Para seniman yang berkegiatan di kawasan Taman Ismail Marzuki (TIM) menolak keterlibatan PT Jakarta Propertindo untuk mengelola kawasan dan fasilitas TIM. Mereka juga mempertanyakan rencana hotel dibangun di TIM.
Oleh
Helena F Nababan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Para seniman yang berkegiatan di kawasan Taman Ismail Marzuki (TIM) menolak keterlibatan PT Jakarta Propertindo untuk mengelola kawasan dan fasilitas TIM. Para seniman juga mempertanyakan rencana revitalisasi kawasan yang di antaranya akan membangun hotel bintang lima di area TIM.
Radar Panca Dahana, seniman yang mewakili para seniman yang berkarya dan beraktivitas di TIM, Kamis (21/11/2019) menjelaskan, bisnis yang ingin masuk ke area TIM, itu sebetulnya masalah lama. Apalagi letak TIM strategis.
Ia menilai, Pemprov DKI lupa bahwa upaya untuk memberdayakan kawasan dengan pendekatan bisnis, meskipun akhirnya untuk seni. itu keliru. "Ujung ujungnya ini untuk PAD (pendapatan asli daerah)," ujar Radar.
Jakpro, ujar Radar, adalah BUMD yang orientasinya bisnis.
Imam Maarif, pegiat seni di TIM, dalam keterangan tertulis, menjelaskan, Pusat Kesenian Jakarta (PKJ) - TIM tumbuh pesat sebagai barometer, etalase, dan laboratorium kesenian Jakarta, Indonesia, serta Asia Tenggara pada umumnya. Banyak seniman dan karya besar lahir dari PKJ TIM.
Pada masa Gubernur DKI Ali Sadikin, pengelolaan PKJ-TIM diserahkan sepenuhnya kepada para seniman. Seniman juga diberi kebebasan untuk menentukan bentuk dan jenis kesenian yang mau dihadirkan. Selanjutnya, Pemerintah DKI Jakarta hanya memberikan dana yang dibutuhkan seniman.
Kebijakan itu diperkuat melalui Surat Keputusan Gubernur Jakarta tanggal 7 Juni 1968 – no. 1b.3/2/19/1968. Dalam mukadimahnya disebutkan, dua jenis kegiatan yang dikembangkan di sana yaitu seni kreatif dan seni hiburan.
Namun, Imam melanjutkan, kebijakan Gubernur Ali Sadikin yang pro seniman nampaknya bertolak belakang dengan kebijakan Gubernur Anies Baswedan. Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022 ini nampaknya akan menempatkan seni hiburan menjadi prioritas dan seni kreatif menjadi pelengkap.
Indikasi itu terlihat dari penyerahan mandat pengelolaan PKJ-TIM selama 30 tahun kepada PT Jakarta Propertindo (Jakpro), sebuah badan usaha milik daerah (BUMD) yang tidak terkait sama sekali dengan kehidupan kreativitas seni.
Gubernur menyerahkan pengelolaan kepada Jakpro karena selama ini PKJ-TIM “cost center." Selanjutnya, untuk membiayai operasional selama 30 tahun kontrak dan mengembalikan penyertaan modal pembangunan revitalisasi fisik PKJ-TIM sebesar Rp1,8 triliun, Jakpro merencanakan membangun hotel bintang 5 dan bisnis lain di lingkungan PKJ-TIM.
Terbayang, atmosfer dan iklim berkesenian di PKJ-TIM akan rusak dan berubah wujud menjadi keramaian semu. Posisi PKJ-TIM tidak lagi menjadi kebanggaan para seniman. Riwa-riwi aktivitas bisnis akan lebih mendominasi PKJ TIM dari pada aktivitas berkesenian. "Manajemen hotel bintang lima akan menjadi tembok besar yang menjauhkan seniman dari rumahnya sendiri," tegas Imam.
Kebijakan Anies menyerahkan PKJ-TIM bukan pada ahlinya, lanjut Imam, justru menurunkan derajat kesenian di Jakarta. Perlahan- lahan tetapi pasti, menurutnya, wibawa PKJ-TIM akan rusak dan berubah wujud menyerupai Ancol, TMII, klub malam, atau kafe di Jakarta dan sekitarnya. Hanya keramaian semata dan jauh dari nilai nilai estetik yang menjadi marwah kesenian.
Hani Sumarno, Sekretaris Perusahaan PT Jakarta Propertindo, menjelaskan, upaya revitalisasi dengan melengkapi kawasan PKJ-TIM dengan hotel bintang lima, tujuannya adalah untuk memberdayakan kawasan.
Hani menjelaskan, akan ada hotel bintang 5 karena Jakpro sebagai pengelola yang diberi mandat, membutuhkan uang untuk bisa menghidupkan kawasan itu. Nantinya, pendapatan dari hotel akan dipakai untuk mendanai kegiatan-kegiatan di lingkup TIM. "Siapa yang berkegiatan di situ? Yang berkegiatan di situ ya para seniman," jelasnya.
Ia menambahkan, hotel bintang 5 juga akan menjadi tempat bagi seniman untuk tampil. "Kami siapkan hotel supaya senimannya punya kesempatan untuk perform. Lalu ada tempat untuk para apresiatornya. Dengan level bintang 5 kita muliakan semuanya ya tamu ya performer," imbuh Hani.
Hani mengklaim, proses revitalisasi juga mengajak para seniman duduk bersama serta berdiskusi tentang pengembangan.