Guncangan 2.416 Kali, Karakter Patahan di Ambon Diteliti Semakin Intensif
›
Guncangan 2.416 Kali, Karakter...
Iklan
Guncangan 2.416 Kali, Karakter Patahan di Ambon Diteliti Semakin Intensif
Tim dari Institut Teknologi Bandung tengah meneliti gempa susulan yang terjadi di Pulau Ambon dan sekitarnya. Hingga Senin (18/11/2019) pukul 08.46 WIT atau hari ke-53 setelah gempa pertama, terjadi 2.416 kali gempa.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Tim dari Institut Teknologi Bandung tengah meneliti gempa susulan yang terjadi di Pulau Ambon dan sekitarnya. Hingga Senin (18/11/2019) pukul 08.46 WIT atau hari ke-53 setelah gempa pertama, telah terjadi 2.416 kali gempa susulan dengan 274 kali kejadian dirasakan. Teror gempa yang berpotensi merusak itu membuat masyarakat hidup tidak tenang.
Kepala Subdirektorat Peringatan Dini Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari mengatakan, pengambilan data tahap pertama dari alat seismograf yang dipasang di 11 titik sudah dilakukan. Alat itu ada empat titik di Pulau Ambon, Pulau Seram (4 titik), Pulau Saparua (2 titik), dan Pulau Haruku (1 titik). Pemasangan dilakukan pada Jumat, 18 Oktober.
Kini, data tahap pertama sedang diolah di Institut Teknologi Bandung (ITB). ”Dalam dua minggu ke depan, detail hasil analisis sudah dapat diketahui. Data sementara, gempa susulan yang terekam seismograf dalam tiga minggu tercatat 1.000-an gempa. Angka ini jauh lebih banyak daripada yang tercatat di empat stasiun BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika),” tutur Abdul.
Analisis itu bertujuan untuk mengetahui pola gempa susulan dan karakter patahan di Pulau Ambon dan sekitarnya. Gempa susulan terjadi sejak gempa pertama berkekuatan magnitudo 6,5 pada 26 September. Gempa susulan terus terjadi selama 53 hari terakhir. Wilayah terdampak adalah Kota Ambon, Kabupaten Maluku Tengah, dan Kabupaten Seram Bagian Barat.
Data BNPB menyebutkan, sebanyak 41 orang meninggal selama kejadian itu. Ratusan orang terluka dan ribuan bangunan rusak. Ribuan orang mengungsi. Kerusakan bangunan diperkirakan semakin bertambah jika gempa susulan terus meneror.
Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Stasiun Geofisika Ambon Andi Azhar Rusdin mengatakan, gempa susulan di Ambon merupakan yang terbanyak jika dibandingkan dengan gempa Palu, Sulawesi Tengah, dan Lombok, Nusa Tenggara Barat, belakangan ini.
”Dalam satu bulan, gempa susulan Lombok sekitar 1.200 kali, begitupun gempa susulan di Palu kurang lebih 800 kali. Gempa susulan di Ambon jauh lebih banyak,” ujarnya.
Grafik gempa susulan di Ambon sangat labil meski frekuensi gempa pada hari pertama jauh lebih tinggi apabila dibandingkan dengan hari ke-53. Hari pertama sebanyak 244 kali, sedangkan hari ke-53 sebanyak 34 kali. Namun, dalam enam hari terakhir, frekuensi gempa susulan terjadi di atas 30 kali per hari. Padahal, selama 25 hari sebelum itu, frekuensi gempa di bawah 30 kali per hari.
”Kenaikan grafik gempa susulan itu dipicu gempa susulan yang signifikan dengan kekuatan di atas M 5,” ujar Andi. Ia mengimbau warga tetap tenang dan tidak terpancing dengan isu-isu seperti tsunami atau gempa besar dari sumber yang tak dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam satu bulan, gempa susulan Lombok sekitar 1.200 kali, begitupun gempa susulan di Palu kurang lebih 800 kali. Gempa susulan di Ambon jauh lebih banyak.
Masyarakat di Ambon kini hidup dalam ketakutan lantaran terus diteror gempa susulan. Gempa bisa sewaktu-waktu datang, merusak, bahkan menghilangkan nyawa orang.
”Hidup seperti tidak tenang. Kalau gempa terus, nanti pindah saja,” kata Aleka, warga Kota Ambon.
Diberitakan sebelumnya, banyak orang, terutama pelajar, memilih pindah sekolah ke luar Ambon. Seorang wali murid kepada Kompas mengatakan, dua anaknya yang kini bersekolah di salah satu sekolah swasta di Ambon sedang memproses pemindahan.
”Gedung sekolah anak saya itu bertingkat. Mereka sangat trauma. Gempa sedikit, mereka minta pulang,” ucap ibu rumah tangga yang beralamat di Jalan Diponegoro itu.
Ia berharap, pemerintah kota tidak mempersulit proses pemindahan itu. Berdasarkan informasi yang dihimpun Kompas, Pemkot Ambon meminta warga yang ingin pindah untuk menandatangani surat pernyataan yang berisi bahwa mereka tidak akan pindah kembali ke sekolah di Ambon.
Setiap kali gempa, anak sekolah berhamburan ke jalan. Mereka berlari dalam keadaan takut. Para orangtua datang ke sekolah dan meminta pihak sekolah memulangkan anak-anak mereka. Hingga saat ini, belum ada proses pemulihan psikologis siswa serta pendampingan intensif terkait masalah kebencanaan. Kegiatan yang dilakukan masih sebatas sosialisasi.