Usaha rumah tangga atau usaha mikro di Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh, yang saat ini mencapai 12.000 usaha diprediksi akan terus tumbuh. Mereka membutuhkan panggung yang lebih besar agar bisa menjangkau pasar lebih luas.
Oleh
ZULKARNAINI MASRY
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Usaha rumah tangga atau usaha mikro di Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh, yang saat ini mencapai 12.000 usaha diprediksi akan terus tumbuh. Mereka membutuhkan panggung yang lebih besar agar bisa menjangkau pasar lebih luas.
Wali Kota Banda Aceh Aminullah Usman saat membuka pameran produk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), Selasa (19/11/2019), di Banda Aceh, menuturkan, usaha rumah tangga atau usaha mikro telah menjadi tulang punggung ekonomi warga dan semakin berkembang. ”Peran pemerintah sekarang mendampingi dan membantu pemasarannya,” kata Aminullah.
Oleh sebab itu, digelar pameran produk UMKM yang diselenggarakan Dinas Perdagangan Perindustrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Banda Aceh itu. Ini merupakan bentuk keterlibatan pemerintah mempromosikan produk usaha mikro kepada publik.
Aminullah menilai kualitas produk usaha mikro kini dapat bersaing dengan produk pabrikan. Dia mencontohkan rasa cokelat batangan produksi Cilet Coklat, sebuah usaha mikro di Banda Aceh, tidak kalah dengan cokelat buatan pabrik makanan. Bukan hanya dari rasa, melainkan kemasannya juga menarik dipandang. Kemasan didesain dengan mengusung tema pahlawan, tarian, rumah adat, dan obyek wisata. ”Banyak anak muda yang terlibat di usaha mikro. Mereka sangat kreatif,” kata Aminullah.
Pemerintah Kota Banda Aceh melibatkan pelaku usaha mikro dalam banyak kegiatan, terutama di sektor wisata. Dengan demikian, pelaku usaha dapat menjual produk kepada wisatawan. Pada umumnya tidak memiliki gerai atau toko. Mereka memasarkan produk melalui media sosial, ikut pameran, dan memanfaatkan kegiatan publik lainnya.
Semakin banyak kegiatan di Banda Aceh, semakin besar pula pasar yang terbuka bagi pelaku usaha mikro.
”Semakin banyak kegiatan di Banda Aceh, semakin besar pula pasar yang terbuka bagi pelaku usaha mikro. Untuk akses permodalan, Pemkot Banda Aceh memiliki lembaga keuangan mikro, silakan ajukan pinjaman ke sana,” kata Aminullah.
Supriadi (35), pemilik usaha Cilet Coklat, mengatakan, pelaku usaha mikro bersaing secara sehat untuk menghasilkan produk terbaik. Tahun lalu, Supriadi ikut pameran produk UMKM di Jakarta. Selama setengah hari, dua koper cokelat batangan Cilet Coklat ludes terjual. Bagi Supriadi, itu menunjukkan produk usaha mikro diterima pasar nasional.
Bagi dia, semakin banyak usaha mikro di Banda Aceh, semakin baik karena sesama pengusaha bisa saling berbagi ilmu. ”Yang dibutuhkan pelaku usaha mikro saat ini bukan modal uang, melainkan pendampingan dan membuka pasar,” kata Supriadi.
Kepala Dinas Perdagangan Perindustrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Banda Aceh Muhammad Nurdin mengatakan, usaha mikro kebanyakan bergerak di bidang kuliner, baik tradisional maupun modern. Kemajuan teknologi juga mendorong pertumbuhan usaha mikro. Meski tanpa gerai, dengan adanya layanan antar-jemput makanan berbasis aplikasi, produk usaha mikro semakin mudah menjangkau konsumen.
Selama ini, sebagai pusat ibu kota provinsi, ekonomi Banda Aceh ditopang oleh sektor perdagangan, jasa, angkutan, komunikasi, dan wisata. ”Kontribusi sektor usaha mikro dan perdagangan untuk pendapatan domestik bruto mencapai 35 persen,” kata Nurdin.