Basis data sektoral yang disajikan organisasi perangkat daerah (OPD) di Nusa Tenggara Barat dinilai kurang akurat dan tidak sama. Setiap dinas atau instansi menggunakan metodologi dan konsep yang berbeda.
Oleh
KAERUL ANWAR
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Basis data sektoral yang disajikan organisasi perangkat daerah di Nusa Tenggara Barat dinilai kurang akurat dan tidak sama. Setiap dinas atau instansi menggunakan metodologi dan konsep yang berbeda sehingga menghasilkan data yang berbeda-beda.
Kepala Bidang Perencanaan Bappeda NTB Hasbulwadi mengatakan, data statistik sektoral organisasi perangkat daerah (OPD) di NTB perlu pembenahan dan perincian. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTB, misalnya, perlu memetakan jumlah tenaga menengah lulusan sekolah menengah kejuruan. Pemetaan itu di antaranya dengan merinci jumlah kebutuhan, jumlah lapangan kerja yang tersedia, hingga kualifikasi personel yang ada. ”Selama ini kami kesulitan mendapatkan data itu,” ujarnya, Kamis (21/11/2019).
Selama ini kami kesulitan mendapatkan data itu.
Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik Kabupaten Bima, Fahru, mengatakan, data yang tidak akurat juga terjadi di kabupatennya. Akibat data yang keliru, program pembangunan fasilitas publik tidak efisien. Contohnya pembangunan sebuah embung untuk irigasi di Bima yang tidak sesuai. Embung salah lokasi atau dibangun jauh dari aliran air hujan yang akan menjadi sumber pemasok air.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik NTB I Gede Putu Aryadi mengatakan, selama ini pengumpulan data sektoral dilakukan oleh setiap OPD. Kualitas data pun masih perlu diverifikasi. Data kemiskinan, misalnya, perlu verifikasi ulang karena kurang akurat. Akibat ketidakakuratan itu, banyak warga miskin yang tidak menerima santunan.
Data yang tidak valid membuat Pemprov NTB berpotensi keliru mengukur barometer program pengentasan warga dari kemiskinan. BPS NTB menyebutkan, penduduk miskin di kota-desa NTB September 2018 berjumlah 735.620 (14,63 persen), naik menjadi 735.960 (14,56 persen) Maret 2019.
Suntono, Kepala BPS NTB, dalam Rapat Koordinasi Satu Data Kependudukan 2019, di Mataram, Lombok, mengatakan, statistik sektoral yang dikelola oleh pemerintah daerah dan OPD menggunakan metode yang tidak baku.
Hal ini berbeda dengan BPS yang sistemnya mengacu pada konsep internasional. Sistem itu diakui Perserikatan Bangsa-Bangsa, United Nation Statistic Division, dengan metode Generic Statistical Business Process Model.
Menurut Suntono, BPS akan membantu membenahi pendataan daerah. Untuk membenahi statistik sektor, BPS menggunakan metode sampling frame, yaitu memetakan kebutuhan yang nantinya diterjemahkan dalam variabel-variabel, yang didesain dalam daftar pertanyaan. Pengumpulan data dilakukan dari desa, kecamatan, dan kabupaten, yang melibatkan petugas-petugas yang terlatih. Dengan demikian, didapat data yang lebih akurat dan valid serta menjadi acuan pemerintah dalam menentukan arah dan kebijakan program pembangunan.
Untuk melakukan sinkronisasi data, menurut Aryadi, Dinas Kominfotik NTB mengumpulkan 1.200 lembar data infrastruktur pembangunan sosial dan ekonomi yang tervalidasi dan bisa diakses melalui portal NTB Satu Data. Pemerintah kabupaten-kota di NTB juga diminta membentuk Forum Data yang bertugas mengolah data statistik dengan baik.