Lisa Setiawati tidak pernah putus asa meskipun berulang kali gagal menjadi yang terbaik di pelatnas angkat besi. Kini, dedikasi Lisa pada angkat besi mengantar dirinya tampil perdana di ajang SEA Games.
Oleh
Denty Piawai Nastitie
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Lifter senior Lisa Setiawati (30) diuntungkan dengan kelas baru 45 kilogram yang dikeluarkan Federasi Angkat Besi Internasional pada 2018. Melalui kelas baru ini, Lisa punya kesempatan tampil perdana dan berpeluang merebut emas di SEA Games Manila 2019.
Pelatih angkat besi Indonesia Muhammad Rusli mengatakan, sebelum ada pembagian kelas baru dari IWF, Lisa selalu bermain pada kelas 48 kg bersama-sama dengan lifter andalan Indonesia Sri Wahyuni Agustiani. “Lisa selalu kalah dari Sri Wahyuni. Kekalahan itu membuat Lisa harus beberapa kali keluar dari pelatnas.” kata Rusli di Jakarta, Senin (18/11/2019).
Terakhir kali Lisa berlatih di pelatnas tiga tahun lalu, atau ketika seleksi Olimpiade 2016. Dalam seleksi itu, Sri Wahyuni lebih unggul sehingga dikirim ke Rio de Janeiro dan merebut medali perak. Sementara Lisa, harus menelan kenyataan pahit dikembalikan ke daerah asal Kalimantan Barat.
Bagi saya, angkat besi adalah seni
Tahun lalu, Sri Wahyuni juga unggul dengan meraih perak Asian Games 2018. Begitu Sri Wahyuni cuti dari pelatnas karena mengandung dan melahirkan, muncul penggantinya yaitu lifter remaja Windy Cantika Aisah yang kini mengisi kelas 49 kg, kelas baru pengganti kelas 48 kg.
Harapan untuk Lisa mulai terasa begitu panitia penyelenggara SEA Games 2019 mengumumkan bahwa kategori putri yang akan dimainkan di Manila mulai dari kelas terendah 45 kilogram hingga tertinggi 59 kg. Kelas 45 kg adalah kategori resmi yang dikeluarkan oleh IWF. Meski dimainkan pada sejumlah kejuaraan single event, kelas ini tidak dimainkan di Olimpiade Tokyo 2020.
“Dari situ, saya kepikiran untuk mengusulkan Lisa masuk ke dalam tim SEA Games 2019. Kalau selama ini Lisa sulit bersaing di kelas 48 kg dan 49 karena ada Sri Wahyuni dan Windy Cantika, mungkin sekarang Lisa bisa bersaing di kelas 45 kg,” ujar Rusli.
Menurut Rusli, postur badan Lisa yang mungil sangat menunjang tampil di kelas baru. “Lisa mau makan sebanyak apa pun berat badannya tidak pernah nambah. Dengan ada kelas 45 kg, ini cocok sekali untuk postur Lisa. Dia tidak perlu diet dan angkatannya bagus,” ujarnya.
Oleh karena itu, setelah Asian Games 2018, Lisa dipanggil bergabung dengan pelatnas. Lisa menjadi lifter putri paling senior di pelatnas. Di bawahnya adalah lifter kelas +87 kg, Nurul Akmal yang berusia 26 tahun. Sementara empat lifter putri lainnya berusia di bawah 18 tahun. Mereka adalah Windy Cantika, Juliana Clarissa, Putri Aulia (17), dan Tsabitha Alfiah Rmadani (18).
Lisa tidak menyia-nyiakan kesempatan bergabung dengan pelatnas angkat besi. Ia menyelamatkan wajah Indonesia dengan menjadi satu-satunya penyumbang medali emas pada Kejuaraan Dunia Angkat Besi 2019 di Pattaya, Thailand, September 2019.
Lisa meraih medali emas untuk angkatan clean and jerk 95 kg. Ia merebut perunggu untuk angkatan total 165 kg. Pada angkatan snatch, Lisa menempati peringkat ketujuh dengan angkatan 70 kg. Pada kelas 45 kg, gelar juara dunia diarih oleh lifter Turki Erdogan Saziye dengan angkatan 169 kg, snatch 77 kg, dan clean and jerk 92 kg.
Belajar dari Kejuaraan Dunia 2019, lawan terberat yang akan dihadapi Lisa di SEA Games adalah lifter Vietnam antara Khong My Phuong dan Vuong Thi Huyen yang menempati peringkat ketiga dan keempat kejuaraan.
Rusli menjelaskan, Lisa punya peluang merebut emas SEA Games. “Secara teknik dan fisik, Lisa siap. Lisa hanya perlu meningkatkan keyakinan dan kepercayaan diri kalau ia mampu,” ujar Rusli.
Bagi Lisa, tampil di SEA Games 2019 merupakan mimpi yang jadi kenyataan. “SEA Games 2019 akan menjadi ajang pertama dan terakhir untuk saya karena saya sudah tidak lagi muda. Saya ingin menggunakan kesempatan ini dengan tampil sebaik-baiknya,” kata Lisa.
Menurut Lisa, meski sudah beberapa kali keluar dari pelatnas ia tetap berlatih karena mencintai angkat besi. “Bagi saya, angkat besi adalah seni. Dipanggil atau tidak dipanggil pelatnas, saya tetap berlatih karena memang hobi dengan olahraga ini,” katanya.
Lisa juga tetap semangat berlatih karena ia ingin menunjukkan kepada atlet-atlet muda bahwa usia bukan penghalang prestasi. “Selama atlet punya motivasi, tidak mudah mengeluh dan putus asa, selalu ada jalan untuk meraih prestasi,” katanya.