Siti Komariah, Bertahun-tahun Mengajar Seorang Diri
Siti Komariah (29) menjadi satu-satunya guru di SD Muhammadiyah 4 Palembang Filial di Desa Saluran, Kabupaten Banyuasin. Meski sendiri dan gajinya sangat kecil, ia tetap bertahan demi pendidikan anak-anak di desa itu.
Siti Komariah (29) menjadi satu-satunya guru yang mengajar di Sekolah Dasar Muhammadiyah 4 Palembang Filial di Desa Saluran, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Meski sendirian dan gajinya sangat kecil, ia tetap bertahan demi pendidikan anak-anak desa itu.
Rabu (13/11/2019) pagi, meja kerja Siti Komariah dikepung para murid. Mereka berebut meminta bimbingan atau sekadar perhatian. Meski suara mereka begitu riuh, Siti dengan sabar meladeni mereka satu per satu.
Suasana seperti itu hampir setiap hari terjadi. Maklum, Siti adalah guru satu-satunya di SD tersebut. Ia mesti mengajar sekaligus 25 siswa dari kelas I hingga kelas VI.
Murid-murid dari kelas berbeda-beda itu disatukan dalam satu ruang kelas yang sama. Namun, mereka duduk berkelompok berdasarkan kelasnya masing-masing. Murid kelas I duduk di sisi paling kanan ruang kelas, sedangkan siswa kelas VI duduk di sisi paling kiri. Meja dan kursi yang digunakan jauh dari kata bagus. Buku yang mereka pakai adalah buku terbitan lama yang sudah kumal.
Hari itu, Siti mengajar matematika untuk semua murid dari semua kelas. Karena ia kewalahan mengurus 25 siswa, ia meminta bantuan suaminya, Dika Aryanto (39), untuk mengajar murid kelas I dan II. Sementara itu, Siti mengajar murid kelas III hingga kelas VI.
Dika bukan guru, melainkan petani. Ketika ia tidak paham materi pelajaran matematika yang akan diajarkan kepada murid, ia pun bertanya kepada Siti.
Meski kadang tak banyak membantu, kehadiran dan dukungan Dika membuat Siti bersemangat. ”Berkat dukungan dia, saya masih bertahan hingga saat ini,” ujar Siti.
Tiga tahun sudah Siti mengajar seorang diri di SD Muhammadiyah 4 Palembang Filial Desa Saluran. Dulu, ketika pertama kali mengajar di SD itu tahun 2014, ada dua guru lain yang bertugas di sana. Namun, tahun 2016 keduanya pergi karena gajinya tersendat.
Gaji Siti juga pernah tersendat selama beberapa bulan, tapi ia memilih bertahan. ”Sampai sekarang tinggal saya sendiri yang mengajar di sini,” kata Siti.
Bagaimana desa ini mau maju jika anak-anaknya tidak sekolah. Setidaknya anak-anak didik saya bisa sekolah sampai SMP.
Ia mengaku digaji Rp 500.000 per bulan oleh sekolah induk, yakni SD Muhammadiyah 4 Palembang. Uang gaji itu lebih sering habis untuk membeli perlengkapan mengajar daripada masuk ke dompet pribadi. Meski begitu, ia tetap bersyukur. Setidaknya ia masih mendapat kesempatan mengajar anak-anak di desanya.
Bagi Siti, menjadi guru, terlebih di desa terpencil seperti Saluran, bukan untuk mengejar materi, melainkan untuk mengabdi. ”Bagaimana desa ini mau maju jika anak-anaknya tidak sekolah. Setidaknya anak-anak didik saya bisa sekolah sampai SMP,” kata Siti yang hanya lulusan SMA ini.
Tekad Siti makin tebal ketika menyaksikan sendiri bagaimana perjuangan murid-muridnya untuk sekolah. Murid yang rumahnya jauh dari sekolah harus mengarungi sungai dengan perahu untuk sampai ke sekolah. Karena itu, Siti merasa amat bersalah jika ia berhalangan mengajar, misalnya ketika anaknya sakit.
Dalam kondisi seperti itu, murid-muridnya di kelas VI biasanya akan menggantikan perannya sebagai guru untuk mengajari murid di kelas yang lebih rendah. ”Mereka tidak mau libur,” tambah Siti.
Ketika murid-murid itu mengikuti ujian semester atau ujian nasional, mereka harus pergi ke sekolah induk melalui jalan yang sulit. Mereka biasanya menginap beberapa hari di rumah warga di dekat sekolah induk selama musim ujian.
Jalan yang sulit
SD Muhammadiyah 4 Palembang Filial Desa Saluran masuk ke wilayah Kabupaten Banyuasin. Namun, SD ini menginduk ke sekolah Muhammadiyah 4 Palembang yang jaraknya lebih dekat. Meski hanya berjarak 20 kilometer dari Palembang, jalan menuju Saluran masih berupa tanah merah. Ketika musim kemarau, jalan ini berdebu. Saat hujan turun, jalan berubah jadi kubangan lumpur.
Desa itu juga belum menikmati layanan listrik dan air bersih. Bahkan, dari 56 rumah di sekitar SD Muhammadiyah 4 Filial, hanya dua yang memiliki MCK cukup layak.
SD Muhammadiyah 4 Filial dibangun secara swadaya oleh warga Desa Saluran pada 2002 yang kebanyakan bekerja sebagai petani sawah dan kebun sawit. Bangunan sekolah berukuran 6 meter x 3 meter itu sangat sederhana.
Temboknya dibuat dari bata tanpa lapisan semen. Atapnya dari seng yang di beberapa bagian sudah berkarat. Lantainya hanya dilapisi semen yang di beberapa bagian telah retak. ”Sejak pertama dibangun sampai sekarang, bangunan ini tidak pernah direnovasi,” ujar Siti.
Meski kondisinya sangat sederhana dan hanya memiliki satu guru, SD itu tetap menjadi pilihan warga untuk mengakses pendidikan dasar. Pasalnya, sekolah itu dekat dengan permukiman warga. Selain itu, warga tidak perlu membayar untuk menyekolahkan anak mereka di sana.
Di Desa Saluran, sebenarnya ada SD lain, yakni SDN 2 Filial. Namun, jaraknya cukup jauh dari permukiman. Untuk menuju SDN itu, warga mesti melewati jalan sempit dan sepi yang diapit sawah dan kebun sawit. SDN dengan bangunan yang lebih baik itu hanya memiliki dua guru dan 17 murid.
Sejauh ini belum sekali pun ada bantuan dari pemerintah. Mungkin mereka tidak tahu kami ada di sini.
Siti berharap pemerintah bisa memberikan bantuan kepada SD Muhammadiyah 4 Filial Desa Saluran, terutama tenaga pengajar. Jika ada tenaga kerja tambahan, Siti yakin murid-muridnya bisa belajar dengan maksimal.
”Sejauh ini belum sekali pun ada bantuan dari pemerintah. Mungkin mereka tidak tahu kami ada di sini,” kata Siti yang sangat khawatir jika sekolahnya sewaktu-waktu terpaksa ditutup lantaran tidak punya guru.
Beruntung, bantuan dari perusahaan dan komunitas mulai muncul. Salah satunya dari komunitas pendidikan dan literasi, Sriwijaya Membaca, yang membantu Siti mengembangkan pengajaran di sekolah itu sejak April 2019.
Sepri Belliansyah, pendiri Sriwijaya Membaca, mengatakan, di Palembang setidaknya ada 20 sekolah yang belum layak. Bahkan, di Sumsel ada ratusan sekolah yang belum layak.
”Beruntung sekolah ini (di Desa Saluran) memiliki guru seperti Siti yang tetap bertahan mengajar di tengah berbagai keterbatasan,” ujarnya.
Siti Komariah
Lahir: Palembang, 25 Oktober 1990
Anak: Nazril Hilal dan Nazuar Rahil Hilal
Pendidikan:
- SD Negeri 2 Makarti Jaya, Banyuasin
- SMP Negeri 1 Makarti Jaya, Banyuasin
- SMA Negeri 1 Makarti Jaya, Banyuasin