Ekonomi Melambat, Mereka Bersiasat
Bagaimana para pemangku kepentingan terkait (pemerintah, otoritas keuangan dan moneter, ekonom, serta pelaku usaha) Indonesia memberikan solusi dan bersiasat menghadapi perlambatan ekonomi?
Indonesia tengah menghadapi pelambatan ekonomi pada tahun ini. Secara berturut-turut, ekonomi Indonesia pada triwulan I, II, dan III, masing-masing tumbuh 5,07 persen, 5,05 persen, dan 5,02 persen. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2019 itu terendah dalam empat tahun terakhir.
Hampir semua sumber pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi cukup dalam. Pertumbuhan investasi, ekspor, dan konsumsi pemerintah terkontraksi cukup dalam dibandingkan periode sama 2018. Laju pertumbuhan investasi melambat dari 6,96 persen pada triwulan III-2018 menjadi 4,21 persen triwulan III-2019.
Pertumbuhan ekspor turun drastis dari 8,08 persen pada triwulan III-2018 menjadi 0,02 persen triwulan III-2019. Adapun konsumsi pemerintah melambat dari 6,27 persen pada triwulan III-2018 menjadi 0,98 persen triwulan III-2019.
Sementara itu, pertumbuhan konsumsi rumah tangga tidak mampu mengerek pertumbuhan ekonomi lebih tinggi. Konsumsi rumah tangga naik tipis dari 5 persen pada triwulan III-2018 menjadi 5,01 persen pada triwulan III-2019.
Banyak kalangan menyebutkan, ketidakpastian ekonomi global terutama karena perang dagang Amerika Serikat-China, menjadi penyebabnya. Di sisi lain, dunia mulai memasuki era deglobalisasi yang berdampak pada bisnis internasional.
Sejak 2008, telah terjadi penurunan yang lambat dalam perdagangan dan penurunan besar dalam investasi asing langsung terhadap pendapatan domestik bruto. Indikatornya adalah jangkauan perusahaan multinasional sangat berkurang, perdagangan dan investasi menjadi lebih terbatas, serta risiko dan biaya bisnis internasional meningkat signifikan. Pertumbuhan dan gerak rantai nilai global juga makin terhambat.
Baca juga: Lonceng Resesi Ekonomi Dunia
Bagaimana para pemangku kepentingan terkait (pemerintah, otoritas keuangan dan moneter, ekonom, serta pelaku usaha) Indonesia memberikan solusi dan bersiasat menghadapinya?
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani
Proyeksi pertumbuhan Indonesia di 2020 tidak hanya tergantung pada pemulihan kondisi ekonomi global. Keberhasilan pemerintah dalam mereformasi kebijakan ekonomi nasional untuk menciptakan ekonomi yang lebih efisien dan produktif dalam waktu dekat juga menentukan.
Melihat tren saat ini, pengusaha pesimistis pertumbuhan ekonomi bisa mencapai maksimal 5,1 persen pada akhir tahun ini. Hal itu karena pertumbuhan ekonomi hanya ditopang pertumbuhan konsumsi yang relatif stagnan. Sementara kegiatan ekonomi produktif (nonkonsumsi) pertumbuhannya sangat lambat dan tidak signifikan.
Risiko itu hanya bisa diatasi kalau pemerintah Indonesia bisa betul-betul mereformasi kebijakan ekonomi yang sudah mereka janjikan. Kita tidak bisa bergantung terus pada konsumsi rumah tangga karena pertumbuhannya stagnan.
Kita tidak bisa bergantung terus pada konsumsi rumah tangga karena pertumbuhannya stagnan.
Kita juga tidak bisa selalu bertumpu pada pengeluaran pemerintah yang terfokus pada investasi infrastruktur. Sebab, efeknya terhadap pertumbuhan ekonomi baru akan maksimal dalam jangka panjang.
Pemerintah diharapkan tidak gagal menciptakan stabilitas makro ekonomi nasional, meningkatkan pertumbuhan konsumsi dalam negeri, menaikkan penerimaan investasi dan ekspor, produktifitas sektor manufaktur dan jasa, serta penciptaan lapangan kerja dan menurunkan angka pengangguran.
Ketua Umum Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Soelaeman Soemawinata
Kondisi global saat ini memengaruhi kinerja industri properti dalam negeri. Hal itu dimungkinkan karena perang dagang dan proteksionisme perdagangan melemahkan sektor ekonomi dasar (economic base) yang terkait aktivitas ekspor, pertambangan, dan manufaktur yang banyak berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi nasional karena memiliki pasar global.
Adapun di masyarakat, kondisi itu dinilai menyerang psikologis dalam menggunakan uang. Survei Konsumen Bank Indonesia pada Oktober 2019 menyebutkan, dalam tiga bulan ke depan, November 2019 hingga Januari 2020, masyarakat tidak akan menghabiskan banyak pendapatan mereka untuk konsumsi seperti sebelumnya.
Hal itu terindikasi dari menurunnya indeks perkiraan konsumsi rumah tangga yang turun dari 160,7 di Desember 2019 menjadi 160,3 di Januari 2019. Demikian juga dengan jumlah pinjaman atau utang yang hingga April 2020 diindikasikan turun dari 159,6 menjadi 153.
Sebanyak 43,3 persen masyarakat yang disurvei menyatakan akan menaruh uangnya di tabungan atau deposito perbankan, dan yang akan menginvestasikan uang mereka di emas dan properti masing-masing hanya 21,2 persen dan 20,7 persen.
"Bank Indonesia sudah menurunkan suku bunga acuan menjadi 5 persen, tapi belum juga mendongkrak pembelian properti. Dulu, tahun 90-an saat ekonomi bagus, saya pernah cicil KPR dengan bunga 17 persen dan tidak masalah. Jadi, kondisi ekonomi ini bukan perhitungan numerik tapi psikologis," ujarnya.
Pemerintah pusat maupun daerah membantu dengan memperbaiki iklim industri properti melalui terobosan di tujuh kebijakan.
Dia berharap, pemerintah pusat maupun daerah membantu dengan memperbaiki iklim industri properti melalui terobosan di tujuh kebijakan. Tujuh kebijakan itu yaitu dalam hal pertanahan, regulasi, tata ruang, perpajakan, perizinan, perbankan, infrastruktur.
"Saat ini, ada yang sudah bergerak cepat, yaitu infrastruktur dan perbankan. Sementara regulasi dan perizinan masih kurang, padahal ini harus jalan bersamaan," pungkasnya.
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Inarno Djajadi
Proyeksi berlanjutnya perlambatan ekonomi dunia pada 2020 membuat otoritas memasang target konservatif terhadap kinerja pasar modal tahun depan. Rata-rata transaksi harian di pasar modal pada 2020 diperkirakan tidak akan jauh berbeda dari 2019, yang hingga Oktober 2019 mencapai Rp 9,36 triliun per hari.
Meski begitu, infrastruktur pasar modal tetap diperkuat untuk meningkatkan likuiditas dan kapitalisasi. ”Tahun depan gejolak pasar global masih akan terjadi sehingga dampaknya akan turut menyeret pasar domestik. Kami pasang target konservatif, tetapi tidak mau pesimistis,” kata dia.
BEI akan lebih fokus mengembangkan variasi layanan dan produk untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas perusahaan tercatat serta peran dan kapasitas anggota bursa pada 2020.
Selaku regulator pasar modal, BEI akan lebih fokus mengembangkan variasi layanan dan produk untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas perusahaan tercatat serta peran dan kapasitas anggota bursa pada 2020.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo
Di tengah keberlanjutan ketidakpastian perekonomian global karena perang dagang antara AS-China, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun depan bisa mencapai 5,3 persen.
"Kegiatan ekonomi tahun depan akan terdorong kebijakan yang akomodatif, pelonggaran likuiditas, serta ditambah stimulus ekonomi dari sisi pengeluaran oleh Kementerian Keuangan," kata dia.
Kegiatan ekonomi tahun depan akan terdorong kebijakan yang akomodatif, pelonggaran likuiditas, serta ditambah stimulus ekonomi dari sisi pengeluaran oleh Kementerian Keuangan.
BI bersama pemangku kepentingan terkait juga akan mengembangkan ekonomi syariah sebagai motor pertumbuhan ekonomi baru. Bidang ekonomi syariah akan diperluas tidak hanya keuangan syariah, tetapi juga industri halal dan pariwisata halal.
Menurut Perry, pengembangan ekonomi dan keuangan syariah butuh komitmen dan kerja sama dengan berbagai pihak. Pelaku ekonomi syariah harus melibatkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), pondok pesantren, serta industri halal sebagai mata rantainya.
Adapun sektor-sektor ekonomi syariah yang berpotensi dikembangkan ialah industri makanan dan minuman, pertanian, tekstil dan busana jadi, serta pertanian. ”Potensi ekonomi syariah di UMKM masih terus digarap karena potensinya sangat besar. Salah satunya dengan menggandeng pesantren,” ujarnya.
BI bersama 110 pesantren akan membentuk usaha induk pesantren nasional. Usaha induk ini akan mengintegrasikan beberapa unit usaha pesantren untuk memperkuat permodalan, pengembangan pasar, dan akses informasi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati
Situasi ekonomi global pada 2020 diperkirakan berangsur membaik kendati masih diselimuti ketidakpastian akibat perang dagang AS-China. Pertumbuhan ekonomi China, yang diperkirakan melemah hingga di bawah 6 persen, akan memengaruhi perekonomian negara-negara berkembang , termasuk Indonesia.
Meski demikian, pemerintah yakin pertumbuhan ekonomi tetap terjaga di atas 5 persen seiring konsistensi kebijakan dalam memperbaiki permasalahan struktural di sisi penawaran. Berbagai terobosan kebijakan mulai dirancang agar perekonomian tumbuh tinggi tanpa menekan kinerja ekspor dalam neraca pembayaran Indonesia.
Terobosan kebijakan yang dimaksud, antara lain redesain belanja pemerintah untuk transfer dana ke daerah. Kriteria pemberian dana insentif daerah akan diperbaharui agar daerah berlomba-lomba menarik investasi dan memperbaiki kinerja ekspor. Investasi harus diupayakan tumbuh di atas 7 persen setiap tahu.
“Ada empat kelompok sektor strategis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, yakni industri hulu, manufaktur termasuk hilirisasi hasil komoditas, industri padat teknologi, dan jasa,” kata dia.
APBN tahun 2020 juga didesain untuk mengantisipasi ancaman resesi perekonomian global yang semakin nyata. Oleh karena itu, penyaluran anggaran diarahkan untuk memacu konsumsi domestik, investasi, dan belanja pemerintah.
APBN tahun 2020 juga didesain untuk mengantisipasi ancaman resesi perekonomian global yang semakin nyata.
Baca juga : APBN Kian Tertekan Gejolak Perekonomian Global
Pemerintah melakukan pelonggaran kebijakan fiskal juga tercermin dalam target defisit APBN 2020 sebesar Rp 307,2 triliun atau 1,76 persen produk domestik bruto (PDB). Pengendalian defisit APBN 2020 untuk menjaga kesinambungan fiskal serta memberikan ruang gerak yang lebih luas dalam rangka menghadapi risiko global tahun 2020.
“Dengan besaran defisit tersebut, pemerintah dapat memberikan stimulus bagi perekonomian melalui program-program pembangunan, penyerapan tenaga kerja, dan pengurangan kemiskinan,” kata dia.
Kepala Kajian Makro Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia Febrio Kacaribu
Potensi resesi ekonomi AS semakin nyata. Hal itu tercermin dari makin menyempitnya selisih antara imbal jasa obligasi pemerintah AS jangka pendek dengan jangka panjang (inverted yield curve). Secara teroritis, dampak resesi ekonomi terjadi rata-rata 12 bulan setelah inverted yield curve.
“Dari hasil simulasi, dampak resesi ekonomi AS ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, kemungkinan terjadi pada pertengahan tahun 2020 atau setelahnya,” ujarnya.
Meski demikian, dampak resesi ekonomi AS ke Indonesia tidak sebesar krisis ekonomi tahun 2007-2008. Pada 2020, perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa diantisipasi karena stimulus penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia mulai terasa. Risiko paling krusial justru pada 2021 karena peluang untuk memperbaiki pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen terancam.
Pada 2020, perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa diantisipasi karena stimulus penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia mulai terasa.
LPEM UI memproyeksikan perekonomian RI tumbuh berkisar 5-5,1 persen pada 2019 dan 5-5,2 persen pada 2020. Struktur perekonomian masih ditopang konsumsi rumah tangga.
Ke depan pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan konsumsi rumah tangga. Sumber pertumbuhan dari investasi dan perdagangan tetap harus didorong. Investasi harus didorong tumbuh lebih dari 6 persen agar pertumbuhan ekonomi tidak tergelincir di bawah 5 persen. Investasi yang tumbuh rendah bukti nyata kegagalan reformasi struktural.
Perlambatan perekonomian global, yang salah satunya ditengarai oleh perang dagang, turut berdampak pada kinerja ekspor dan impor indonesia. Badan Pusat Statistik mendata, nilai ekspor sepanjang Januari-September 2019 turun 8 persen dibandingkan Januari-September 2018 menjadi 124,17 miliar dollar Amerika Serikat (AS) sedangkan nilai impor turun 9,12 persen menjadi 126,12 miliar dollar AS.
Menteri Perdagangan Agus Suparmanto
Kementerian Perdagangan akan mendongkrak nilai ekspor nonmigas. Target ekspor nonmigas dalam lima tahun ke depan 6,88 persen hingga 12,23 persen. Target ekspor ini realistis karena beberapa upaya telah dilakukan, terutama penyelesaian perjanjian perdagangan dan pembukaan pasar-pasar ekspor nontradisional.
”Kami juga mengandalkan atase perdagangan dan pusat promosi yang tersebar di sejumlah negara untuk menggiatkan ekspor. Regulasi untuk kegiatan ekspor akan disederhanakan,” kata dia.
Target ekspor nonmigas dalam lima tahun ke depan 6,88 persen hingga 12,23 persen.
Pada awal November ini, 15 negara perunding Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) telah mengeluarkan pernyataan bersama para pimpinan negara untuk merampungkan RCEP. Perjanjian dagang lain yang masih dalam tahap perundingan dan perlu menjadi sorotan ialah, Perjanjian Kerja Sama Ekonomi Komprehensif antara Indonesia-Uni Eropa (I-EU CEPA).
Baca juga : Kemendag Targetkan Ekspor Nonmigas Tumbuh 6,88 Persen hingga 12,23 Persen
Dengan mitra dagang tradisional, seperti AS, Indonesia menjaga hubungan diplomasi perdagangan, khususnya untuk mempertahankan fasilitas sistem tarif preferensial umum (Generalized System of Preference/GSP). Skema ini dapat membuka peluang peningkatan ekspor ke AS.
Kementerian Perdagangan juga terus melanjutkan membuka pasar-pasar ekspor baru ke negara-negara nontradisional. Kementerian Perdagangan tengah menggencarkan promosi produk nasional ke pasar global. Salah satu caranya ialah, ikut serta dalam pameran internasional. (KARINA ISNA IRAWAN/DIMAS WARADITYA NUGRAHA)