AS Minati Investasi Keamanan Siber, Indonesia Masih Menimbang-nimbang
›
AS Minati Investasi Keamanan...
Iklan
AS Minati Investasi Keamanan Siber, Indonesia Masih Menimbang-nimbang
Amerika Serikat berminat berinvestasi dalam sektor teknologi keamanan siber. Namun, Indonesia masih menyiapkan regulasi keamanan siber dan mempertimbangkan investasi di bidang itu karena menyangkut sensitivitas data.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Amerika Serikat berminat berinvestasi dalam sektor teknologi keamanan siber. Namun, Indonesia masih menyiapkan regulasi keamanan siber dan mempertimbangkan investasi di bidang itu karena menyangkut sensitivitas data.
Ketua Komisi I DPR Meutya Viada Hafid, Kamis (21/11/2019), mengatakan, Amerika Serikat (AS) berpotensi membantu Indonesia untuk meningkatkan teknologi keamanan siber. Hal ini penting karena Indonesia masih tertinggal di bidang tersebut.
”Namun, kami masih memiliki pekerjaan rumah untuk menyelesaikan perundangan bidang ini. Kami juga tengah mengusahakan perundangan ini tetap dapat menarik investasi,” kata Meutya dalam acara Pertemuan Investasi Indonesia-AS Ke-7 2019 bertema ”Making an Impact” di Jakarta.
Berdasarkan survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, pengguna internet di Indonesia pada 2018 mencapai 171,17 juta orang, dengan tingkat penetrasi nasional sebesar 64,8 persen. Sebanyak 55,7 persen pengguna internet berada di Pulau Jawa.
Meutya berpendapat, data itu menggambarkan, pengguna internet belum tersebar merata di seluruh Indonesia. Artinya, masih ada ketimpangan literasi digital di Indonesia. Padahal, risiko serangan siber dapat terjadi pada siapa saja melalui internet.
”Karena itu, kita perlu melindungi Indonesia dari risiko tersebut (di tengah ketimpangan literasi digital) dengan hukum,” ujarnya.
Managing Director of AmCham Indonesia Lin Neumann mengatakan, perusahaan-perusahaan AS berminat berinvestasi di sektor teknologi keamanan siber. Sejumlah perusahaan pemilik teknologi tersebut pun sudah berkantor di Indonesia.
Perusahaan-perusahaan AS berminat berinvestasi di sektor teknologi keamanan siber. Sejumlah perusahaan pemilik teknologi tersebut pun sudah berkantor di Indonesia.
Sementara Deputi Bidang Kerja Sama Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Wisnu Wijaya Soedibjo menyatakan, BKPM tengah mendiskusikan peluang-peluang investasi di bidang teknologi informasi, terutama yang menyangkut keamanan data. BKPM tidak mau gegabah memberikan izin begitu saja karena keamanan data di dalam negeri merupakan hal yang sensitif.
”Kami masih mempelajari perizinan dalam hal sensitivitas data. Investasi (dalam teknologi keamanan siber) masih berada di taraf diskusi,” ujarnya.
Kami masih mempelajari perizinan dalam hal sensitivitas data. Investasi (dalam teknologi keamanan siber) masih berada di taraf diskusi.
BKPM mencatat, sepanjang Januari-September 2019, nilai investasi AS di Indonesia menempati posisi ke-8 dengan nilai 7,32 miliar dollar AS. Investasi AS itu mayoritas berada di sektor pertambangan, pasokan listrik, air, dan gas, industri makanan, serta hotel dan restoran.
Corporate, External, and Legal Affairs Microsoft Sunny J Park mengemukakan, ekosistem ekonomi digital disokong oleh kepercayaan sehingga perlu keamanan siber. Dalam hal ini, perusahaan teknologi dapat mengambil andil melalui skema kemitraan swasta-publik (public private partnership).
Berdasarkan riset yang diadakan Microsoft, jumlah responden yang percaya pada teknologi digital hanya 44 persen. Kepercayaan publik terhadap dunia digital dibangun dari lima aspek, yaitu privasi, keamanan, reliabilitas, etika, dan compliance.
Kepala Subbidang Pengendalian Sistem Elektronik, Ekonomi Digital, dan Perlindungan Data Pribadi Kementerian Komunikasi dan Informatika Riki Arif Gunawan menyatakan, pertahanan terhadap keamanan siber berasal dari diri sendiri. Oleh sebab itu, edukasi kepada masyarakat menjadi penting.
Direktur Identifikasi Kerentanan dan Penilaian Risiko Ekonomi Digital Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Nunil Pantjawati menyatakan, BSSN berkomitmen menjaga keamanan siber dan tengah menyiapkan strategi. Keamanan siber di sektor ekonomi digital menjadi prioritas.
Perbaikan regulasi
Berdasarkan data Indeks Daya Saing Global 4.0 yang diluncurkan Forum Ekonomi Dunia (WEF) pada Oktober 2019, subpilar efisiensi kerangka hukum dalam challenging regulations memiliki nilai 49,3. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan pencapaian pada tahun sebelumnya yang senilai 49,8.
Sementara itu, laporan Bank Dunia menyebutkan, kemudahan berbisnis Indonesia ada di peringkat ke-73 dari 190 negara dengan nilai 69,6. Peringkat ini tak berubah dari Kemudahan Berbisnis 2019 yang dirilis pada 2018. Nilai Indonesia meningkat dibandingkan dengan tahun lalu, yakni 67,96.
Kendati demikian, peringkat ini masih jauh dari harapan dan target yang pernah dikemukakan Presiden Joko Widodo, yakni di peringkat ke-40.
Hal ini menjadi sorotan perusahaan di AS sehingga AmCham mengusulkan Indonesia membentuk badan pemerintahan yang bertugas menganalisis dampak peraturan. Menurut Lin, peraturan Indonesia yang berkaitan dengan usaha dan bisnis masih tumpang tindih.
Tumpang tindihnya peraturan itu juga tecermin dari koordinasi antar-kementerian. ”Kami mengharapkan Pemerintah Indonesia menguatkan koordinasi dan komunikasi antar-kementerian,” kata Lin.