapi berasa comfortable,” papar Biyan.
Menurut Biyan, senapas dengan era Bloomsbury yang menginisiasi modernitas, koleksi musim semi/musim panas 2020 Studio 133 juga merefleksikan cita rasa modern. Dia tidak ingin ketinggalan untuk menempatkan diri dalam gerbong generasi muda, tetapi dengan caranya sendiri.
Nuansa yang muncul kemudian dalam koleksi tersebut adalah kemudaan, kegembiraan, kesegaran, dan sedikit bohemian. ”Fashion, menurut saya, selalu bermula dari yang muda. Apalagi sekarang ini, kan, eranya generasi muda. Penting untuk kita bisa menerjemahkan semua yang mewakili era sekarang ini,” imbuh Biyan.
Siluet yang muncul dari sejumlah era di antaranya flapper silhouette dari 1920-an, tie blouse dari 1940-an, shift dress dari 1960-an, palazzo pants atau celana berpipa lebar, bow blouse, dan kaftan dari 1970-an.
Tak ketinggalan puff sleeves dari 1980-an. Rentang variasi siluet ini semakin lebar dengan tambahan berupa jumpsuit, rok mini, dan kebaya panjang yang diolah lagi.
Organik-geometrik
Dalam koleksinya, Biyan memadukan sesuatu yang organik, seperti bunga-bunga besar dan kecil, dengan sesuatu yang sifatnya geometrik. Kedua motif itu selain dipadu-padan, juga ditabrakkan. Efeknya membuat busana tampak dinamis.
Misalnya, pada terusan selutut berwarna dasar putih, terdapat motif bunga kecil warna pink pada bagian dada, dipadu motif aneka bunga, disambut motif garis-garis pada bagian bawah. Kreasi lain berupa jumpsuit dengan motif bunga besar warna merah yang dipadukan dengan motif anyaman yang terdapat sedikit di bagian dada, lengan, dan kaki.
Tampilan anggun tetapi kasual tampak pada terusan berwarna dasar biru tua dengan motif garis-garis putih dan permainan renda serta pita.
Untuk koleksi busana pria, Biyan menampilkan kemeja gombrang atau oversized dengan corak bunga pada bagian dada atau punggung, berikut aksen renda pada bagian tertentu. Tidak ketinggalan luaran berupa jaket, suit, atau coat yang bernuansa maskulin.
Padu padan motif organik dan geometrik itu tampil menawan di atas beragam material yang dipilih, seperti sutra dan katun eyelet, jacquard, taffeta, yang dipercantik dengan bordir renda. Pola tabrakan yang harmonis tampak semakin tajam.
Palet warna yang variatif dari warna netral hingga warna cerah hadir dalam koleksi ini. Warna netral diwakili dirty white dan beragam warna biru, dari biru langit hingga biru tua. Warna yang lebih cerah meliputi kuning, oranye, citrus, fuschia dan banyak tone pink, coral, celadon, hijau, dan poppies red.
Untuk mengimbangi motif dan warna yang vibran, payet dan manik-manik dibuat lebih innocent atau tidak terlalu berkilauan. Warna yang dipilih beragam, tetapi matte sehingga terasa lebih lembut.
Sebagai pelengkap atas keragaman era dalam koleksi ini adalah aksesori berupa bucket hat yang berasal dari dekade 1960-an. Dengan tambahan aksen, berupa bunga, garis, pita, dan renda, yang senada dengan busana, bucket hat membuat penampilan kian menawan dan chic.
Dengan tampilan yang demikian dinamis, koleksi musim semi/musim panas 2020 Studio 133 ini bisa dikenakan dalam segala suasana, baik formal maupun kasual.
Biyan menyadari, masa kini berjalan dengan cepat dan dinamis. Meskipun sudah 37 tahun berkarya di bidang mode, dia bukannya berhenti, melainkan terpacu untuk terus belajar dan mencari tahu.
”Itulah sebabnya saat saya mengerjakan koleksi ini, rasanya jadi lebih fresh. Mungkin terbawa spiritnya,” kata Biyan.