JEMBER, KOMPAS - Upaya mendorong investasi yang tengah dilakukan pemerintah perlu dilakukan dengan tetap memperhatikan perspektif pemenuhan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia, khususnya masyarakat adat. Pemerintah semestinya tetap berpihak kepada masyarakat, bukan sekadar menarik minat korporasi tanpa menimbang dampaknya bagi warga.
Deputi II Pengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Erasmus Cahyadi dalam seminar ”Konstektualisasi Pengakuan dan Perlindungan Hak Asasi Masyarakat Adat di Indonesia”, di Jember, Jawa Timur, Rabu (20/11/2019), mengatakan, upaya membuka ruang yang luas pada investasi dengan mengubah sejumlah peraturan perundang-undangan melalui omnibus law perlu ditinjau ulang. Terlebih lagi jika penerapan omnibus law itu membatalkan sejumlah peraturan daerah (perda) yang dinilai menghalangi investasi. Padahal, perda itu sebenarnya dimaksudkan untuk melindungi masyarakat adat.
”Masyarakat adat masih mengalami berbagai diskriminasi dan kekerasan hingga saat ini. Upaya membuka ruang investasi tak akan menjadi masalah jika hak-hak mendasar masyarakat dipenuhi. Namun, yang terjadi, ruang pengakuan dan perlindungan masyarakat adat belum terwujud. Kemudian, saat ini apa yang dianggap menghambat investasi dapat dicabut, ini mengkhawatirkan,” ujar Erasmus.
Seminar yang merupakan rangkaian Festival HAM 2019 itu juga menghadirkan pembicara Wakil Ketua Eksternal Komisi Nasional HAM Sandra Moniaga, Wakil Bupati Kepulauan Mentawai Kortanius Sabeleake, Staf Khusus Bupati Jayapura Amos Soumilena, dan Sekretaris Jenderal AMAN Rukka Sombolingi.
Sejumlah daerah kini memiliki perda mengenai pengelolaan lahan terhadap masyarakat, terutama masyarakat adat. Salah satunya di Kabupaten Kepulauan Mentawai. Kortanius menuturkan, pihaknya terus mendorong pengembalian pengelolaan tanah dan hutan kepada masyarakat adat. Selama ini, hak pengusahaan hutan hingga hak guna usaha yang dikeluarkan pemerintah hanya menguntungkan korporasi.
”Pembangunan semestinya ditujukan dan dinikmati masyarakat, terutama masyarakat adat sebagai pemilik asli,” kata Kortanius.
Amos sepakat dengan hal ini. ”Bukannya tambah sejahtera, masyarakat justru makin susah. Menikmati hasilnya juga tidak, justru terkena dampak dari pencemaran lingkungan yang dilakukan korporasi. Belum lagi ancaman kriminalisasi, penggusuran, serta kekerasan terhadap masyarakat dan masyarakat adat yang sebenarnya memiliki hak,” tutur Amos.
Sandra membenarkan, tingkat kekerasan terhadap masyarakat yang di dalamnya juga terdapat masyarakat adat masih sangat tinggi saat berhadapan dengan korporasi atau pemerintah. Menurut dia, korporasi menjadi salah satu yang paling sering diadukan karena melakukan pelanggaran HAM.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik mengatakan, pihaknya akan berfungsi sebagai jangkar dalam implementasi omnibus law dalam bentuk UU Cipta Lapangan Kerja dan UU Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dijalankan di daerah.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.