Keluarga Berencana Bukan Sekadar Membatasi Kelahiran
›
Keluarga Berencana Bukan...
Iklan
Keluarga Berencana Bukan Sekadar Membatasi Kelahiran
Implementasi program keluarga berencana (KB) tidak dapat disamakan di seluruh wilayah Indonesia. Butuh pendekatan berbasis kearifan lokal agar konsep merencanakan keluarga dalam KB dapat dipahami secara baik.
Oleh
Deonisia Arlina
·2 menit baca
KEEROM, KOMPAS — Implementasi program keluarga berencana (KB) tidak dapat disamakan di seluruh wilayah Indonesia. Butuh pendekatan berbasis kearifan lokal agar konsep merencanakan keluarga dalam KB dapat dipahami secara baik.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo, dalam kunjungan kerja perdananya ke Provinsi Papua, Selasa (18/11/2019), menuturkan, akselerasi program kependudukan KB dan pembangunan keluarga tidak bisa dilakukan dengan satu cara di semua daerah. Hal itu harus disesuaikan dengan kondisi setiap daerah sesuai dengan kearifan lokal yang dijalankan.
”Progam KB, misalnya, tidak bisa hanya dimaknai untuk membatasi kelahiran. Memaknai KB yang benar adalah merencanakan keluarga dengan baik, termasuk menjarakkan kelahiran serta mengatur perkawinan agar tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua,” ucapnya saat berada di Kampung KB Warbo, Kabupaten Keerom, Papua.
Menurut Hasto, menjarakkan kelahiran artinya mengatur jarak antara kelahiran satu dan kelahiran berikutnya, yaitu tiga sampai lima tahun. Selain itu, usia perempuan yang melahirkan pun dianjurkan minimal 21 tahun. Hal ini penting untuk diperhatikan agar kualitas kesehatan ibu dan anak bisa lebih baik.
”Jadi, saya harap konsep KB jangan hanya dimaknai sebatas penggunaan alat kontrasepsi saja. Tujuan KB juga bukan sebatas membatasi keturunan, melainkan merencanakan keluarga yang sehat, siap, dan sejahtera,” ucap Hasto.
Perwakilan Perempuan Adat Papua, Rori Marwani, menyampaikan, pemahaman KB yang tepat sangat diperlukan untuk mendorong kepesertaan masyarakat. Selama ini, KB yang selalu dikenal dengan slogan dua anak cukup tidak dapat diterima oleh masyarakat Papua. Dengan wilayah yang luas, jumlah orang asli Papua masih perlu ditingkatkan.
Bupati Keerom Muhammad Markum menambahkan, masih adanya persepsi yang salah pada masyarakat menjadi kendala penggunaan alat kontrasepsi yang belum optimal. Sebagian masyarakat memahami KB untuk membatasi kelahiran sehingga diartikan untuk membatasi jumlah orang asli Papua di daerah tersebut.
Untuk itu, pemerintah setempat terus gencar mengampanyekan bahwa KB bukan untuk membatasi kelahiran, melainkan untuk menjarakkan kelahiran.
”Sosialisasi terus kami lakukan, salah satunya melalui kampung KB. Kader-kader juga diminta lebih sering memberikan edukasi kepada masyarakat, termasuk kepada bapak-bapak, agar tidak melarang istrinya melakukan KB,” tuturnya.