Pelatih berusia 54 tahun tersebut tak lagi mengutamakan pemain tertentu saja. Ia berani melakukan berbagai rotasi dengan menggabungkan pemain muda dengan senior.
Oleh
Prayogi Dwi Sulistyo
·4 menit baca
PALERMO, SELASA — Kekuatan Italia telah kembali setelah dalam satu dekade terakhir mengalami keterpurukan. Pada Selasa (19/11/2019), Italia berhasil mengalahkan Armenia dengan skor 9-1 di Stadion Renzo Barbera, Palermo, dalam kualifikasi Piala Eropa Group J.
Kemenangan ini menandai rekor 100 persen ”Gli Azzurri” atau Si Biru Langit selama babak kualifikasi. Italia berhasil memenangi sepuluh laga yang dipertandingkan.
Hasil sempurna ini menunjukkan kebangkitan Italia, yang menjadi salah satu kekuatan besar sepak bola di Eropa, bahkan dunia. Mereka sempat terpuruk setelah menjuarai Piala Dunia 2006 di Jerman.
Pada dua Piala Dunia selanjutnya, Italia selalu gagal melewati babak grup. Pada dua tahun yang lalu, Italia mengalami pengalaman buruk setelah gagal lolos ke Piala Dunia 2018 di Rusia.
Harapan besar Italia untuk meraih gelar kembali muncul ketika berhasil mencapai final Piala Eropa 2016. Namun, mereka kalah dari Spanyol dengan skor 0-4.
Semenjak gagal lolos ke Piala Dunia 2018, Italia mulai membangun kekuatan baru dengan Roberto Mancini menjadi pelatih pada 14 Mei 2018. Mancini menggantikan Luigi Di Biagio yang hanya bertugas selama 56 hari pada dua pertandingan setelah Gian Piero Ventura dipecat karena gagal membawa Italia lolos ke Piala Dunia 2018.
Seperti gayung bersambut, Italia diberkahi pemain-pemain muda berkualitas sehingga Mancini pun berani meninggalkan pemain senior yang mulai kehilangan kekuatannya, seperti Fabio Cannavaro, Luca Toni, dan Francesco Totti.
Pelatih berusia 54 tahun tersebut tak lagi mengutamakan pemain tertentu saja. Ia berani melakukan berbagai rotasi dengan menggabungkan pemain muda dengan senior. Di barisan pertahanan, duet pemain muda, Alessio Romagnoli dan Leonardo Bonucci, menjadi tembok yang sulit ditembus lawan.
Di lini tengah, Italia memiliki pemain muda, Sandro Tonali dan Nicolo Barella, yang mendampingi pemain senior Jorginho. Adapun di lini depan, Mancini memasang pemain muda, Nicolo Zaniolo dan Federico Chiesa, yang siap mengawal ujung tombak senior, Ciro Immobile.
Kombinasi tersebut membuat kekuatan Italia menjadi merata dan mereka bisa bermain sebagai satu tim yang utuh. Selama babak kualifikasi Piala Eropa 2020, Italia berhasil mencetak 37 gol dan hanya kebobolan 4 gol.
Mancini pun mengakui, Italia memiliki pemain-pemain muda berkualitas yang terus bertumbuh di setiap pertandingan. Mereka siap diandalkan Italia di masa sekarang dan masa depan.
”Mereka semua adalah pemain muda yang selalu mengalami peningkatan di setiap pertandingan, hanya butuh waktu. Setiap pemain memberikan semua yang mereka miliki dan saya memperoleh jawaban yang saya inginkan dari mereka,” ujar Mancini.
Presiden Federasi Sepak Bola Italia Gabriele Gravina pun memuji kinerja Mancini mempersiapkan tim, khususnya dalam menghasilkan pemain muda berkualitas. Italia pun berani menargetkan gelar juara Piala Eropa kedua setelah 1968 dan bersiap mengakhiri hasil buruk Piala Dunia.
”Kami mengakhiri perjalanan yang luar biasa malam ini. Tim ini telah menunjukkan kekuatan yang sebenarnya dengan banyak pemain muda di dalamnya. Mancini telah mengembalikan Italia ke jalur kesuksesan,” ujar Gravina.
Pengaruh liga
Kesuksesan Tim Nasional Italia dalam kualifikasi Piala Eropa tak bisa dilepaskan dari kebangkitan Liga Italia, yang telah kehilangan pamornya dibandingkan dengan Liga Inggris, Spanyol, dan Jerman.
Di masa silam, Liga Italia menjadi pelabuhan pemain-pemain terbaik dunia dalam berkarier, di antaranya Diego Maradona, Ruud Gullit, Marco van Basten, dan Ronaldo. Namun, pada tahun 2006, pamor Liga Italia hancur karena masalah perjudian dan pengaturan skor. Selain itu, keuangan klub pun menurun sehingga sulit mendatangkan pemain berkualitas.
Situasi sulit tersebut mulai dapat teratasi dalam lima tahun terakhir. Beberapa pemain top dunia mulai berdatangan di Liga Italia, seperti Cristiano Ronaldo, Gonzalo Higuain, Matthijs de Ligt, dan Romelu Lukaku.
Alhasil, kompetisi pun berjalan lebih menarik dan mampu menyedot animo penonton. Jumlah penonton pada laga perdana musim 2019/2020 adalah yang tertinggi sejak 2004-2005 dengan rata-rata berjumlah 26.000 orang.
Pamor Liga Italia semakin meningkat dengan kedatangan beberapa pelatih terbaik dunia, seperti Antonio Conte, Carlo Ancelotti, dan Maurizio Sarri. Mereka membuat Liga Italia semakin menarik dan ditunggu penonton. Seperti yang diungkapkan mantan pemain Real Madrid dan timnas Italia, Antonio Cassano, kedatangan pelatih-pelatih hebat tersebut akan membuat persaingan Liga Italia lebih menarik.
Kompetisi yang semakin baik tersebut juga berpengaruh pada perkembangan pemain muda. Mereka terus berjuang agar mendapatkan tempat di klubnya masing-masing.
Kehadiran pemain-pemain muda berbakat tersebut membuat pekerjaan Mancini lebih mudah. Ia tak lagi hanya bergantung pada pemain senior yang kekuatannya mulai menurun. (AFP/REUTERS)