Pemerintah Ingin SDM Berkualitas, tetapi Aspek Lama Sekolah dan Berpikir Kritis Masih Rendah
›
Pemerintah Ingin SDM...
Iklan
Pemerintah Ingin SDM Berkualitas, tetapi Aspek Lama Sekolah dan Berpikir Kritis Masih Rendah
Saat ini, berdasarkan indeks daya saing global 4.0, Indonesia menempati peringkat ke-65 dari 141 negara dari sisi keahlian sumber daya manusianya.
Oleh
MARIA PASCHALIA JUDITH JUSTIARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah ingin meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia demi mengejar pertumbuhan ekonomi 7 persen per tahun dan produk domestik bruto hingga 7 triliun dollar Amerika Serikat. Namun, saat ini, berdasarkan indeks daya saing global 4.0, Indonesia menempati peringkat ke-65 dari 141 negara dari sisi keahlian sumber daya manusianya. Aspek yang memiliki nilai terendah dari sisi keahlian adalah rata-rata lama sekolah dan pengajaran berpikir kritis (critical thinking in teaching).
Pertumbuhan ekonomi Indonesia membutuhkan penguatan sumber daya manusia (SDM) berkualitas. Sementara di masa depan, orientasi kualitas yang dibutuhkan berada di ranah softskill.
Menurut pendiriIndonesia Economic Forum Shoeb Kagda, Indonesia sebenarnya berpeluang meraih pertumbuhan ekonomi hingga pendapatan domestik bruto (PDB) di angka 7 triliun dollar Amerika Serikat (AS). ”Inovasi, talenta, dan kemampuan adaptasi menjadi aset kunci bagi (pertumbuhan ekonomi) Indonesia,” katanya saat membuka acara Indonesia Economic Forum yang diadakan di Jakarta, Rabu (20/11/2019).
Ketiga hal tersebut berkaitan erat dengan kualitas SDM. Shoeb berpendapat, produktivitas dan skills (keahlian) SDM akan menjadi motor penggerak utama pertumbuhan ekonomi Indonesia. SDM berkualitas juga menjadi faktor kunci bonus demografi bagi Indonesia.
Berdasarkan laporan berjudul The Future of Jobs 2018 yang dipublikasikan World Economic Forum, ada 10 keahlian SDM yang dibutuhkan dunia pada 2020. Kesepuluh keahlian itu terdiri dari berpikir analitis dan inovasi; pembelajaran aktif dan strategis; kreativitas, orisinalitas, dan berinisiatif; mendesain teknologi dan pemrograman; penyelesaian masalah kompleks; kepemimpinan dan berpengaruh secara sosial; kecerdasan emosi; berpikir kausal (reasoning), menyelesaikan masalah dan menyusun ide (ideation); serta analisis sistem dan evaluasi.
Sementara itu, dalam laporan indeks daya saing global 4.0 yang dirilis World Economic Forum pada Oktober menunjukkan, pilar keahlian Indonesia menempati posisi ke-65 dari 141 negara dengan nilai 64 dari skala 100. Jika diperinci, aspek yang memiliki nilai terendah dari pilar ini ialah rata-rata lama sekolah dan pengajaran berpikir kritis.
Berdasarkan laporan yang sama, pilar pasar tenaga kerja Indonesia bernilai 58,2 dan berada di peringkat ke-85 dari 141 negara. Apabila ditilik ke pembentuk pilar ini, aspek-aspek yang berkaitan dengan fleksibilitas tenaga kerja menempati posisi ke-119 dari 141 negara.
Kualitas SDM Indonesia terkini juga dapat dilihat dari data ketenagakerjaan. Shoeb juga menyoroti pengangguran yang terjadi di Indonesia, utamanya yang memiliki gelar pendidikan tertentu.
Badan Pusat Statistik mencatat, penduduk usia kerja pada Agustus 2019 mencapai 197,91 juta jiwa. Dari penduduk usia kerja tersebut, tingkat pengangguran terbuka 5,28 persen. Jika diperinci dari profil pendidikannya, proporsi tingkat pengangguran terbuka yang merupakan lulusan sekolah menengah kejuruan, diploma I/II/III, dan universitas masing-masing 10 persen, 5,99 persen, dan 5,67 persen.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Rizal Affandi Lukman menyebutkan, Indonesia tidak dapat mencapai total PDB 7 triliun dollar AS jika rata-rata pertumbuhan ekonominya hanya 5 persen per tahun. Untuk memperoleh capaian tersebut, ekonomi Indonesia mesti tumbuh 7 persen per tahun.
Dalam meraih pertumbuhan ekonomi senilai 7 persen per tahun itu, kualitas SDM memiliki peranan penting. ”Penguatan kualitas SDM akan berdampak pada peningkatan produktivitas dan pendapatan sehingga menggerakkan perekonomian,” kata Rizal.
Terkait kualitas SDM dan keahlian yang harus dimiliki, Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Internasional Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Widjadja Kamdani berpendapat, penguatannya dapat melalui kurikulum di institusi pendidikan sejak dini. ”Dunia usaha dan industri mendukung pemerintah untuk mengevaluasi dan menyesuaikan kurikulum, bahkan dari tingkat pendidikan anak usia dini (PAUD),” katanya.
Secara keseluruhan, Shinta menyatakan, SDM merupakan faktor kunci dalam pertumbuhan ekonomi saat ini. Penguatan SDM sebagai talenta bangsa berbanding lurus dengan kualitas penelitian dan pengembangan serta penguasaan teknologi.
Perjanjian dagang
Menurut Shinta, Indonesia dapat memanfaatkan kerja sama perdagangan yang bersifat komprehensif untuk menguatkan kualitas SDM. Misalnya, Kesepakatan Kerja Sama Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia (IA-CEPA).
Rizal menyatakan, IA-CEPA membuka kesempatan bagi SDM Indonesia untuk menguatkan vokasional. Selain itu, IA-CEPA juga memberikan kesempatan bagi Australia untuk membuka institusi pendidikannya di Indonesia. Indonesia pun memiliki peluang untuk belajar dari profesor Australia melalui kehadiran institusi pendidikan tersebut.
Skema lainnya ialah kerja sama antara pelaku usaha swasta dan pemerintah. Rizal mencontohkan Apple Training Center yang dibuka di Indonesia untuk melatih SDM dalam negeri di bidang teknologi. Di sisi lain, Apple pun mendapatkan keuntungan melalui penyerapan tenaga kerja secara langsung dari pusat pelatihan tersebut.