Tokoh Agama Ingatkan Pelajaran Penting dari Teror Bom Medan
›
Tokoh Agama Ingatkan Pelajaran...
Iklan
Tokoh Agama Ingatkan Pelajaran Penting dari Teror Bom Medan
Teror bom bunuh diri di Medan, Sumatera Utara, tidak bisa dianggap remeh. Peristiwa ini merupakan pelajaran penting agar semua pihak menaruh perhatian serius perkembangan paham radikalisme.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Teror bom bunuh diri di Markas Kepolisian Resor Kota Besar Medan, Sumatera Utara, menjadi pengingat agar tak meremehkan ideologi kebencian membajak ajaran agama. Fenomena ini terjadi karena adanya pemahaman sebagian orang tentang ajaran agama yang tidak utuh.
Pandangan ini disampaikan tokoh agama Sumatera Utara Tuan Guru Batak Syekh Ahmad Sabban El-Rahmaniy Rajagukguk saat berkunjung ke Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Jakarta, Rabu (20/11/2019). Bom bunuh diri di Medan, kata Tuan Guru, menjadi alarm bagi tokoh agama untuk tidak meremehkan paham radikalisme agama. Untuk menghadapinya, dibutuhkan kerja sama multipihak.
”Tokoh-tokoh agama harus sampai ke akar rumput, memastikan tidak ada gerakan-gerakan yang mengajarkan kekerasan dan kebencian,” kata Tuan Guru. Tuan Guru datang ke Jakarta untuk berdialog dengan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD, Rektor Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Saidurrahman, dan rohaniawan Benny Susetyo.
Saidurrahman menambahkan, Sumatera Utara merupakan miniatur Indonesia. Di dalamnya terdapat sejumlah agama dan aneka suku. Semua pihak harus satu bahasa untuk melakukan deradikalisasi dan mempererat kerukunan.
Dia melanjutkan, terorisme di Sumatera Utara tak lepas dari minimnya pemahaman akan moderasi agama. Oleh sebab itu, melalui pendidikan, masyarakat diajak untuk memahami bahwa agama merupakan rahmat. ”Radikalisme dengan bungkus agama itu berbahaya. Padahal, di UIN, kami selalu mengajarkan bahwa Islam rahmat bagi seluruh alam,” katanya.
Menurut Romo Benny, terorisme di Medan itu merupakan doktrin budaya kematian. Orang yang terpapar doktrin itu tidak lagi dapat memahami esensi ajaran agama. ”Bahaya ideologi kematian itu adalah menyesatkan orang. Orang seolah mendapat Hal yang sakral dan suci, padahal hanya diperalat untuk kepentingan politik sesaat,” katanya.
Benny menilai hal ini berangkat dari pemahaman tentang agama yang tak utuh. Banyak orang hanya belajar agama dari media sosial secara instan. Padahal, katanya, butuh waktu panjang untuk mendapatkan kedalaman ajaran agama.
Mengatasi hal itu, ia menyatakan bahwa penting untuk mengarusutamakan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Ruang publik harus dikelola secara inklusif, tidak hanya di tingkat elite tetapi juga di tatanan akar rumput. ”Kita harus melawan terorisme dengan menempatkannya sebagai musuh kemanusiaan,” katanya.
Pada Rabu (13/11/2019), RMN meledakkan diri di Markas Polrestabes Medan. Beberapa hari sesudahnya, polisi menangkap jejaring RMN yang merupakan kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
Dari puluhan orang yang ditangkap terdapat seseorang berinisial C yang diduga menyediakan dana untuk aksi terorisme. Polisi fokus mencari sumber dana dan untuk keperluan apa saja uang itu digunakan oleh jaringan teroris tersebut (Kompas, 18/11/2019).
Kemarin, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Kiagus Ahmad Badaruddin menyatakan bahwa sudah banyak rekening terindikasi milik JAD yang dibekukan. Modus pencucian uang terorisme pun terus berkembang. ”Teroris itu bahkan sekarang terima uang di luar negeri. Nanti baru dibagikan dari sana dan dibawa ke Indonesia,” katanya.