Dana Pemberantasan Tambang Minyak Ilegal Belum Terpakai
›
Dana Pemberantasan Tambang...
Iklan
Dana Pemberantasan Tambang Minyak Ilegal Belum Terpakai
Pemerintah Provinsi Jambi telah menganggarkan Rp 1 miliar untuk mengakomodasi pemberantasan tambang minyak ilegal di wilayah Bajubang, Kabupaten Batanghari. Namun, hingga kini, dana tersebut tak kunjung dimanfaatkan.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·2 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Jambi telah menganggarkan Rp 1 miliar untuk mengakomodasi pemberantasan tambang minyak ilegal di wilayah Bajubang, Kabupaten Batanghari, Jambi. Namun, hingga kini, dana tersebut tak kunjung dimanfaatkan.
Kepala Bidang Energi Terbarukan dan Tidak Terbarukan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jambi Zulfahmi mengatakan, dana itu telah disiapkan APBD Provinsi Jambi melalui pos pada Dinas ESDM. Pihaknya juga telah menyampaikan kepada kepolisian daerah perihal kesiapan dana tersebut.
Namun, hingga hari ini, dana tersebut belum dimanfaatkan pihak kepolisian untuk menggelar operasi terpadu. ”Sampai sekarang belum ada masuk kepada kami usulan kegiatan operasi,” kata Zulfahmi, Selasa (19/11/2019).
Pihaknya masih menunggu usulan masuk sampai batas waktu 18 Desember 2019. Selepas itu, program dinyatakan tak berjalan dan dana akan dikembalikan ke kas daerah.
Dana akan dikembalikan ke kas daerah.
Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Jambi Komisaris Besar Thein Tabero menyebutkan, informasi adanya dana penanggulangan tambang minyak ilegal tersebut akan disampaikan kepada biro terkait. ”Nanti saya sampaikan kepada kepala biro operasional (Polda Jambi), dio punyo gawe (dia yang mengurusnya),” katanya dalam pesan singkat.
Tambang liar marak 2,5 tahun terakhir di Desa Pompa Air dan Desa Bungku, Kecamatan Bajubang. Aktivitas itu bahkan mengokupasi areal wilayah kerja pertambangan PT Pertamina (Persero) dalam kawasan taman hutan raya (tahura), yang produksinya dikerjakan oleh PT Prakarsa Betung Meruo Senami. Praktik liar itu juga terus menyebar di area penyangga kawasan.
Para pendatang yang semula merambah tahura menjadi kebun sawit dan karet kini menggusur tanamannya untuk pembukaan sumur-sumur tambang liar. Dari total luas tahura 15.830 hektar, sebanyak 10.000 hektar telah dirambah liar. Dari luas tersebut, 250 hektar beralih fungsi jadi areal tambang.
Maraknya aktivitas tambang dan pengolahan minyak ilegal juga memicu terjadinya kecelakaan dan kerusakan lingkungan. Sepanjang tahun ini sudah terjadi tujuh kali ledakan dan kebakaran di lokasi tambang dan pengolahan minyak hasil tambang di Batanghari.
Direktur Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, Rudi Syaf, menyebutkan, pemberantasan tambang minyak ilegal hanya dapat dilakukan lewat upaya tegas dan kolaboratif. Penegak hukum harus serius menindak di lapangan, sedangkan lainnya mengupayakan solusi bagi masyarakat hingga pemulihan lingkungan. ”Kami pun siap mendukung,” katanya.