Memperkuat Sumber-sumber Pertumbuhan Baru
Untuk memperkuat ketahanan ekonomi nasional, pemerintah dan pemangku kepentingan terkait berkomitmen memperkuat dan menumbuhkan sumber-sumber ekonomi baru. Tiga di antaranya adalah sektor UMKM, syariah, dan digital.
Untuk memperkuat ketahanan ekonomi nasional, pemerintah dan pemangku kepentingan terkait berkomitmen memperkuat dan menumbuhkan sumber-sumber ekonomi baru. Tiga di antaranya adalah sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), ekonomi syariah, serta ekonomi digital.
Sembari mendorong pertumbuhan ketiga sektor itu, pemerintah terus membenahi sektor industri berbasis ekspor. Pemerintah juga melakukan penetrasi ke pasar-pasar tujuan ekspor baru atau nontradisional.
Di sektor UMKM, pemerintah akan memperkuat kapasitas dan permodalan UMKM. Dua upaya yang ditempuh untuk memperkuat permodalan UMKM adalah menurunkan bunga kredit usaha rakyat (KUR) dan membuka peluang UMKM menggalang dana di bursa.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan akan memperluas akses pembiayaan murah. Pemerintah akan menurunkan suku bunga kredit usaha rakyat (KUR) dari 7 persen menjadi 6 persen mulai 1 Januari 2020.
”Penurunan suku bunga KUR diharapkan dapat meningkatkan kontribusi UMKM terhadap pertumbuhan ekonomi,” kata Airlangga.
Untuk itu, selain menurunkan suku bunga, mulai awal tahun depan batas atas KUR mikro juga akan ditingkatkan dari Rp 25 juta menjadi Rp 50 juta per debitor. Adapun KUR perdagangan dari Rp 100 juta menjadi Rp 200 juta per debitor.
Bersamaan dengan hal itu, pemerintah juga menaikkan plafon realisasi penyaluran KUR sebanyak 36 persen, dari Rp 140 triliun menjadi Rp 190 triliun. Menurut rencana, plafon realisasi penyaluran KUR terus meningkat setiap tahun hingga Rp 325 triliun pada 2024.
Pada 14-15 November 2019, Forum Statistik Dana Moneter Internasional (IMF) di Washington DC, Amerika Serikat, dibuka dengan seruan kepada dunia untuk memperkuat sektor informal, terutama UMKM. UMKM dinilai mampu menjadi jaring pengaman sosial dan menopang pertumbuhan ekonomi inklusif.
Di tengah ketidakpastian ekonomi dan ancaman resesi global, UMKM menjadi sektor penting untuk terus diperkuat dan ditumbuhkan. UMKM menjadi solusi bagi ancaman pengurangan tenaga kerja, pengangguran, dan kemiskinan, terutama di negara-negara berkembang.
Dalam forum itu, Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva mengatakan, pertumbuhan ekonomi sebuah negara sangat bergantung pada sektor informal. Di negara-negara Sub-Sahara Afrika, kontribusi sektor informal terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 38 persen. Di beberapa negara, sektor tersebut mampu menyerap 90 persen tenaga kerja.
Hal ini menunjukkan sektor informal dapat memberikan pendapatan dan menjadi jaring pengaman sosial. Namun, ini merupakan masalah yang rumit.
”Tingkat kemiskinan pekerja informal rata-rata dua kali lebih tinggi daripada pekerja formal. Hal itu terjadi karena produktivitas rendah, pendapatan rendah, dan keterbatasan akses ke layanan pemerintah,” ujarnya.
Sektor informal dapat memberikan pendapatan dan menjadi jaring pengaman sosial.
Menurut Georgieva, sektor informal menghasilkan pendapatan pajak yang lebih rendah. Banyak yang menilai hal itu menghambat kemampuan pemerintah membelanjakan program sosial dan investasi. Namun, di sisi lain, pekerja informal, yang sebenarnya paling membutuhkan program sosial dan infrastruktur publik, justru mungkin tidak menerima manfaatnya.
IMF melihat ada ketidaksetaraan yang semakin melebar di setiap negara. Ketidaksetaraan itu selalu terkait dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah, kurang tahan lama, dan ketidakstabilan keuangan.
Baca juga : Ekonomi Melambat, Mereka Bersiasat
Untuk itu, sektor informal perlu terus diperkuat guna mempersempit jurang ketidaksetaraan tersebut. Georgieva berharap sektor itu benar-benar diukur dengan statistik yang tepat agar kebijakan pemerintah bisa lebih tepat sasaran. Kebijakan-kebijakan tersebut misalnya program pinjaman dan pengembangan kapasitas.
Ekonomi syariah
Selain UMKM, pemerintah dan pemangku kepentingan terkait terus mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pengembangan ekonomi syariah. Upaya itu dilakukan dengan mengintegrasikan sistem syariah dengan ekosistem digital, UMKM, dan pesantren, serta meningkatkan peran lembaga syariah.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo mengatakan, di tengah ketidakpastian global, pengembangan ekonomi dan keuangan syariah akan memperkuat ketahanan nasional. Sistem syariah memiliki daya tahan yang kuat karena mengutamakan pembagian risiko ketimbang pendekatan utang.
Dalam prinsip ekonomi syariah, transaksi keuangan harus berdasarkan aktivitas riil. Transaksi keuangan syariah berlandaskan pada aset dasar (underlying asset), berbeda dengan perbankan konvensional yang cenderung spekulatif. Dengan itu, risiko gelembung ekonomi dapat diperkecil, bahkan netral.
”Pengalaman sejumlah negara menunjukkan, ekonomi dan keuangan syariah berpotensi menjadi sumber baru pertumbuhan ekonomi dan memperbaiki neraca transaksi berjalan,” ujar Dody dalam pembukaan Festival Ekonomi Syariah Indonesia (ISEF) 2019 di Jakarta, pekan lalu.
Pengalaman sejumlah negara menunjukkan, ekonomi dan keuangan syariah berpotensi menjadi sumber baru pertumbuhan ekonomi dan memperbaiki neraca transaksi berjalan.
Menurut Dody, sekitar 80 persen dari nilai PDB Indonesia sudah memenuhi prinsip-prinsip syariah. Untuk itu, pemerintah dan BI saat ini fokus mengembangkan industri jasa keuangan syariah. Salah satunya, dengan meningkatkan peran perbankan syariah dan mengoptimalkan dana sosial keagamaan.
Data Otoritas Jasa Keuangan per Juli 2019 menyebutkan, aset keuangan syariah (tidak termasuk saham syariah) sebesar Rp 1.359 triliun atau tumbuh sekitar 5 persen sejak awal tahun ini. Pangsa pasarnya 8,7 persen dari total aset keuangan nasional.
Pengembangan keuangan syariah itu bukan sekadar pembiayaan, melainkan juga pemberdayaan berkelanjutan. BI bersama 110 pesantren akan membentuk usaha induk pesantren nasional. Usaha induk ini akan mengintegrasikan beberapa unit usaha pesantren untuk memperkuat permodalan, pengembangan pasar, dan akses informasi.
”Pengembangan ekonomi syariah berbasis pesantren ini memiliki empat kegiatan utama, yaitu penyusunan standardisasi laporan keuangan, pemberdayaan unit usaha pesantren, pengembangan pasar digital, dan penggabungan pesantren berskala nasional,” kata Dody.
Untuk mengembangkan potensi ekonomi syariah, pemerintah akan merevisi Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2016 tentang Komite Nasional Keuangan Syariah. Revisi yang menyangkut pengembangan sistem ekonomi syariah dan kelembagaannya itu guna mempercepat pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengatakan, lingkup pengembangan sistem syariah diperluas dari hanya keuangan syariah menjadi ekonomi dan keuangan syariah. Untuk itu, dibutuhkan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 91 Tahun 2016 sebagai payung hukumnya.
”Revisi aturan untuk memperkuat kelembagaan sekaligus mempercepat pengembangan ekonomi dan keuangan syariah Indonesia,” kata Amin.
Ke depan, Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah akan memiliki divisi baru yang khusus menangani industri halal, industri keuangan syariah, dan dana sosial, seperti zakat dan wakaf.
Ekonomi digital
Pemerintah juga terus menggarap ekosistem ekonomi digital yang tengah berkembang pesat di Indonesia. Sektor tersebut memiliki efek pengganda bagi perkembangan dan pertumbuhan perekonomian nasional.
Untuk itu, hal ini perlu terus didorong guna menumbuhkan ekonomi, terlebih pada sektor industri pengiriman barang, telekomunikasi, dan e-dagang.
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate mengatakan, di tengah bayang-bayang pelambatan ekonomi dunia, Indonesia masih mampu menjaga pertumbuhan ekonomi di level aman. Pertumbuhan ekonomi ini terus dijaga dan ditingkatkan, salah satunya dengan mengoptimalkan peran teknologi digital.
”Tugas kita bersama untuk jaga ini agar pertumbuhan tetap baik dan cepat mengambil keputusan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Indonesia di masa depan akan bergantung pada pemanfaatan digital dan kesiapan sumber daya manusia dalam transformasi ini,” ujarnya dalam dalam pembukaan acara Konvensi Nasional Pos dan Informatika di Jakarta.
Baca juga : Jargon-jargon Seruan Persatuan Global
Johnny menambahkan, sektor ekonomi digital yang berpotensi meningkatkan pertumbuhan itu adalah industri pengiriman barang, telekomunikasi, dan e-dagang. Selama ini, ketiga sektor itu saling terkait dengan laman pemasaran (marketplace) yang memegang peran krusial dalam pertumbuhan ekonomi digital.
Sektor ekonomi digital yang berpotensi meningkatkan pertumbuhan itu adalah industri pengiriman barang, telekomunikasi, dan e-dagang.
Presiden Direktur JNE Mohammad Feriadi mengemukakan, industri logistik turut menyokong pertumbuhan ekonomi digital, begitu pula sebaliknya. Saat ini, JNE tengah mengembangkan mega-hub logistik untuk mempercepat proses mobilitas paket pengiriman barang dengan sistem penyortiran terotomasi.
Inovasi itu dibutuhkan untuk menyesuaikan jumlah pengiriman barang. JNE saja kini bisa melayani 19 juta paket per hari. Jumlah itu terkait dengan pertumbuhan perdagangan melalui e-dagang.
Pada 2016, nilai perdagangan e-dagang Indonesia tercatat sebesar 22,6 miliar dollar AS. Pada 2017, nilai perdagangan itu meningkat 5,7 kali lipat menjadi 130 miliar dollar AS.
Pada Oktober 2019, Temasek bersama Google dan Bain Company merilis laporan yang menyebut Indonesia sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi digital terbesar dan tercepat di Asia Tenggara.
Pada tahun ini, Indonesia mencetak 40 miliar dollar AS atau Rp 556,6 triliun, setara dengan 13,6 persen produk domestik bruto (PDB) yang triwulan III-2019 ini Rp 4.067,8 triliun. Nilai itu tumbuh empat kali lipat dari tahun 2015.
Pada posisi itu, Indonesia mampu mengalahkan Thailand (16 miliar dollar AS), Singapura (12 miliar dollar AS), Vietnam (12 miliar dollar AS), Malaysia (11 miliar dollar AS), dan Filipina (7 miliar dollar AS). Pada 2025, ekonomi digital Indonesia diprediksi akan melonjak hingga 133 miliar dollar AS.
Baca juga : Lonceng Resesi Ekonomi Dunia
Indonesia yang akan mendapatkan bonus demografi yang terjadi pada kurun waktu 2020-2030 juga berpotensi menopang pertumbuhan ekonomi digital. Dalam kurun waktu itu, generasi milenial akan berperan kuat di percaturan perekonomian Indonesia, terutama ekonomi digital.
Kendati dinilai membawa disrupsi tenaga kerja, era ekonomi digital juga diyakini turut mengubah karakteristik ketenagakerjaan menjadi lebih informal yang lebih minim proteksi. Ekonomi digital memperluas peluang ketenagakerjaan, terutama dari sektor jasa, seperti pemrograman, layanan pelanggan, hingga analisis data.
Kepala Departemen Perekonomian Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri mengatakan, melimpahnya tenaga kerja di bidang jasa membuat pekerja tak lagi terkonsentrasi di kota besar. Akses ketenagakerjaan di daerah terpencil pun ikut terbuka, yang memungkinkan sektornya menjadi kian informal.
Riset Center for Strategic and International Studies dan Tenggara Strategics menyebutkan, proyeksi kontribusi nilai tambah ekosistem Grab Indonesia terhadap perekonomian sektor informal pada 2018 sebesar Rp 48,89 triliun.
Sementara itu, penelitian Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia memproyeksikan, nilai tambah pendapatan mitra Go-Jek pada 2018 sebesar Rp 44,2 triliun. (M PASCHALIA JUDITH J/ERIKA KURNIA)