Keberanian Mahkamah Agung dinanti dalam menangani perkara kasasi milik bekas Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir.
Oleh
Riana A Ibrahim
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS— Keberanian Mahkamah Agung dinanti dalam menangani perkara kasasi milik bekas Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir. Pengalaman sejumlah putusan yang meringankan hingga memutus bebas terdakwa dan terpidana korupsi dengan kategori high-profilemenjadi catatan tersendiri.
Sekitar dua pekan sebelumnya, pada 4 November 2019, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang diketuai Hariono menyatakan seluruh tuntutan jaksa tak terbukti sehingga Sofyan dibebaskan. Pada Jumat (15/11/2019), Komisi Pemberantasan Korupsi telah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung terhadap putusan pengadilan tingkat pertama yang dijatuhkan kepada Sofyan.
Harapan ini kembali muncul setelah Oktober lalu, MA membatalkan putusan bebas Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta terhadap Direktur Utama PT Tansri Madjid Energi Kokos Leo Lim. Dalam perkara ini, Kokos pun dijatuhi pidana penjara selama 4 tahun dan pidana tambahan membayar uang pengganti sebesar Rp 477,35 miliar.
Sebelumnya, MA memang memperoleh banyak sorotan terkait komitmennya pada pemberantasan korupsi karena meringankan hukuman sejumlah pelaku korupsi yang masuk kategori high-profileseperti bekas Ketua DPD Irman Gusman, bekas anggota DPRD DKI Jakarta Muhammad Sanusi, hingga bekas hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar melalui proses Peninjauan Kembali.
Ada juga Ketua BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung yang bahkan diputus lepas karena tiga hakim berbeda pendapat. Pertimbangan dua hakim yang menilai perbuatan Syafruddin bukan pidana pun mirip dengan nota pembelaan yang diajukan Syafruddin dan penasehat hukumnya.
“Kasasi terhadap putusan tingkat pertama SB telah kami ajukan Jumat kemarin. Setelah mengajukan kasasi, kami akan segera menyampaikan memori kasasi dalam waktu paling lambat 14 hari sejak pernyataan resmi kasasi,” ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Minggu (17/11/2019).
Sejumlah hal dalam putusan telah diidentifikasi oleh jaksa penuntut umum yang selanjutnya akan dituangkan dalam memori kasasi. “KPK berpandangan putusan terhadap SB tersebut bukan bebas murni. Ini argumentasi awal yang akan kami smpaikan di memori kasasi nanti,” kata Febri.
Selain itu, berbagai fakta sidang dan bukti yang belum dipertimbangkan hakim tingkat pertama juga menjadi salah satu sorotan dan yang akan diajukan kembali. Merujuk pada pertimbangan hakim tingkat pertama, sebagian besar poin-poin dalam putusan mirip dengan pleidoi yang diajukan Sofyan daripada memperhatikan fakta dan analisis yuridis yang diajukan jaksa dalam tuntutan.
Setidaknya, ada sejumlah pertimbangan majelis hakim yang mengabaikan sejumlah fakta dan bukti yang muncul di persidangan. Antara lain, adanya dugaan pengetahuan Sofyan tentang suap yang akan diterima oleh bekas Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo.
Pengetahuan perihal suap ini pernah disampaikan Sofyan saat menjadi saksi untuk Eni yang menjalani persidangan sebelum dirinya. Namun belakangan, Sofyan mencabut keterangan dalam berita acara pemeriksaan yang menyatakan pengetahuan tersebut. Keterangan Eni mengenai hal ini juga tak dipertimbangkan.
Upaya percepatan yang terjadi setelah ada pertemuan antara Sofyan dan Kotjo juga tak dipertimbangkan hakim. Padahal tanpa ada pertemuan intensif antara Sofyan dan Kotjo melalui Eni, proyek PLTU Riau-1 yang kemudian diserahkan ke perusahaan Kotjo melalui penunjukan langsung tak akan terlaksana. Sofyan yang juga melangkahi sejumlah aturan untuk segera merealisasikan perjanjian dengan perusahan Kotjo juga tak diperhatikan hakim.
Selanjutnya, pasal suap yang dihubungkan dengan Pasal 15 UU Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 56 ke-2 KUHP juga dianggap tak terbukti. Salah satunya karena Sofyan tak menerima keuntungan langsung dari peristiwa ini. Hanya Eni dan Idrus Marham yang menerima suap Rp 4,75 miliar dari Kotjo. Padahal pemenuhan Pasal 15 UU Tipikor atau Pasal 56 ke-2 KUHP ini tidaklah mensyarakatkan pihak yang membantu harus mendapatkan keuntungan langsung.
“Kami harap di MA nanti fakta tersebut dipertimbangkan secara detail untuk mencari kebenaran materiil,” tutur Febri.
Kuasa hukum Sofyan yakni Soesilo Aribowo mengaku siap menghadapi kasasi yang tengah dilayangkan KPK ke MA.
Secara terpisah, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menyampaikan konsistensi dalam penanganan perkara korupsi dapat memperbaiki kepercayaan publik dan citra peradilan yang tergerus. Sebab, dampak dari korupsi itu langsung dirasakan publik secara umum. “Keringanan hukuma bahkan putusan bebas ini berpotensi mencederai kepercayaan masyarakat,” kata Kurnia.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.