Pemerintah Minta Syarat Diskriminatif Penerimaan Calon Pegawai Ditinjau Ulang
›
Pemerintah Minta Syarat...
Iklan
Pemerintah Minta Syarat Diskriminatif Penerimaan Calon Pegawai Ditinjau Ulang
Di sejumlah instansi pemerintah, masih ada syarat diskriminatif bagi penyandang disabilitas. Syarat yang tidak ada kaitannya dengan kompetensi itu menyulitkan mereka lolos seleksi calon pegawai negeri sipil 2019.
Oleh
DHANANG DAVID ARITONANG
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah meminta sejumlah instansi untuk meninjau ulang syarat diskriminatif penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS). Permintaan ini dikeluarkan agar penyandang disabilitas mendapat kesempatan yang sama untuk mengikuti seleksi calon pegawai.
Sejumlah instansi pemerintah masih memberlakukan syarat diskriminatif pada seleksi CPNS 2019. Syarat dimaksud menyangkut kemampuan berbicara, melihat, membedakan warna, atau mampu beraktivitas secara mandiri tanpa kursi roda. Syarat ini membuat penyandang disabilitas sulit bersaing dengan peserta seleksi lain.
Permintaan peninjauan ulang syarat diskriminatif ini akan disampaikan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Tjahjo Kumolo melalui surat edaran menteri. Langkah tersebut merupakan hasil rapat koordinasi antara Kementerian PAN-RB dengan Kementerian Sosial, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Tenaga Kerja, Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, Kementerian Kesehatan, Badan Kepegawaian Negara, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, serta forum pokja yang menangani penyandang disabilitas.
”Akan ada surat edaran menteri kepada instansi pemerintah agar meninjau kembali persyaratan yang dipandang tidak menguntungkan para penyandang disabilitas yang telah dikeluarkan tersebut,” ucapnya saat dihubungi dari Jakarta, Kamis (21/11/2019).
Tjahjo mengatakan, sudah ada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 23 Tahun 2019 yang mengatur bahwa penyandang disabilitas bisa mendaftar dalam formasi khusus disabilitas dan formasi umum. Namun, rincian syarat yang tidak menguntungkan disabilitas ini belum masuk dalam peraturan menteri tersebut.
”Persyaratan tersebut disusun oleh setiap instansi, biasanya pertimbangannya didasarkan pada jenis jabatan atau jenis pekerjaannya. Permenpan RB No 23/2019 hanya mengatur batasan minimal 2 persen untuk formasi disabilitas serta penyadang disabilitas dapat melamar pada formasi umum ataupun formasi khusus disabilitas,” katanya.
Secara terpisah, anggota Ombudsman Republik Indonesia, Ninik Rahayu, mengatakan, Ombudsman RI masih mendapat laporan bahwa sejumlah instansi masih memasukkan persyaratan yang tidak ramah disabilitas. Ia juga sedang mendalami laporan-laporan tersebut.
”Syarat dimaksud, syarat dapat berbicara, melihat, membedakan warna atau mampu beraktivitas secara mandiri tanpa kursi roda, yang diskriminatif terhadap penyandang disabilitas,” ucapnya.
Ninik menemukan aturan diskriminasi terhadap penyandang disabilitas kembali terjadi di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat. Solok Selatan disebutnya tidak membuka formasi khusus untuk penyandang disabilitas.
Sementara formasi umum tidak membuka ruang bagi penyandang disabilitas. Formasi umum dimaksud antara lain formasi untuk tenaga kesehatan dan guru. Padahal, berdasarkan Permenpan RB, para penyandang dapat mendaftar dalam formasi khusus disabilitas dan formasi umum jika memiliki ijazah dan kualifikasi pendidikannya sesuai dengan persyaratan tiap-tiap instansi. ”Sebagai contoh formasi untuk guru SD negeri yang tidak bisa diisi oleh penyandang disabilitas,” ucapnya.
Sebelumnya, pada Maret lalu, ada kejadian diskriminatif yang menimpa dokter gigi Romi Syofa Ismael yang kelulusan CPNS-nya sempat dibatalkan karena ia menggunakan kursi roda. Padahal, ia mendapat nilai tertinggi ketika mendaftar sebagai CPNS untuk RSUD Solok Selatan. Ninik mengingatkan, kasus tersebut tidak boleh terulang lagi pada penerimaan CPNS kali ini.