Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah menulis surat kepada Perdana Menteri Kamboja Hun Sen dan mendesaknya untuk mengembalikan Kamboja ke jalur demokrasi.
Oleh
Elok Dyah Messwati
·4 menit baca
PHNOM PENH, JUMAT—Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah menulis surat kepada Perdana Menteri Kamboja Hun Sen dan mendesaknya untuk mengembalikan Kamboja ke jalur demokrasi. Trump melalui suratnya berupaya meningkatkan hubungan dengan Kamboja yang merupakan salah satu sekutu regional China.
Hun Sen yang telah memerintah Kamboja selama lebih dari 34 tahun kini berada di bawah tekanan negara-negara Barat agar memperbaiki catatan hak asasi manusia di Kamboja. Uni Eropa bahkan mengancam akan mencabut kesepakatan perdagangan yang penting bagi Kamboja. UE memulai peninjauan skema tarif bebas bea untuk sektor garmen yang menguntungkan Kamboja. Para analis mengatakan kemungkinan penghapusan kesepakatan itu adalah titik lemah bagi Hun Sen.
Sementara itu, hubungan Kamboja dengan AS saat sebenarnya tengah buruk, terutama sejak Kamboja menuduh AS merencanakan upaya untuk menjatuhkan Hun Sen. Hun Sen menuduh Amerika Serikat mendukung Partai Penyelamatan Nasional Kamboja (CNRP), dan merencanakan "revolusi warna"-- upaya yang dipakai untuk menggulingkan para pemimpin di Eropa Timur--untuk menggulingkan pemerintahannya.
Namun, Trump tampaknya ingin mengambil inisiatif.
"Ini penting bagi masa depan hubungan bilateral kita bahwa Anda mengembalikan Kamboja ke jalur pemerintahan yang demokratis," tulis Trump dalam surat tertanggal 1 November 2019.
Surat Trump mengatakan bahwa ketegangan dalam hubungan kedua negara tersebut tentu merupakan hal yang buruk bagi kedua negara. "Saya ingin mengambil kesempatan ini untuk menggarisbawahi kepada Anda bahwa Amerika Serikat menghormati keinginan berdaulat rakyat Kamboja dan kami tidak mengusahakan perubahan rezim," tulis Trump.
Lewat surat itu Trump juga mendesak Hun Sen untuk mengevaluasi kembali keputusan yang diambil oleh pemerintah Hun Sen yang menurut Trump berisiko terhadap stabilitas masa depan Kamboja. Surat Trump kepada Hun Sen itu tidak secara spesifik merujuk tentang China, tetapi AS juga telah menyuarakan keprihatinan pada meningkatnya hubungan militer Kamboja dengan China.
Sebelumnya, dalam sebuah unggahan di laman Facebook, Hun Sen menyatakan bahwa ia telah menerima dua surat dari Duta Besar AS untuk Kamboja Patrick Murphy pada hari Kamis (21/11/2019), termasuk surat undangan untuk menghadiri KTT khusus AS-ASEAN.
Juru bicara Pemerintah Kamboja, Phay Siphan, Jumat (22/11/2019) mengatakan bahwa pemerintah Kamboja menyetujui apa yang disampaikan Trump dalam surat itu. "Pemerintah Kerajaan Kamboja sedang melakukan segala upaya untuk meningkatkan hak asasi manusia dan demokrasi," kata Phay Siphan.
Para pengritik menyebut Kamboja sebagai negara satu partai sejak Mahkamah Agung Kamboja membubarkan partai oposisi, CNRP pada 2017. Setelah dibubarkannya CNRP, partai pendukung Hun Sen pun otomatis memenangkan semua kursi di parlemen dalam pemilihan umum di Kamboja 2018 lalu.
Dibebaskan
Pada Sabtu (9/11/2019), pemerintah Kamboja membebaskan pemimpin oposisi Kem Sokha (66) dari tahanan rumah. Sokha sempat didakwa melakukan pengkhianatan terhadap pemerintah Kamboja dua tahun lalu. Hingga kini tuduhan terhadap Sokha belum dicabut.
Sokha ditahan pertama kali di penjara di wilayah pinggiran dan kemudian menjalani tahanan rumah sebelum akhirnya dibebaskan dari tahanan rumah. Pengadilan menutup penyelidikan atas kasusnya pada hari Jumat lalu, tetapi Hun Sen mengklarifikasi pada hari Senin bahwa Sokha masih akan diadili.
"Tuduhan terhadap Kem Sokha tidak akan dibatalkan," kata Hun Sen. "Mereka hanya menutup penyelidikan, sehingga kasus itu dapat diajukan ke pengadilan," kata Hun Sen tanpa mengkonfirmasi kapan pengadilan terhadap Sokha akan dimulai.
Proses kasus Sokha diperkirakan akan membutuhkan waktu yang lama. Hun Sen tampaknya tengah menyebar ancaman terselubung kepada anggota oposisi lainnya untuk tidak "menabrak tembok".
Sokha saat ini dilarang meninggalkan Kamboja atau mengambil bagian dalam kegiatan politik. Setelah pertemuan dengan sejumlah utusan asing di Kamboja, Sokha lewat Facebook mengunggah pesan pada Jumat (22/11/2019), menyerukan "rekonsiliasi nasional".
Oposisi
Kelompok-kelompok HAM mengatakan bahwa sistem hukum Kamboja sepenuhnya dikendalikan oleh pemerintah Hun Sen. Sementara itu, mitra politik Sokha, Sam Rainsy, telah kembali ke Perancis pada akhir pekan lalu setelah berusaha memenuhi janjinya untuk pulang ke Kamboja pada Hari Kemerdekaan Kamboja 9 November 2019 lalu. Dalam upayanya itu, Rainsy gagal masuk ke Kamboja.
Rainsy telah tinggal di Perancis sejak 2015 untuk menghindari pengadilan dan hukuman penjara. Rainsy menyebut upaya untuk menyeretnya ke dalam penjara bermotif politik. Dia pun kemudian berjanji akan kembali ke Kamboja tetapi tetap tidak bisa pulang ke Kamboja. Rainsy menggunakan waktunya untuk berkunjung ke Malaysia dan Indonesia bersama beberapa pejabat CNRP lainnya.
Hun Sen pekan lalu membebaskan 70 aktivis oposisi dengan jaminan. Mereka dituduh pemerintah Kamboja telah membantu Rainsy untuk kembali pulang ke Kamboja. (REUTERS/AFP)