PT Pertamina (Persero) memproyeksikan penyelesaian proyek gas Lapangan Jambaran Tiung Biru di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, bisa lebih cepat dari jadwal. Proyek ini adalah salah satu proyek gas strategis nasional.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Pertamina (Persero) memproyeksikan penyelesaian proyek gas Lapangan Jambaran Tiung Biru di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, bisa lebih cepat dari jadwal. Proyek ini adalah salah satu proyek gas strategis nasional selain proyek gas Lapangan Jangkrik di lepas pantai Kalimantan Timur dan Blok Masela di lepas pantai Maluku.
Gas dari Lapangan Jambaran Tiung Biru akan dimanfaatkan untuk memasok kebutuhan industri dan pembangkit listrik di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Menurut Direktur Hulu Pertamina Dharmawan H Samsu, sampai triwulan II-2019, kemajuan proyek gas Lapangan Jambaran Tiung Biru sudah mencapai 25 persen dan dalam posisi lebih cepat dari target. Saat ini, proyek tersebut memasuki masa konstruksi fasilitas pemrosesan gas (gas processing facilities/GPF). Peletakan batu pertama (ground breaking) proyek tersebut dimulai pada September 2017 lalu.
"Proyek gas Lapangan Jambaran Tiung Biru adalah proyek strategis dan prioritas pemerintah. Oleh karena itu, kami berkomitmen untuk dapat mempercepat dan mengoptimalkan produksi gas dari lapangan itu," ujar Dharmawan di Jakarta akhir pekan lalu.
Lapangan gas Jambaran Tiung Biru adalah gabungan dari bagian Wilayah Kerja (WK) Cepu dan WK Pertamina EP Cepu. Pertamina EP Cepu, anak usaha Pertamina, akan menjadi operator tunggal setelah ExxonMobil melepaskan sahamnya di lapangan tersebut. Dengan demikian, Pertamina menguasai 100 persen saham dan diperkirakan cadangan gas di lapangan tersebut sebanyak 1,9 triliun kaki kubik.
Pertamina menjadwalkan gas dari lapangan tersebut mengalir ke konsumen selambatnya pada triwulan II-2021. Selaku operator, Pertamina EP Cepu berkomitmen untuk memproduksi gas sebanyak 192 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD). Tingkat kandungan lokal akan diciptakan setinggi mungkin pada proyek senilai 1,5 miliar dollar AS ini.
"Pasokan gas Lapangan Jambaran Tiung Biru akan mencukupi kebutuhan gas bagi setidaknya 19 sektor industri yang ada di Jawa Timur dan Jawa Tengah," ucap Dharmawan.
Sementara itu, Wakil Ketua Komite Industri Hulu dan Petrokimia pada Kamar Dagang dan Industri Indonesia Achmad Widjaja mengatakan, pasokan gas industri sangat penting untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak, khususnya solar.
Sekitar 70 persen sektor UMKM; industri kecil dan menengah; sampai industri besar di Jawa masih menggunakan solar sebagai bahan bakar utama.
Menurut dia, 70 persen sektor usaha mikro, kecil, dan menengah; industri kecil dan menengah; sampai industri besar di Jawa menggunakan solar sebagai bahan bakar utamanya. Substitusi solar ke gas akan menciptakan efisiensi bagi industri.
"Selain itu, jaringan pipa di Jawa masih terputus di Jawa Tengah. Ini menjadi pekerjaan rumah pemerintah. Apabila sudah tersambung, pemanfaatan gas di dalam negeri semakin optimal dan industri akan diuntungkan," ujar Achmad.
Sebelumnya, pemerintah berencana mengoptimalkan gas alam dalam negeri sebagai sumber energi untuk mengurangi defisit neraca perdagangan minyak dan gas bumi. Salah satu caranya adalah memperkuat infrastruktur jaringan gas rumah tangga agar impor elpiji bisa ditekan.
"Gas alam dari dalam negeri untuk jaringan gas rumah tangga bisa mengurangi impor elpiji. Itu yang akan kami pertajam. Berapa nilainya (pengurangan impor elpiji), sedang dalam kajian," ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif.
Selain proyek gas Lapangan Jambaran Tiung Biru, ada satu lagi proyek gas berskala raksasa di Blok Masela, Maluku. Proyek yang digarap Inpex Corporation (Jepang) dan Shell (Belanda) itu memiliki cadangan gas sebanyak 18,5 triliun kaki kubik (TCF). Gas dari Masela dijadwalkan berproduksi mulai 2027 sebanyak 9,5 juta ton per tahun berupa gas alam cair (LNG) dan gas pipa sebanyak 150 MMSCFD.