Sektor ekonomi digital yang berpotensi meningkatkan pertumbuhan itu adalah logistik, telekomunikasi, dan e-dagang. Selama ini, ketiga sektor itu saling terkait dengan laman pemasaran yang memegang peran krusial.
Oleh
erika kurnia
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ekonomi digital memiliki efek pengganda bagi perkembangan dan pertumbuhan perekonomian nasional. Hal ini perlu terus didorong untuk menumbuhkan ekonomi, terlebih pada sektor industri pengiriman barang, telekomunikasi, dan e-dagang.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate, Rabu (20/11/2019), mengatakan, di tengah bayang-bayang perlambatan ekonomi dunia, Indonesia masih mampu menjaga pertumbuhan ekonomi di level aman. Pertumbuhan ekonomi ini terus dijaga dan ditingkatkan, salah satunya dengan mengoptimalkan peran teknologi digital.
”Tugas kita bersama untuk jaga ini agar pertumbuhan tetap baik dan cepat mengambil keputusan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Indonesia di masa depan akan bergantung pada pemanfaatan digital dan kesiapan sumber daya manusia dalam transformasi ini,” kata Johnny dalam pembukaan acara ”Konvensi Nasional Pos dan Informatika” di Jakarta.
Dalam kesempatan itu, Johnny menyinggung koreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia oleh Dana Moneter Internasional (IMF) tahun ini. IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global di 2019 dari 3,9 persen menjadi 3,0 persen.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Januari-September 2019 sebesar 5,04 persen, lebih rendah daripada periode sama 2018 sebesar 5,17 persen. ”Meski turun, Indonesia masih mampu bertahan,” katanya.
Johnny menambahkan, sektor ekonomi digital yang berpotensi meningkatkan pertumbuhan itu adalah industri pengiriman barang, telekomunikasi, dan e-dagang. Selama ini, ketiga sektor itu saling terkait dengan laman pemasaran (marketlace) yang memegang peran krusial dalam pertumbuhan ekonomi digital.
Sektor ekonomi digital yang berpotensi meningkatkan pertumbuhan itu adalah industri pengiriman barang, telekomunikasi, dan e-dagang.
Presiden Direktur JNE Mohammad Feriadi mengemukakan, industri logistik yang menyokong pertumbuhan ekonomi digital diuntungkan dengan kondisi geografis Indonesia. Wilayah kepulauan luas yang dipisahkan lautan membuat perusahaan logistik memiliki banyak alternatif metode dan jalur pengantaran barang.
”Indonesia dengan negara kepulauan diuntungkan karena JNE jadi bisa menawarkan beberapa layanan. Kalau di negara daratan China, yang memiliki kemacetan buruk, tidak butuh layanan same day delivery (sehari sampai). Namun, kita bisa sediakan layanan itu karena ada alternatif transportasi udara dan laut,” katanya.
Ia berharap, pemerintah terus membangun dan mengembangkan infrastruktur untuk mendukung industri logistik, tidak hanya menambah bandar udara dan jalan tol, tetapi juga pelabuhan. Sementara itu, perusahaan logistik juga perlu terus berinovasi meningkatkan layanan.
Saat ini, JNE tengah mengembangkan Mega Hublogistik untuk mempercepat proses mobiltas paket pengiriman barang dengan sistem penyortiran terotomasi. Inovasi itu dibutuhkan untuk menyesuaikan jumlah pengiriman barang. JNE saja kini bisa melayani 19 juta paket per hari.
JNE tengah mengembangkan Mega Hublogistik untuk mempercepat proses mobiltas paket pengiriman barang dengan sistem penyortiran terotomasi.
Jumlah itu terkait dengan pertumbuhan perdagangan melalui e-dagang. Pada 2016, nilai perdagangan e-dagang Indonesia tercatat mencapai 22,6 miliar dollar AS. Pada 2017, terjadi peningkatan 5,7 kali lipat, yakni mencapai 130 miliar dollar AS.
Pada Oktober 2019, Temasek bersama Google dan Bain Company merilis laporan yang menyebut Indonesia sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi digital terbesar dan tercepat di Asia Tenggara.
Pada tahun ini, Indonesia mencetak 40 miliar dollar AS atau Rp 556,6 triliun, setara 13,6 persen produk domestik bruto (PDB) yang triwulan III-2019 ini Rp 4.067,8 triliun. Nilai itu tumbuh empat kali lipat dari tahun 2015.
Pada posisi itu, Indonesia mampu mengalahkan Thailand (16 miliar dollar AS), Singapura (12 miliar dollar AS), Vietnam (12 miliar dollar AS), Malaysia (11 miliar dollar AS), dan Filipina (7 miliar dollar AS). Pada 2025, ekonomi digital Indonesia diprediksi akan melonjak hingga 133 miliar dollar AS.
Kolaborasi
Presiden Bukalapak Fajrin Rasyid mengatakan, peningkatan ekonomi digital bergantung pada dukungan banyak pihak yang saling berkolaborasi. Sebagai salah satu platform laman pemasaran terbesar asal Indonesia, Bukalapak telah berkolaborasi dengan pengusaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Selain dapat meningkatkan UMKM, kolaborasi itu juga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi melalui teknologi digital. Bukalapak tidak hanya menyediakan ruang pemasaran, tetapi juga meningkatkan kapasitas UMKM melalui program pelatihan.
”Bukalapak ingin membuat UMKM lebih maju lagi. Kami berusaha meng-empower mereka agar berjualan di platform kami. Saat ini, kami rutin mengadakan pelatihan di 100 kota. Kami memilih pengusaha-pengusaha digital dengan omzet puluhan juta untuk melatih pengusaha lain agar naik kelas,” katanya.
Selain kolaborasi langsung dengan pengusaha, lanjut Fajrin, kolaborasi dengan pemerintah daerah juga penting agar potensi daerah terangkat.
Mantan Bupati Bojonegoro Suyoto berpendapat, kolaborasi pemerintah dengan masyarakat dan pemangku kepentingan terkait ekonomi digital memang penting. Pemerintah tidak hanya berperan mengakomodasi ketersediaan infrastruktur, tetapi bisa juga membantu permodalan dan membuka akses usaha secara digital.
”Pengalaman saya, ketika bertemu dengan komunitas membuat kami yang awalnya reaktif lama-lama jadi proaktif dan mau berkolaborasi. Kita bantu apa yang bisa kita lakukan bareng-bareng untuk mendukung, baik keperluan bisnis internal pemerintah maupun memfasilitasi bisnis masyarakat,” katanya.
Suyoto juga menyatakan, pemerintah juga perlu membuat ekosistem ekonomi digital di setiap daerah. Tujuannya agar ekonomi bisa tumbuh dengan baik di daerah.