Pemerintah berencana menghibahkan kapal rampasan. Namun, pemerintah perlu belajar dari pengalaman sebelumnya bahwa banyak kapal yang dihibahkan justru jadi besi tua, salah sasaran, ataupun kembali ke pencuri ikan.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah berencana menghibahkan 45 kapal ikan ilegal rampasan negara untuk kepentingan pemerintah, pendidikan, nelayan, dan dunia usaha. Namun, berdasarkan pengalaman, hibah kapal kerap tidak sesuai harapan.
Kapal-kapal ikan tersebut kini sedang dikaji peruntukannya. Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo seusai peringatan Hari Ikan Nasional Ke-6 di Jakarta, Kamis (22/11/2019), menyatakan, pemerintah tetap melanjutkan kebijakan penenggelaman kapal ikan ilegal. Namun, pihaknya juga akan fokus menggerakkan usaha perikanan tangkap nasional.
Stok ikan nasional saat ini diperkirakan 12,5 juta ton dengan potensi tangkapan ikan untuk diolah sebesar 80 persen atau 10 juta ton. Namun, produksi perikanan tangkap belum mencapai 8 juta ton per tahun.
Langkah yang akan ditempuh untuk menggenjot produksi, antara lain, dengan memudahkan perizinan. Pihaknya juga sedang mengkaji peluang hibah kapal ikan rampasan pemerintah untuk pihak ketiga, seperti koperasi perikanan dan badan usaha milik negara (BUMN) perikanan.
Dari 72 kapal ikan ilegal yang dirampas pemerintah, sebanyak 45 kapal dalam kondisi baik dan bisa dihibahkan. Sesuai prosedur, mekanisme hibah kapal senilai Rp 10 miliar hingga Rp 100 miliar mesti melalui persetujuan presiden, sedangkan hibah kapal senilai di atas Rp 100 miliar harus melalui persetujuan DPR.
”Kalaupun kapal kita hibahkan ke koperasi nelayan, koperasi ini dipastikan tidak dilepas begitu saja, tetapi diberi pendampingan sampai benar menghasilkan ikan. Jangan sampai (kapal) sudah diberikan kapal, tetapi malah dijual,” kata Edhy.
Tak sesuai harapan
Penenggelaman kapal akan tetap dilanjutkan untuk kapal-kapal ilegal yang melawan aparat pengawas perikanan dan aparat penegak hukum. ”Penenggelaman (berlaku) untuk kapal yang melanggar yang melawan aparat. Kapal akan langsung ditenggelamkan tanpa keputusan pengadilan,” kata Edhy.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP Agus Suherman menyatakan, 45 kapal itu telah memiliki keputusan hukum tetap (inkracht) dan dirampas negara. Kapal-kapal itu dititipkan kejaksaan di pelabuhan-pelabuhan perikanan. Usulan untuk hibah kapal akan diajukan ke Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) dan Kementerian Keuangan.
Indonesia perlu belajar dari pengalaman sebelumnya bahwa banyak kapal yang dihibahkan justru jadi besi tua, salah sasaran, ataupun kembali ke pencuri ikan.
Secara terpisah, Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Riza Damanik menyatakan, Indonesia perlu belajar dari pengalaman sebelumnya bahwa banyak kapal ikan yang dihibahkan menjadi besi tua, salah sasaran, ataupun kembali ke pencuri ikan. Agar tidak terulang, tranparansi dan partisipasi publik perlu diperkuat.
Upaya pemberantasan pencurian ikan harus berlanjut dengan penguatan strategi berupa kemudahan berusaha dan perizinan bagi kapal-kapal ikan Indonesia. Kemudahan berusaha itu sekaligus diikuti oleh transparansi dan partisipasi publik.
”Kunci dari keberlanjutan dari pemberantasan pencurian ikan adalah memaksimalkan kapal-kapal Indonesia beroperasi di seluruh perairan Indonesia,” kata Riza.