Warga yang terdampak penurunan muka tanah di pesisir Kabupaten Demak bakal sulit direlokasi sehingga pemberdayaan ekonomi masyarakat juga mendesak dilakukan.
DEMAK, KOMPAS -- Penurunan muka tanah, ditambah rob atau limpasan air laut di sejumlah daerah di Kabupaten Demak, Jawa Tengah, membuat daerah itu tenggelam perlahan. Rekayasa struktur pengaman pantai dan rehabilitasi mangrove menjadi opsi solusi untuk mengendalikan kerusakan.
Hasil pemantauan tim Departemen Oseanografi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Diponegoro, laju penurunan tanah di pantai utara di Kecamatan Sayung, Demak, dalam dekade terakhir berkisar 5-10 sentimeter (cm) per tahun. Garis pantai mundur sekitar 1,7 kilometer (km), bahkan yang terjauh mencapai 5,2 km.
Pantauan di sejumlah desa di Sayung, seperti Sriwulan, Bedono, dan Timbulsloko, warga menguruk lantai rumah dan jalan desa guna mengatasi rob dan tanah penurunan muka tanah. Lantaran tinggi rumah tidak dirombak, jarak lantai ke atap rumah juga menjadi pendek, kurang dari 3 meter.
Guru Besar Bidang Oseanografi FPIK Undip Denny Nugroho Sugianto mengatakan, kondisi lapisan tanah berupa aluvial menjadi salah satu penyebab penurunan muka tanah di Demak. Adanya perubahan volume lapisan membuat degradasi fisik tanah kian cepat.
”Maka, yang diperlukan antara lain rekayasa struktur pengaman pantai (menggunakan) buise beton untuk memecah ombak, serta rehabilitasi mangrove,” kata Denny, Kamis (21/11/2019). Yang tidak kalah penting, menurut dia, perlindungan dan pemberdayaan warga terdampak. Dengan sulitnya relokasi, warga perlu dibuat berdaya dalam menghadapi persoalan itu.
”Saat sawah tenggelam, misalnya, pemerintah mendorong mereka untuk budidaya perikanan di pantai,” ujar Denny. Pemerintah Kabupaten Demak berupaya mengatasi persoalan penurunan muka tanah dan rob itu dengan gencar menanam mangrove sejak 2006. Kepala Seksi Pemeliharaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hidup Demak Eko Aryanto menuturkan, sekitar 1.000 bibit mangrove ditanam per tahun.
”Upaya itu dibantu rekayasa struktur seperti buise beton yang disusun sehingga akan ada lumpur yang terendap. Pada daratan baru itulah mangrove ditanam. Ini dibantu sejumlah pihak, termasuk OISCA (organisasi nirlaba Jepang), serta pihak lainnya,” kata Eko.
Ia mengakui, merelokasi warga bukan hal mudah karena terkait penghidupan mereka. Rukani (45), warga Desa Timbulsloko, mengatakan, sekitar rumahnya kerap kemasukan air saat pasang. Ia berharap, buise beton penahan ombak dapat diperbanyak.
Kajian komprehensif
Fenomena penurunan muka tanah juga terjadi di Kota Pekalongan. Pemerintah Kota Pekalongan berencana membuat kajian komprehensif agar bisa mengetahui penyebab penurunan muka tanah ini serta menemukan solusi yang tepat. Pemerintah Kota Pekalongan akan menggandeng Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk membuat kajian tersebut.
”Kami harus memiliki dasar ilmiah dan komprehensif terlebih dulu mengenai penurunan muka tanah. Sehingga, kami bisa menemukan langkah tepat dalam mengatasinya,” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Pekalongan Purwanti.
Dalam penelitian yang dilakukan ahli geodesi dari Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung Heri Andreas disebutkan, salah satu penyebab penurunan muka tanah di Kota Pekalongan adalah pengeboran sumur air bawah tanah. Ia merekomendasikan Pemkot Pekalongan menghentikan pengeboran air bawah tanah ini. (DIT/XTI)