Bantah Ada Desa Fiktif, Kemendagri: Yang Ada Desa Bermasalah
›
Bantah Ada Desa Fiktif,...
Iklan
Bantah Ada Desa Fiktif, Kemendagri: Yang Ada Desa Bermasalah
Program dana desa dibayangi masalah kelengkapan dan kesesuaian syarat administratif desa sesuai Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014. Hal itu akan memengaruhi penghitungan alokasi dana untuk setiap desa.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Program dana desa dibayangi masalah kelengkapan dan kesesuaian syarat administratif desa sesuai Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014. Hal itu akan memengaruhi penghitungan alokasi dana untuk setiap desa.
Banyak desa dibentuk atas dasar syarat minimal administrasi, seperti adanya wilayah, penduduk, dan perangkat desa. Namun, syarat administrasi yang dipenuhi belum sesuai ketentuan jumlah, ukuran, atau institusi pelengkap lainnya.
Direktur Fasilitas Keuangan dan Aset Pemerintah Desa Kementerian Dalam Negeri Benny Irawan mengatakan, idealnya setiap desa memenuhi lebih dari seratus persyaratan administratif berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014. Selain minimal jumlah penduduk dan luas wilayah, pembentukan desa mempertimbangkan faktor sosial budaya.
”Desa fiktif itu tidak ada, yang ada adalah desa-desa yang secara administrasi bermasalah,” ujar Benny dalam diskusi tentang dana desa di Jakarta, Selasa (19/11/2019).
Menurut Benny, banyak desa di Indonesia yang jumlah penduduk dan luas wilayahnya tidak sesuai ketentuan. Hal itu akan memengaruhi pengalokasian dan pemanfaatan dana desa.
Untuk itu, pemerintah daerah diminta melakukan verifikasi dan validasi ulang data desa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Desa fiktif itu tidak ada, yang ada adalah desa-desa yang secara administrasi bermasalah
Dana desa dihitung berdasarkan alokasi dasar, alokasi afirmatif, dan alokasi formula. Beberapa syarat penghitungan adalah status desa berdasarkan jumlah penduduk miskin, tingkat kemiskinan, tingkat kesulitan akses desa setiap kabupaten/kota, jumlah penduduk desa, dan luas wilayah.
Benny mengatakan, pemerintahan secara khusus menargetkan verifikasi ulang data desa di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, selesai paling lambat akhir tahun 2019. Sejauh ini tenggat verifikasi data baru ditetapkan untuk Konawe, sementara daerah lain menunggu terbitnya surat edaran.
Sebelumnya, KPK mengungkap dugaan pengalokasian dana desa ke desa-desa yang diduga fiktif. Dugaan adanya desa-desa fiktif penerimaan dana desa itu sudah diketahui Kemendagri dan Kementerian Keuangan. KPK menyampaikan ada 56 desa fiktif
Di Kabupaten Konawe, terungkap ada 34 desa yang bermasalah, tiga desa di antaranya fiktif, sementara 31 desa lainnya, meskipun keberadaannya nyata, surat keputusan pembentukan desanya dibuat dengan tanggal mundur sebelum kebijakan moratorium dari Kemendagri.
”Penataan desa secara nasional butuh waktu panjang sehingga akan dilakukan bertahap oleh pemerintah daerah,” ujar Benny.
Benny menambahkan, dana desa bukan satu-satunya sumber penerimaan desa kendati porsinya mencapai 80 persen dalam APBDes. Sumber lainnya dari pendapatan asli desa, dana bagian pajak dan retribusi daerah, bantuan keuangan dari APBD provinsi dan kabupaten, serta hibah sumbangan pihak ketiga.
Penyerapan dana desa
Mengutip data Kementerian Keuangan, realisasi dana desa per Oktober 2019 mencapai Rp 52 triliun atau 74,2 persen dari pagu. Realisasi dana desa tumbuh 17 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan Oktober 2018 yang negatif 6,5 persen.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Astera Prima Bhakti mengatakan, pemerintahan berencana menyederhanakan laporan realisasi dana desa yang mesti dibuat kepala desa. Penyederhanaan laporan realisasi untuk meningkatkan penyerapan anggaran belanja.
”Yang dipermudah itu laporan administratif, tetapi dari segi pengawasan tetap diperketat,” ujar Astera.
Menurut Astera, selama ini penyusunan laporan realisasi dana desa dikeluhkan perangkat desa. Hal itu karena laporan realisasi harus disusun berdasarkan logika akuntansi. Padahal, kemampuan dan kapasitas perangkat desa berbeda-beda. Sekitar 60 persen kepala desa adalah lulusan sekolah menengah atas (SMA).
Penyaluran dana desa dari pusat ke daerah dilakukan secara bertahap melalui tiga termin, yaitu 20 persen pada Januari, 40 persen pada Maret, dan 40 persen pada Juli. Pencairan dana desa hanya bisa dilakukan apabila perangkat desa sudah melaporkan realisasi penyerapan anggaran termin sebelumnya.
Sejak disalurkan tahun 2015, alokasi dana desa terus meningkat dari Rp 20,8 triliun menjadi Rp 69,8 triliun pada 2019 dan Rp 72 triliun pada 2020 untuk sekitar 74.900 desa di Indonesia. Pada 2019, rata-rata setiap desa mendapatkan alokasi Rp 933,9 juta.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Jawa Barat Dedi Supandi menambahkan, ada beberapa desa yang dana desa tahap I dan II belum cair. Penyusunan laporan realisasi terkendala koordinasi antar-institusi desa. Untuk memudahkan pengawasan, perangkat desa harus memperbarui setiap kegiatan penyusunan laporan secara digital.