Sebagian anggota Komisi III DPR meminta pimpinan Polri memastikan tidak ada kepala polda dan polres yang meminta proyek atau menakuti-nakuti kepala daerah.
JAKARTA, KOMPAS - Pimpinan satuan kewilayahan Kepolisian Negara RI, seperti kepala kepolisian daerah dan kepolisian resor, dilarang meminta jatah proyek kepada kepala daerah. Para gubernur, bupati, dan wali kota diminta segera melapor kepada pimpinan Polri jika ada anggota kepolisian yang memanfaatkan jabatannya untuk mengganggu kinerja kepala daerah dalam membangun.
Imbauan tersebut, termasuk larangan anggota kepolisian bergaya hidup mewah yang dikeluarkan sebelumnya oleh Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, perlu dipantau langsung pelaksanaannya di lapangan. Ini penting agar imbauan dan larangan itu tak sekadar menjadi macan kertas karena tak diikuti oleh personel kepolisian di daerah.
Larangan untuk tidak meminta jatah proyek itu disampaikan Kepala Kepolisian Negara RI Jenderal (Pol) Idham Azis dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (20/11/2019). Idham berjanji menindak tegas pimpinan satuan kewilayahan Polri yang mengganggu kinerja kepala daerah dalam membangun. Tindakan tegas itu menjadi salah satu langkah Polri melakukan reformasi kultural.
”Kita harus berkomitmen (membantu pembangunan), jangan justru kita menjadi bagian konspirasi (menghambat pembangunan) itu. Oleh karena itu, saya perintahkan semua kepala satuan kewilayahan (kasatwil) untuk tidak meminta proyek kepada kepala daerah,” ujar Idham.
Dicopot
Terkait larangan tersebut, Idham menambahkan, pihaknya telah mengirimkan surat edaran kepada semua gubernur, wali kota, dan bupati untuk segera melaporkan apabila menemukan pimpinan polda dan polres yang meminta jatah dari proyek pembangunan di daerah. Apabila terbukti, hukuman tegas akan dijatuhkan.
”Mencopot 10 atau 15 kepala polres tidak akan membuat goyang organisasi Polri,” kata Idham.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI-P, Trimedya Panjaitan, menilai, Kepala Divisi Propam Polri mesti mengecek langsung kinerja kepala polda dan kepala polres, terutama untuk memastikan pimpinan kasatwil tidak menyusahkan kepala daerah. Menurut dia, kepala daerah bahkan memiliki anggaran khusus ke aparat penegak hukum agar proyek pembangunan bisa berjalan lancar.
”Kami (PDI-P) memiliki 187 kepala daerah yang rata-rata mengeluh tentang adanya alokasi dana proyek ke kepala polda dan kepala polres,” ucap Trimedya.
Agar kebijakan efektif, ia mengusulkan agar Sumatera Utara, khususnya Kota Medan, menjadi proyek percontohan untuk pelaksanaan pengawasan terhadap kasatwil kepolisian. Sebab, kepala daerah di wilayah itu beberapa kali ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi. Kebijakan itu, tambahnya, diharapkan mampu mengantisipasi penyalahgunaan anggaran daerah yang dialokasikan untuk pembangunan.
Menurut anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Nasir Djamil, sudah sepatutnya tindakan oknum kasatwil Polri yang menakuti kepala daerah dihentikan. Polri, menurut dia, memiliki tanggung jawab untuk membantu peningkatan kesejahteraan daerah.
”Kalau daerah sejahtera, tentu akan memberikan manfaat bagi masyarakat. Sebaliknya, ketika pembangunan daerah tidak berkembang dan menyebabkan banyak rakyat yang menganggur, hal ini akan berpotensi menimbulkan kejahatan yang dapat merepotkan kepolisian,” kata Djamil.
Sebelumnya, Kepala Divisi Propam Polri Inspektur Listyo Sigit Prabowo telah mengeluarkan surat telegram nomor ST/30/XI/HUM.3.4./2019/DIVPROPAM tertanggal 15 November 2019. Isinya antara lain mengenai penegasan kode etik kepolisian dan larangan bergaya hidup mewah untuk personel kepolisian dan pegawai negeri sipil di lingkungan Polri.