Seekor gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) betina berusia 25 tahun ditemukan mati di kebun sawit milik sebuah perusahaan di Desa Seumanah Jaya, Kecamatan Ranto Peureulak, Kabupaten Aceh Timur, Aceh.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
IDI RAYEUK, KOMPAS — Seekor gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) betina berusia 25 tahun ditemukan mati di kebun sawit milik sebuah perusahaan di Desa Seumanah Jaya, Kecamatan Ranto Peureulak, Kabupaten Aceh Timur, Aceh. Instansi berwenang masih menyelidiki penyebab kematian satwa dilindungi itu.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh Agus Aryanto, Kamis (21/11/2019), menuturkan, gajah itu diperkirakan mati lima hari lalu. Bangkai gajah itu ditemukan petugas perusahaan perkebunan sawit pada Rabu (20/11/2019) sekitar pukul 12.30 yang kemudian melaporkannya ke pihak berwenang.
Mendapatkan laporan tersebut, tim dari BKSDA Aceh dan kepolisian turun ke lokasi untuk menyelidiki. Saat ditemukan, kondisi bangkai sudah menghitam dan mengeluarkan bau busuk. ”Pada bangkai gajah tidak ada luka bekas kekerasan. Namun, kami belum tahu apa penyebab kematiannya,” kata Agus.
Sampel yang diambil akan diperiksa di laboratorium di Medan untuk mencari tahu apa penyebab kematian gajah tersebut.
Agus mengatakan, dokter hewan dari BKSDA telah mengambil beberapa organ dalam satwa itu, seperti hati, jantung, paru-paru, lidah, dan usus. Organ tersebut akan diperiksa di laboratorium untuk mengetahui penyebab kematian. Adapun penyelidikan proses hukumnya, kata Agus, sepenuhnya diserahkan kepada kepolisian.
Kepala Kepolisian Resor Aceh Timur Ajun Komisaris Besar Eko Widiantoro menuturkan, unit identifikasi telah turun ke lokasi untuk mendalami kasusnya. Polisi menyisir radius 100 meter dari titik bangkai ditemukan untuk mencari benda-benda yang mencurigakan.
”Sampel yang diambil akan diperiksa di laboratorium di Medan untuk mencari tahu apa penyebab kematian gajah tersebut,” kata Eko. Ia menambahkan, selain memeriksa penyebab kematian melalui laboratorium, polisi juga akan memeriksa saksi-saksi untuk mencari informasi tambahan.
Ini merupakan kasus kedua gajah liar ditemukan mati di area perkebunan sawit di Seumanah Jaya. Berdasarkan catatan Kompas, pada 17 November 2016, seekor gajah betina berusia 20 tahun juga ditemukan mati di perkebunan sawit. Pada bangkai gajah tak ada bekas luka senjata tajam atau peluru. Namun, pada bola mata, telinga, dan anus mengalir darah. Gajah ini diduga mati karena memakan racun.
Di sejumlah kasus gajah mati keracunan, tim dokter menemukan racun mematikan, yakni arsenik. Ada juga gajah mati karena memakan pupuk urea dan NPK. Bahkan, tim dokter hewan pernah menemukan bungkus sabun colek dalam usus gajah yang mati.
Sebagian gajah yang mati diduga sengaja diracun. Pelaku meletakkan pakan beracun di lintasan gajah. Selain untuk memburu gading, gajah dianggap hama bagi perkebunan sawit.
Di desa lain di Aceh Timur, tepatnya Desa Jambo Teuhat, seekor gajah berusia 5 tahun juga ditemukan mati di perkebunan sawit pada 17 April 2016. Pada 19 Februari 2016, seorang gajah ditemukan mati di perkebunan warga di Desa Bergang, Ketol, Aceh Tengah. Gajah liar tersebut diperkirakan mati keracunan karena memakan pupuk.
Koordinator Wildlife Protection Team-Forum Konservasi Leuser (WPT-FKL) Dediansyah mengatakan, gajah termasuk satwa yang paling dicari oleh pemburu. Selain gajah, satwa seperti harimau dan burung rangkong juga jadi incaran perburuan.
Dediansyah mengatakan, perburuan marak karena penegakan hukum dan perlindungan satwa di dalam kawasan hutan masih lemah. Pemburu dengan mudah masuk ke dalam kawasan dan memburu satwa lindung.
”Permintaan terhadap organ satwa di pasar gelap tinggi sehingga perburuan juga marak. Tanpa penegakan hukum yang tegas, satwa-satwa lindung ini akan punah,” kata Dediansyah.
Data dari BKSDA Aceh, sepanjang 2015-2018, 38 gajah di Aceh mati. Penyebabnya, antara lain, diburu, diracun, disetrum, dan dijerat. Namun, penyebab kematian dalam sebagian kasus lainnya tidak diketahui. Saat ini, populasi gajah di Aceh 593 ekor, terbagi dalam 35 kelompok yang tersebar di 15 kabupaten/kota.