Sejumlah indikator menunjukkan adanya gejala perlambatan pertumbuhan konsumsi pada masyarakat kelas menengah ke bawah yang merupakan bagian terbesar populasi Indonesia.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah indikator menunjukkan adanya gejala perlambatan pertumbuhan konsumsi pada masyarakat kelas menengah ke bawah yang merupakan bagian terbesar populasi Indonesia. Peningkatan pendapatan masyarakat menjadi solusi untuk mengatasi hal tersebut.
Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N Mandey, gejala perlambatan konsumsi sepanjang 2019 terjadi di kelompok menengah ke bawah. ”Masyarakat yang tergolong di kelompok menengah ke bawah paling banyak jumlahnya. Perlambatan ini disebabkan oleh tidak optimalnya pendapatan sebagai sumber konsumsi,” katanya saat ditemui setelah acara diskusi bisnis yang digelar PASFM 92,4 dengan tema ”Alarm Perlambatan Ekonomi” yang digelar di Jakarta, Rabu (20/11/2019).
Perlambatan pertumbuhan konsumsi itu salah satunya terindikasi dari perbandingan pencapaian kinerja ritel pada triwulan II dan triwulan III-2019 dengan tahun sebelumnya. Roy memaparkan, pertumbuhan tahunan (year-on-year) penjualan pada triwulan II-2019 sebesar 7-7,5 persen, sedangkan triwulan III-2019 sekitar 6 persen.
Jika dibandingkan, pertumbuhan penjualan ritel pada triwulan II-2018 mencapai 10-11,5 persen secara tahunan. Adapun pertumbuhan tahunan pada triwulan III-2018 berkisar 6-7 persen (Kompas, 22/10/2019).
Roy mengharapkan pertumbuhan pada triwulan IV-2019 bisa mencapai 10-11 persen sehingga kinerja penjualan ritel sepanjang 2019 dapat tumbuh sekitar 8 persen. Awalnya, penjualan ritel sepanjang 2019 diperkirakan tumbuh sekitar 10 persen.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, indeks tendensi konsumsi pada triwulan III-2019 mencapai 101,03. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan triwulan II-2019 yang sebesar 125,68 dan triwulan III-2018 yang senilai 101,23.
Berdasarkan Survei Konsumen Bank Indonesia, indeks keyakinan konsumen cenderung menurun sejak Mei 2019 hingga pada Oktober 2019 yang tercatat sebesar 118,4. Indeks tersebut lebih rendah dibandingkan dengan Oktober 2018 dan September 2019 yang masing-masing 119,2 dan 121,8.
Melemahnya konsumsi akan berpengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pasalnya, konsumsi memiliki kontribusi terbesar dalam pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan data BPS, kontribusi konsumsi sebesar 56,52 persen pada struktur produk domestik bruto (PDB) sepanjang triwulan III-2019.
Menurut Roy, anjloknya produktivitas industri menyebabkan pendapatan yang tidak optimal sehingga berdampak pada perlambatan konsumsi. ”Dalam hal ini, pemerintah mesti mendorong investasi untuk industri padat karya sehingga lebih banyak tenaga kerja dari masyarakat menengah ke bawah yang terserap,” katanya.
Selain itu, Roy berpendapat, kenaikan jumlah pekerja di sektor informal, seperti pengemudi ojek dalam jaringan, juga menjadi faktor melemahnya konsumsi. Pekerja di sektor informal cenderung tidak menerima pendapatan dalam jumlah tetap sehingga konsumsinya pun tidak stabil.
Berdasarkan pengolahan data BPS, jumlah tenaga kerja di sektor informal pada Agustus 2019 mencapai 70,49 juta orang. Adapun pada Agustus 2018, jumlahnya 70,48 juta orang.
Dalam kesempatan yang sama, ekonom senior Universitas Indonesia, Faisal Basri, menyatakan, dana desa dapat menjadi solusi untuk meningkatkan pendapatan kelompok masyarakat menengah ke bawah. ”Namun, kebijakan pemanfaatan dana desa ini sebaiknya diserahkan pada pemerintah setempat karena lebih paham kebutuhan aktualnya. (Kebijakan dana desa) tidak dapat diseragamkan di seluruh Indonesia,” katanya.
Secara umum, Faisal dan Roy berpendapat, dana desa mesti berorientasi pada pemberdayaan ekonomi. Misalnya, untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas kegiatan usaha mikro, kecil, dan menengah yang berada di desa tersebut.
Faisal juga mengingatkan, pemerintah mesti mengendalikan inflasi untuk menjaga konsumsi masyarakat. ”Jangan sampai pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) dan tarif listrik secara drastis. Kenaikan sebaiknya bersifat gradual agar tidak menimbulkan syok di masyarakat,” katanya.