Kebakaran di Australia dan Kritik Kebijakan Energi
Kebakaran hutan yang bermula pada September dan dinyatakan darurat pada bulan ini mendorong berbagai pihak meminta Pemerintah Australia meninjau ulang kebijakannya dalam sektor energi. Namun, alih-alih mencari jalan keluar, para pemangku kekuasaan lebih tertarik berdiam diri atau bersilang pendapat.
Perdana Menteri Australia Scott Morrison menitip simpati dan doa bagi mereka yang tertimpa kebakaran hutan melalui cuitan dalam akun Twitter-nya, Sabtu (9/11/2019). Wakil Perdana Menteri Michael McCormack dalam wawancara dengan Australian Broadcasting Corporation (ABC) di Sydney, Senin (11/11), mengatakan bahwa orang yang mengaitkan kebakaran hutan dengan perubahan iklim itu asal bicara saja.
”Orang-orang sok suci itu tak usah memberi kuliah soal lingkungan pada saat mereka berusaha menyelamatkan rumah mereka,” kata McCormack. Ia menuduh para pemimpin Partai Hijau dan para pemrotes lingkungan di Melbourne hanya mencari keuntungan politik di balik malapetaka.
Komentar kedua pemimpin itu tak ayal memicu debat berkepanjangan di media lokal, sementara di luar 100 titik api sedang membakar berbagai sudut negeri serta menyelimuti kota besar dengan kabut. McCormack sebenarnya mengungkap isu yang telah lama menjadi komoditas politik yang berakar pada dua kubu yang berseteru: mereka yang percaya dan yang tidak percaya pada penemuan ilmiah bahwa kekeringan merupakan dampak perubahan iklim.
Kekukuhan Pemerintah Australia tetap memilih batubara sebagai sumber utama energi mencerminkan sikap salah satu kubu tersebut.
Langkah konkret
Pada Kamis (14/11), lima mantan kepala dinas kebakaran nasional dalam sebuah pertemuan pers mengimbau pemerintah federal agar mengambil langkah-langkah konkret dalam mengatasi dampak perubahan iklim. Mereka mewakili 23 anggota Aksi Pimpinan Kedaruratan Perubahan Iklim (Emergency Leaders for Climate Action).
”Masalahnya, pemerintah tidak suka membicarakan perubahan iklim,” kata Greg Mullins, mantan Kepala Dinas Kebakaran (Fire and Rescue) di New South Wales (NSW), seperti dikutip ABC. ”Morrison tidak menyangkal perubahan iklim.
Ia cuma menolak melihatnya sebagai isu utama karena memang demikian atau karena khawatir membuat marah pendukungnya yang berada di kubu kanan,” imbuhnya.
Jumat (15/11), 13 wali kota dari kawasan yang terdampak kebakaran hutan terparah di Negara Bagian New South Wales dan Queensland mengimbau pemerintah negara bagian dan federal mengakui adanya hubungan antara perubahan iklim dan kebakaran hutan. Para pemimpin kota-kota kecil mengatakan, mereka paham bahwa bencana kebakaran sangat membebani masyarakat dan pemerintah.
Perlu ubah kebijakan
Imbauan tersebut menunjukkan adanya gap antara orang yang berada di lapangan dan para pemimpin di Canberra dalam menilai tingkat kedaruratan kebakaran hutan yang diakibatkan perubahan iklim.
Banyak pihak menilai pemerintah tidak menganggap perubahan iklim sebagai isu penting, sedangkan penggunaan batubara mengotori udara dan mempercepat pemanasan bumi. Sebagian pengamat berpendapat, sudah saatnya pemerintah menempuh kebijakan iklim dan energi yang berpijak pada ilmu pengetahuan.
Kekeringan parah yang biasanya terjadi setiap 40 tahun sekali seperti pada tahun 1940 dan 1980 kini terjadi lebih sering, yaitu pada 2002 dan 2006. Dalam setahun ini, Biro Meteorologi (BOM) mencatat curah hujan rendah yang berkepanjangan terjadi hampir di seluruh pelosok benua.
Permintaan otoritas di lapangan menambah perangkat peralatan guna memerangi kebakaran hutan tak mendapat jawaban. Pemerintah tampaknya terperangkap janji kampanyenya untuk mengembalikan anggaran belanja negara yang minus menjadi surplus sehingga menunda pembiayaan yang sebenarnya perlu dilakukan. Ekonomi yang lesu memaksa pemerintah menurunkan suku bunga yang kini menjadi 0,75 persen setelah tiga kali penurunan sejak Juni lalu dan tampaknya masih akan diturunkan lagi menjadi 0,5 persen pada Februari 2020.
Katherine Murphy dari The Guardian mengatakan, lemahnya tindakan nyata dari pemerintah koalisi dalam mengatasi dampak perubahan iklim niscaya akan menuai akibat lebih buruk pada hari esok. Asosiasi Taman Nasional New South Wales mengimbau semua pihak agar mengakhiri silang pendapat dan bekerja untuk mencari cara baru mengatasi kebakaran hutan yang semakin liar.
Dinas Kebakaran Pedalaman (RFS) memprediksi kebakaran hutan masih akan terus berlangsung sampai beberapa minggu ke depan.
Titik api baru
Rabu kemarin, perusahaan-perusahaan listrik menghentikan aliran listrik mereka bagi ribuan warga, sementara 100 sekolah diliburkan, dan penduduk di wilayah-wilayah berisiko tinggi mengungsi ke tempat-tempat perlindungan. Muncul titik-titik api baru dalam kebakaran hutan yang melanda beberapa negara bagian di Australia, beberapa hari terakhir.
Sedikitnya empat orang tewas bulan ini. Sejuta hektar lahan pertanian dan hutan dilalap api, dan lebih dari 300 rumah hancur akibat kebakaran tersebut. Pada Rabu kemarin, muncul 50 titik api baru di Negara Bagian South Australia. Di wilayah ini, petugas menyatakan bahaya kebakaran dengan status ”bencana besar (catastrophic)” bersamaan dengan suhu udara menembus 42 derajat celsius.
Dengan status tersebut, saat kebakaran mulai terjadi, tak mungkin bagi petugas pemadam kebakaran mampu mengendalikannya. ”Sejak matahari terbit hingga selepas tengah malam, kondisi ini bakal sangat sulit,” kata Brenton Eden, Wakil Kepala Dinas Pemadam Kebakaran South Australia Country, kepada radio ABC.
Lebih dari 600 petugas pemadam kebakaran dikerahkan untuk mengendalikan titik-titik api di seluruh wilayah South Australia. Mereka diperkirakan terus berjuang memadamkan api hingga malam hari.
Perusahaan listrik SA Power Networks terpaksa memutus aliran listrik bagi lebih dari 12.000 pelanggan karena beberapa titik api mendekati jalur transmisi listrik. Otoritas setempat juga memperingatkan warga di dekat empat lokasi titik api kebakaran untuk segera meninggalkan rumah mereka saat api meluas dengan cepat.
”Dari segi kebakaran, ini cuaca terburuk yang bakal kita alami,” ujar Eden kepada wartawan di Adelaide, ibu kota Negara Bagian South Australia.
Australia merupakan negara yang rentan mengalami kebakaran hutan pada musim kering dan musim panas ekstrem. Namun, serangkaian kebakaran hutan akhir-akhir ini datang lebih cepat dari musim biasanya setelah tiga tahun kekeringan.
Rabu kemarin merupakan hari kedua Sydney—kota terpadat di Australia dengan penduduk sekitar 5 juta jiwa— diselubungi kabut asap tebal. Petugas kesehatan memperingatkan warga di kota pelabuhan itu agar tetap tinggal di dalam rumah masing-masing karena keberadaan asap telah mencapai level berbahaya.
(REUTERS/SAM)