Teka-teki Terbesar ”Garuda Muda”
Pelatih tim nasional Indonesia U-23, Indra Sjafri, mengklaim telah menemukan kepingan ”puzzle” yang menggenapi timnya. Kini, ia harus menyelesaikan teka-teki terbesar di SEA Games yang belum terpecahkan sejak 1991.
Senyum merekah di wajah para pemain tim nasional Indonesia U-23 setelah mengalahkan Iran, 2-1, dalam laga persahabatan di Stadion Pakansari, Bogor, Sabtu (17/11/2019) petang. Mereka bersujud dan saling berpelukan karena bisa menang atas kesebelasan dari negara yang jauh lebih maju sepak bolanya itu.
Para pemain Iran yang baru saja dikalahkan merupakan para pemain muda yang tidak lama lagi bakal naik kelas ke skuad timnas senior. Mereka punya tugas untuk memastikan Iran tetap bisa rutin tampil di ajang Piala Dunia yang sudah diikuti sebanyak lima kali sejak 1978, termasuk Piala Dunia Rusia 2018 lalu.
Skuad ”Garuda Muda” sebenarnya juga punya tanggung jawab yang tidak jauh berbeda seperti timnas Iran U-23. Namun, tahapan target kedua kesebelasan berbeda. Indonesia belum saatnya mengejar target tampil di kompetisi level dunia atau bahkan Asia karena masih harus mengatasi ketertinggalan di lingkup terkecil, yaitu Asia Tenggara.
Fakta menyedihkan ini sangat jelas terlihat dalam Kualifikasi Piala Dunia 2022 ketika Indonesia bisa ditaklukkan tim-tim Asia Tenggara seperti Thailand, Vietnam, dan Malaysia. Semua kekalahan itu terjadi di kandang sendiri. Bisa tampil di Piala Asia 2023 saja seperti mimpi, apalagi tampil di Piala Dunia 2022.
Oleh karena itu, tugas utama Indonesia saat ini adalah memperkuat fondasi dan mulai menancapkan cakar di wilayah Asia Tenggara dulu melalui para pemain muda. Salah satunya adalah dengan meraih medali emas dalam ajang SEA Games 2019 di Filipina nanti.
Kebetulan Indonesia berada di Grup B yang dihuni tim yang paling sering mendapat emas, yaitu Thailand, dan tim kuat lainnya seperti Vietnam. Kekuatan Garuda Muda akan langsung diuji selama fase penyisihan grup.
Wajar apabila skuad Garuda Muda begitu gembira bisa mengalahkan Iran dalam laga uji coba terakhir sebelum bertarung di SEA Games. Kemenangan ini menunjukkan sebuah kemajuan karena pada laga pertama di Stadion I Wayan Dipta, Gianyar, Bali, Rabu (13/11/2019), kedua tim bermain imbang 1-1. ”Apa yang kami rencanakan dan inginkan di tim ini sudah tercapai,” kata Indra.
Persiapan panjang
Melalui kemenangan itu, Indra merasa para pemain sudah semakin memahami semua intruksi yang ia berikan. Pemahaman itu sendiri telah melalui sebuah proses panjang karena persiapan Garuda Muda dimulai sejak Februari lalu dengan mengikuti ajang Piala AFF U-22 dan keluar sebagai juara untuk pertama kalinya.
Setiba di Tanah Air, skuad Garuda Muda lantas sibuk menghadiri undangan dari Presiden RI, tampil di sebuah acara televisi, hingga mengikuti pawai. Satu bulan setelah semua pesta berakhir, mereka kemudian bertarung di kompetisi yang lebih bergengsi, kualifikasi Piala Asia U-23 2020, dan akhirnya gagal.
Kegagalan itu terutama karena Piala AFF dan ajang kualifikasi Piala Asia berbeda kualitasnya. Di kualifikasi Piala Asia, tim-tim seperti Thailand, Vietnam, dan Malaysia baru mengerahkan kekuatan maksimalnya. Beberapa tim seperti Singapura, Laos, dan Brunei Darussalam pun memutuskan mundur dari Piala AFF karena ingin berkonsentrasi menghadapi kualifikasi Piala Asia yang jauh lebih penting.
Setelah kegagalan itu, Garuda Muda kembali mencari lawan tanding dengan mengikuti Piala Merlion di Singapura dan sebuah turnamen di China. Di Singapura, mereka bertemu Thailand dan Filipina. Sementara di China, mereka berkesempatan menjajal kekuatan China, Jordania, dan Arab Saudi.
Indonesia tidak memenangi satu pun dari ketiga laga di China itu. ”Tapi dari semua lawan yang kami hadapi (dalam laga uji coba), kami jadi belajar merespons situasi sulit,” kata pelatih timnas Indonesia U-23 Indra Sjafri.
Artinya, hasil dari laga-laga itu tidak terlalu penting dibandingkan proses yang sudah dijalani para pemain ketika menghadapi lawan-lawan yang jauh lebih kuat. Proses itu berlanjut dengan datangnya Iran U-23 untuk menantang Garuda Muda.
Dalam dua laga konta Iran, Indra mencapai fase terakhir dalam pematangan skuadnya. Ia telah memilah para pemain yang layak untuk dibawa ke Filipina. Tidak hanya pemain yang mampu memahami taktik yang diberikan, tetapi juga yang memiliki kondisi fisik yang prima karena padatnya jadwal di SEA Games. Jika dihitung hingga laga final, Garuda Muda bakal menjalani tujuh laga dalam dua pekan.
Indra lega ketika melihat para pemainnya mampu mengimbangi permainan menekan yang diperagakan Iran, terutama dalam laga terakhir. Iran memiliki pemain dengan postur tubuh rata-rata yang lebih tinggi dan besar. Kelebihan itu dilengkapi dengan kemampuan individual yang mumpuni.
Perlawanan Iran memaksa Indonesia untuk melatih kekuatan lini pertahanan mereka sekaligus respons dalam menyerang balik. Di lini depan, Indra sudah mendapatkan sosok penyerang seperti Muhammad Rafli yang semakin tajam meski ia berperan sebagai gelandang di klubnya, Arema FC.
Terkait lini tengah, Indra memberi sinyal kuat untuk memilih Zulfiandi dan Evan Dimas Darmono sebagai pemain senior yang akan dibawa ke FIlipina. Sesuai regulasi, setiap tim boleh membawa maksimal dua pemain senior. ”Kepingan puzzle yang hilang selama bertahun-tahun sudah kembali. Evan dan Zulfiandi adalah tonggak sejarah di Piala AFF 2013. Itu yang saya maksud puzzle yang hilang,” ujar Indra.
Evan dan Zulfiandi mempersembahkan gelar juara Piala AFF U-19 2013 dan kemudian meloloskan Indonesia ke Piala Asia U-19 2014. Saat kualifikasi, mereka mampu mengalahkan Korea Selatan 2-1 pada laga terakhir. Namun, Indonesia terhenti di fase grup Piala Asia tersebut.
Evan berjanji menampilkan permainan terbaik jika memang dipilih untuk memperkuat timnas di SEA Games nanti. ”Ini pasti SEA Games terakhir saya dan saya ingin dapat emas. Sebagai pemain yang lebih senior, saya juga sudah membagi banyak pengalaman kepada pemain lainnya,” katanya.
Lama menanti
Harapan Evan sebenarnya mewakili harapan masyarakat Indonesia pada umumnya karena medali emas di cabang sepak bola terakhir kali diraih pada SEA Games 1991 di Filipina atau 28 tahun lalu. Praktis, skuad Garuda Muda saat ini masih harus mengemban misi untuk mengobati kerinduan publik.
Misi yang sama diemban timnas U-23 pada SEA Games 2017 di bawah asuhan pelatih asal Spanyol, Luis Milla. Optimisme dan kegairahan sempat muncul karena sepak bola Indonesia sedang mengawali lembaran baru sejak terbebas dari sanksi pembekuan FIFA. Namun, Garuda Muda asuhan Milla hanya mampu meraih medali perunggu.
Di Filipina nanti, pencarian medali emas tidak hanya sebuah misi, tetapi menjadi teka-teki terbesar yang harus dipecahkan Indra Sjafri dan para pemainnya. Indra harus menemukan kepingan puzzle lainnya. Teka-teki ini juga menjadi tantangan bagi pengurus PSSI untuk segera menemukan cara terbaik dalam mengatasi ketertinggalan dari negara-negara Asia Tenggara lainnya.
Sejauh ini ketika tampil di SEA Games, Indonesia sudah menyiapkan diri dengan menjalani berbagai laga uji coba dan menyeleksi sejumlah pemain dengan ketat. Namun, akhirnya kekecewaan yang diraih. Padahal, ini baru turnamen berskala regional dan lawan-lawan yang ada sudah sering dijumpai.
”Keinginan kami timnas kali ini bisa tampil maksimal. Semoga bisa seperti tahun 1991,” ujar Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan.
Ketika timnas senior sudah terseok-seok di kualifikasi Piala Dunia 2022, prestasi diharapkan datang dari timnas yang lebih muda. Timnas U-16 dan U-19 baru saja meraih tiket ke Piala Asia dan timnas U-19 juga menatap Piala Dunia U-20 2021. Kini bola ada di kaki para pemain timnas U-23.