Ketulusan warga saat menyapa pelari menjadi momen berkesan dalam ajang Borobudur Marathon. Apa yang mereka miliki mereka sajikan untuk menyambut pelari. Spontanitas kesahajaan di lintasan lari.
Oleh
HARIS FIRDAUS/PRAYOGI D SULISTYO/KRISTI DWI UTAMI
·3 menit baca
Mukholid (52) berlari pelan memasuki Kilometer 16 lomba lari Borobudur Marathon 2019 powered by Bank Jateng, di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Minggu (17/11/2019) pagi. Saat tiba di Dusun Jangkungan, Desa Deyangan, ia melihat deretan gelas berisi teh hangat dan camilan di teras salah satu rumah warga.
”Boleh saya minta teh hangatnya, Pak?” kata Mukholid sembari menghentikan larinya. Setelah dipersilakan, ia mengambil segelas teh hangat. Tak hanya teh hangat, pelari asal Cilacap, Jawa Tengah, itu juga mengambil jenang dodol. ”Boleh ambil jenangnya dua buah, Pak? Belum sarapan ini,” ujar Mukholid sambil tertawa. Sambil memakan jenang dan minum teh hangat, ia lalu berbincang sejenak dengan seorang warga Dusun Jangkungan.
Semoga tahun depan saya bisa ikut lagi.
Makanan dan minuman yang dinikmati Mukholid itu disajikan sukarela oleh warga. ”Ini pertama kali saya ikut Borobudur Marathon. Ternyata masyarakat sangat antusias, bahkan sampai menghidangkan teh hangat dan camilan. Semoga tahun depan saya bisa ikut lagi,” ungkap Mukholid yang berlari di kategori maraton sejauh 42,195 km.
Borobudur Marathon digelar atas kerja sama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Bank Jateng, dan harian Kompas. Tahun ini Borobudur Marathon diikuti 10.366 peserta dari 35 negara yang terbagi ke dalam tiga kategori, yakni 10 km, separuh maraton atau sejauh 21 km, dan maraton.
Warga Dusun Jangkungan, Mardiyanto (59), mengaku sengaja menyajikan makanan kecil dan minuman untuk para pelari. Sejak pukul 05.00, ia dan keluarganya sudah siap di teras rumah sambil menyajikan teh hangat, air putih, ubi goreng, dan jenang dodol. Minuman dan makanan itu pun ”laris manis” karena banyak pelari mampir. ”Ini inisiatif pribadi. Saya senang pelari lewat di depan rumah. Ini untuk menyambut mereka,” tuturnya.
Sebenarnya, panitia Borobudur Marathon menyiapkan pos minum di sepanjang rute lomba untuk mencukupi kebutuhan hidrasi pelari. Panitia juga menyiapkan buah-buahan yang bisa diambil pelari untuk menambah tenaga. Namun, warga yang tinggal di sekitar rute lomba lari itu tetap berinisiatif menghidangkan makanan dan minuman tambahan buat pelari.
Selain di Dusun Jangkungan, bonus makanan dan minuman juga tersedia di wilayah lain yang dilalui pelari. Di Dusun Bletukan, Desa Kalinegoro, Kecamatan Mertoyudan, misalnya, sejumlah warga menyediakan makanan dan minuman untuk pelari kategori maraton yang lewat.
Saya senang pelari lewat di depan rumah. Ini untuk menyambut mereka.
Kesenian
Selain camilan dan minuman, antusiasme masyarakat juga tergambar dari berbagai pentas kesenian yang digelar untuk menyemangati pelari. Berdasarkan data panitia, total ada 32 sekolah dan 19 desa yang terlibat dalam aktivitas cheering atau memberi semangat kepada para pelari.
Bentuk cheering bermacam-macam, misalnya pentas tarian, musik, hingga yel-yel ala suporter sepak bola. Di Dusun Pletukan, Desa Sidoagung, Kecamatan Tempuran, Magelang, orang tua, remaja, dan anak-anak menampilkan tari-tarian diiringi musik untuk menyambut pelari.
Sebagian memakai kostum berbahan blarak atau daun kelapa berwarna hijau, sedangkan yang lain memakai busana tradisional Jawa. ”Kami berharap, saat menonton tarian ini, para pelari bisa makin semangat berlari,” kata Ketua Karang Taruna Dusun Pletukan Irfan Daryono.
Interaksi menarik terjadi saat pelari melewati Dusun Pletukan. Pelari Malaysia, Azhar bin Omran, yang melalui dusun itu, misalnya, disambut warga dengan bergoyang ”Cendol Dawet” diiringi lagu ”Pamer Bojo” ciptaan Didi Kempot. Meski tak paham lirik lagu berbahasa Jawa itu, Azhar memutuskan berhenti sejenak dan ikut bergoyang.
Pelari asal Swiss, Jakob Ulrich Bader, juga terkesan dengan antusiasme warga Dusun Pletukan. ”Saya sangat terkesan dengan upaya warga memberikan semangat. Buah gratis yang mereka sediakan juga sangat berarti untuk menjaga stamina,” katanya.
Antusiasme yang sama ditunjukkan murid SMA Kristen Indonesia Magelang yang berasal dari beberapa daerah. Mereka mementaskan tari Yospan khas Papua, dengan latar belakang instalasi seni bertajuk ”Garuda” karya seniman Magelang, Surawan Marcelino.
Salah satu pelari, Dewi Ganda (42), menuturkan, aktivitas cheering yang tulus dan sangat antusias di sepanjang lintasan Borobudur Marathon mampu memantik semangat para pelari. ”Tos dengan anak-anak kecil itu yang paling bikin semangat. Mereka sangat tulus,” ujarnya.