Kegiatan Belajar-Mengajar di SMKN 1 Miri Kembali Normal
›
Kegiatan Belajar-Mengajar di...
Iklan
Kegiatan Belajar-Mengajar di SMKN 1 Miri Kembali Normal
Sehari pasca-ambruknya aula SMK Negeri 1 Miri, Sragen, Jawa Tengah, akibat hujan lebat disertai angin kencang, Rabu (20/11/2019), aktivitas belajar-mengajar di sekolah itu kembali normal.
Oleh
ERWIN EDHI PRASETYA
·2 menit baca
SRAGEN, KOMPAS — Sehari pasca-ambruknya aula SMK Negeri 1 Miri, Sragen, Jawa Tengah, akibat hujan lebat disertai angin kencang, aktivitas belajar-mengajar di sekolah itu kembali normal, Kamis (21/11/2019). Sementara itu, 13 orang dari 22 siswa yang terdampak kejadian tersebut masih dirawat di rumah sakit.
Dari pantauan Kompas, puing-puing genting pendopo aula yang roboh masih berserakan, sedangkan kayu-kayu sudah dipinggirkan. Para sukarelawan bencana bersama-sama menyingkirkan genteng-genteng pecah. Sebelum pelajaran dimulai, siswa bekerja bakti membersihkan lingkungan sekolah dari dahan-dahan pohon yang patah dan daun-daun yang berserakan.
Kepala SMKN 1 Miri Sarno mengatakan, proses belajar-mengajar masih berjalan seperti biasa. Semua ruang kelas dan bangunan lainnya, seperti laboratorium praktik, dalam kondisi baik. ”Aula untuk ruang pertemuan saja, sedangkan ruang- ruang kelas tidak ada masalah,” katanya.
Sarno mengatakan, empat siswa yang sebelumnya dibawa ke rumah sakit sudah diizinkan pulang. Saat ini masih ada 13 siswa yang dirawat di beberapa rumah sakit.
Tujuh siswa dirawat di RSUD Sragen; tiga siswa yang mengalami patah tulang dirawat di RS Karima Utama, Kartasura, Sukoharjo; dua siswa di RS PKU Muhammadiyah Solo; dan seorang siswa di RSUD dr Moewardi, Solo. ”Semua biaya pengobatan siswa akan ditanggung Pemerintah Provinsi Jawa Tengah,” katanya.
Seperti diberitakan Kompas, aula dengan model bangunan Jawa limasan tanpa dinding di SMKN 1 Miri ambruk akibat hujan lebat disertai angin kencang, Rabu (20/11/2019) sore. Akibatnya, 22 siswa tertimpa bangunan yang roboh. Tidak ada korban meninggal dalam peristiwa ini.
Menurut Sarno, saat itu, siswa kelas X dan XI sedang praktik pengelasan di luar ruang. Saat hujan lebat turun, mereka berteduh di aula, tetapi tanpa diduga aula tersebut roboh diterjang angin. ”Aula itu seperti terangkat, kemudian roboh,” katanya.
Sarno menuturkan, bangunan aula tersebut masih layak digunakan karena relatif baru, dibangun tahun 2015. Tiang-tiang terbuat dari kayu berukuran besar sehingga kuat menyangga atap.
”Ruang itu sering digunakan karena satu-satunya ruang yang agak luas, ya, di sana, untuk rapat pertemuan, kegiatan anak,” katanya.
Muhammad Aji (16), siswa kelas X, mengatakan, saat itu ada banyak siswa sedang berteduh. Ketika aula hampir roboh, sebagian siswa ada yang berlari menyelamatkan diri. ”Saat roboh, siswa lainnya langsung berlarian menolong sebisanya,” katanya.
Ruang itu sering digunakan karena satu-satunya ruang yang agak luas, ya, di sana, untuk rapat pertemuan, kegiatan anak.