Jalan Politik Membangun Ibu Kota Baru
Proses pemindahan Ibu Kota Negara yang akan memakan waktu hingga tahun 2045, tidak hanya melingkupi kerja teknokrat namun juga politik.
Dalam konteks rencana pemindahan ibukota seperempat abad ke depan, peran Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional atau Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menjadi salah aspek penting.
Presiden, dalam formasi Kabinet Indonesia Maju 2019-2024, telah menetapkan Suharso Monoarfa sebagai Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional atau Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Ditunjuknya politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu sebagai kepala Bappenas cukup menarik perhatian karena pos jabatan tersebut kembali diisi oleh orang politik.
Jika dicermati, pola kabinet Indonesia Kerja pada masa pemerintahan sebelumnya, Presiden Joko Widodo selalu mendapuk Kepala Bappenas dari kalangan profesional. Bahkan selama lima tahun itu Bappenas pernah tiga kali ganti nakhoda dan selalu dari orang non partai, mulai dari Andrinof Chaniago, Sofyan Djalil dan Bambang Brojonegoro.
Tiga kali jabatan menteri PPN selalu diisi oleh kalangan akademisi. Bahkan pada periode pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono jilid kedua pun, jabatan Kepala Bappenas diisi oleh seorang guru besar ilmu ekonomi Universitas Padjajaran Armida Salsiah Alisjahbana.
Terakhir kalinya jabatan Menteri PPN pernah diisi oleh kader partai pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono jilid I yang dipegang oleh politisi Golkar Paskah Suzetta.
Peran Strategis
Mengacu Peraturan Presiden No.65 Tahun 2015, Kementerian PPN/Bappenas memiliki fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang perencanaan pembangunan nasional untuk membantu presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan. Bappenas memiliki beberapa peran utama yaitu sebagai penyusun dan koordinator kebijakan.
Dengan peran strategis ini, cukup beralasan jika tidak sembarang orang dapat didapuk menjadi kepala Bappenas. Dalam konteks ini, Bappenas memerlukan nakhoda yang tidak hanya paham keteknisan, namun juga luwes berpolitik menjaga agenda pemindahan IKN.
Latar belakang Suharso yang berpengalaman sebagai politisi dan pejabat publik, juga debutnya sebagai profesional sangatlah sesuai untuk mengemban tugas besar tersebut.
Suharso adalah tokoh politik yang kini menjabat Plt. Ketua Umum PPP. Tahun 2015 lalu, ia bersama delapan tokoh lain diangkat oleh Presiden Joko Widodo menjadi Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres).
Pengalamannya menjadi seorang pejabat eksekutif pernah diembannya saat mendapat amanah menjadi Menteri Perumahan dan Rakyat era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tahun 2009-2011. Pada masa jabatannya ia menerapkan perumahan terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah dengan menerapkan skema pembiayaan perumahan melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
Di ranah legislatif, politisi kelahiran Mataram, 31 Oktober 1954 pernah duduk sebagai anggota DPR RI periode 2004-2009. Suharso juga pernah menjadi staf khusus Wakil Presiden Hamzah Haz. Selain aktif berpolitik, pengalaman Suharso dalam kerja profesional dan penelitian pun pun tidak diragukan lagi. Ia tercatat sebagai direktur PT Bukaka Telekomindo Internasional dan Direktur Bukaka Sembawang Systems.
Kerja Keras
Pemindahan IKN yang menjadi agenda prioritas memang akan menjadi kerja berat bagi Bappenas. Sebelumnya tarik ulur penentuan lokasi ibu kota juga sempat berlangsung alot dengan berbagai polemik dengan tidak adanya dasar aturan dan pelibatan unsur legislatif oleh pemerintah. Dengan begitu, proses untuk realisasi rencana pindah ibu kota juga tidak akan mudah dan memerlukan langkah politis guna meloloskan pembuatan regulasi, disamping kajian teknokratis yang juga harus kuat.
Untuk menjawab hal itu, sebagai Kepala Bappenas terpilih, Suharso menyatakan akan memulai langkah kerjanya dalam pemindahan IKN pada dua hal yaitu dasar hukum dan pendalaman kajian teknokratis. Lulusan Planologi Institut Teknologi Bandung dan EDP University of Michigan ini menyatakan akan segera fokus pada penyusunan Undang-undang yang selaras untuk pemindahan ibu kota.
Menyusun regulasi sebagai payung hukum pemindahan IKN pada akhirnya menjadi keputusan politik, sehingga sangat berpotensi tersandra banyak kepentingan. Pendekatan secara teknokratis maupun politis yang dapat dilakukan Suharso menjadi modal yang sangat penting untuk meloloskan penyusunan Undang-Undang (UU) sebagai dasar hukum yang mengikat realisasi pemindahsan IKN sekalipun periode pemerintahan berganti.
Berdasarkan garis waktu yang direncanakan, penyusunan aturan hukum pemindahan ibu kota akan dimulai pada tahun 2020. Aturan dasar yang akan disusun pun cukup komprehensif. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat memperkirakan ada sejumlah UU yang harus dibuat dan direvisi. Beberapa UU yang harus dibuat antara lain UU Nama Daerah yang Dipilih sebagai Ibu Kota Baru, UU Penataan Ruang Ibu Kota Baru, dan UU tentang Kota.
Proses Politik
Saat ini persiapan untuk membahas aturan-aturan yang dibutuhkan tersebut masih berlangsung. Pemerintah telah bersurat kepada Sekretariat Jenderal DPR RI agar segera dilakukan pembahasan terkait penyusunan Rancangan Undang-Undang pemindahan IKN. Surat tersebut juga telah dibawa pada sidang Paripurna 27 Agustus 2019 lalu.
Setelah itu, pembahasan pun juga telah dilanjutkan ke Badan Musyawarah (Bamus) yang dihadiri oleh pimpinan DPR dan fraksi untuk menentukan agenda paripurna. Kemudian diteruskan kepada komisi yang relevan untuk mengurusi pemindahan ibu kota dan dibentuk panitia kerja (Panja) atau Panitia Khusus (Pansus) yang terdiri dari lintas komisi.
Komisi II DPR RI yang membidangi pemerintahan daerah dan sekretariat negara berkesimpulan bahwa pembahasan aturan hukum terkait pemindahan IKN tak cukup jika dibahas dalam satu komisi. Pembahasan yang komprehensif mencakup beberapa lingkup kebidangan membuat pembahasan harus dilakukan oleh Pansus dari berbagai komisi di DPR RI. Tanggal 18 September 2019 lalu, DPR membentuk Panitia Khusus beranggotakan sembilan fraksi.
Anggota Pansus dari setiap fraksi yaitu PDIP 6 orang, Golkar 5 orang, Gerindra 4 orang, PAN 3 orang, PKB 2 orang , PPP 2 orang, PKS 2 orang, dan Hanura 1 orang. Sementara Fraksi Demokrat tidak mengirimkan delegasinya untuk masuk dalam Pansus tersebut. Panitia ini diketuai oleh anggota DPR dari Partai Golkar Zainuddin Amali.
Pembahasan aturan hukum tingkat legislatif ini baru bisa dilakukan setelah pemerintah menyampaikan naskah akademis RUU pemindahan ibu kota. Sementara yang disampaikan pemerintah hanya berupa surat dan kajian teknis pemilihan lokasi ibu kota baru.
Pansus rencana pemindahan ibu kota tersebut pun baru sebatas menggali hasil kajian awal yang dilakukan pemerintah. Rabu (7/11/2019), untuk pertama kalinya dalam masa jabatan sebagai Kepala Bappenas/Menteri PPN Suharso melakukan rapat kerja dengan komisi XI DPR RI.
Dinamika pembahasan eksekutif dan legislatif itu berlangsung cukup hangat dengan pertanyaan yang menyoroti kesiapan pemindahan IKN. Para anggota dewan masih membahas kesiapan regulasi, hingga memastikan target waktu yang tepat untuk pemindahan IKN.
Pemindahan Ibu Kota Negara masih harus menjalani proses sampai seperempat abad ke depan. Masih ada lima pemerintahan baru yang akan menentukan kepindahan IKN ke depan. Dalam konteks ini, Bappenas semestinya muncul sebagai konduktor yang dapat memimpin dan menyelaraskan gerak semua pemangku kepentingan. (Litbang Kompas)