UMKM Sambut Rencana Penurunan Bunga Kredit Usaha Rakyat
›
UMKM Sambut Rencana Penurunan ...
Iklan
UMKM Sambut Rencana Penurunan Bunga Kredit Usaha Rakyat
Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah menyambut baik rencana pemerintah menurunkan suku bunga Kedit Usaha Rakyat tahun depan. Penurunan bunga kredit dinantikan agar bisa membantu pengembangan usaha.
Oleh
Erika Kurnia
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah menyambut baik rencana pemerintah untuk menurunkan suku bunga kedit usaha rakyat tahun depan. Penurunan bunga kredit dinantikan agar bisa membantu pengembangan usaha. Di sisi lain, perbankan akan menggencarkan edukasi untuk mengantisipasi kredit macet.
Belum lama ini, pemerintah yang diwakili Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan akan menurunkan suku bunga kedit usaha rakyat (KUR) dari 7 persen ke 6 persen. Tak hanya itu, mulai awal tahun depan, batas atas KUR mikro juga akan ditingkatkan dari Rp 25 juta menjadi Rp 50 juta per debitor. Nilai KUR perdagangan juga naik dari Rp 100 juta menjadi Rp 200 juta per debitor.
Penyesuaian kebijakan ini diharapkan dapat memperluas pembiayaan murah untuk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) (Kompas, 17/11/2019).
Siti (41), pengusaha warung bahan kebutuhan pokok di wilayah Jakarta Barat sekaligus penerima KUR, menyatakan senang dengan rencana tersebut. Setelah memanfaatkan KUR lima tahun terakhir, ia merasa terbantu karena kemudahan mendapatkan kredit untuk usaha.
”Seneng banget. Kalau bisa (bunga kredit) lebih rendah lagi,” ujarnya saat ditemui di sela acara ”Gathering Pelatihan UMKM BRI” di Jakarta, Selasa (19/11/2019).
Selama menjadi nasabah KUR, ia meminjam uang dalam nominal yang disesuaikan kebutuhan usahanya. Contohnya, ia pernah mendapat KUR sampai Rp 100 juta untuk menambah modal usaha rumahannya.
Pada kesempatan yang sama, Juwarni (35), seorang pengusaha gerai ponsel di Jakarta Barat, menyatakan kemungkinan dirinya untuk membuka cabang baru pada tahun depan ketika suku bunga kredit KUR turun.
”Kalau bisa kredit lagi, saya mau nambah modal untuk ekspansi,” ujar pengusaha beromzet Rp 4 juta per bulan ini.
Setelah dua tahun memanfaatkan KUR dari perbankan, ia mendapatkan banyak kemudahan untuk meminjam dan mencicil kredit. Namun, keringanan yang didapat, termasuk rencana penurunan kredit, tidak lantas membuatnya lupa diri.
”Bunga kredit turun, alhamdulillah, kita terbantu. Tetapi, harusnya kita tetap tanggung jawab, sanggup enggak sanggup harus bayar cicilan kreditnya,” ujarnya.
Wakil Pemimpin Wilayah PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) Jakarta 3, Darwaji, yang menghadiri pelatihan ”Gathering Pelatihan UMKM BRI”, mengatakan akan terus mengedukasi nasabah mereka agar dapat menggunakan kredit sebaik-baiknya, termasuk jika suku bunga KUR sudah diturunkan tahun depan.
”Kami akan terus mengedukasi mereka agar menjadi nasabah yang baik, kredit digunakan dan usaha mereka dikembangan dengan sebaik-baiknya. Kami juga akan selalu mendampingi mereka agar kredit tersalur dengan baik,” ujarnya.
Prospek bagus
Meski masih menunggu kepastian pemerintah dengan keluarnya peraturan khusus penurunan bunga KUR ke perbankan, Direktur Bisnis Mikro BRI Supari melihat adanya prospek yang cukup bagus pada pertumbuhan nasabah KUR.
”Kebijakan ini bagus karena memperbesar keterjangkauan KUR. Saat ini, BRI baru melayani 11 juta pelaku UMKM dari 62 juta yang ada. BRI telah mengajukan kuota KUR tahun depan dan saat ini masih menunggu keputusan dari pemerintah,” kata Supari.
BRI, selaku penyalur bank penyalur KUR, telah merealisasikan penyaluran KUR sebesar Rp 77,26 triliun sampai akhir September atau triwulan III-2019. Nilai itu telah mencapai 88,8 persen dari total plafon yang didapat tahun ini, yaitu sebesar Rp 86,97 triliun. Rasio kredit bermasalah (net performing loan/NPL) KUR BRI saat ini terjaga di angka 1 persen.
Sementara itu, berdasarkan data Kementerian Koordinator Perekonomian, total penyaluran KUR pada periode yang sama mencapai Rp 115,9 triliun untuk 18 juta debitor. Nilai itu setara 82,79 persen dari target tahun ini yang sebesar Rp 140 triliun. Adapun rasio NPL sebesar 1,23 persen atau lebih rendah daripada NPL secara umum yang mencapai 2,66 persen, menurut data Otoritas Jasa Keuangan.