Bayar Mahal demi Jalur Khusus Visa Emas
Sejak zaman purba, manusia terbiasa berpindah untuk mencari kehidupan yang lebih baik dan lebih mudah.
Sejak zaman purba, manusia terbiasa berpindah untuk mencari kehidupan yang lebih baik dan lebih mudah. Pembatasan dalam bentuk pembagian negara di masa modern disiasati dengan membeli kewarganegaraan.
Dari Eropa dalam sepekan terakhir, ada dua cerita kontras tentang migrasi. Di satu cerita, pemeriksaan di kapal rute Belanda- Inggris Raya pada Selasa (19/11/2019) malam ditemukan peti kemas berpendingin. Dalam peti kemas itu bukan daging atau produk beku, melainkan 25 orang! Mereka diduga korban sindikat penyelundup manusia di Eropa. Semua orang dalam peti kemas itu ditemukan selamat walau dua di antaranya harus dirawat karena kedinginan.
Penyelundupan itu terungkap hampir sebulan setelah 39 warga Vietnam ditemukan tewas dalam peti kemas di Essex, Inggris. Aparat menduga para korban berharap bisa tinggal dan mendapat kehidupan lebih baik di Eropa. Sebagian korban diduga ditipu dan membayar ribuan euro. Sebagian lagi tak sanggup membayar mahal untuk mengurus izin tinggal secara sah di Uni Eropa (UE).
Membayar hingga jutaan euro untuk mendapat izin tinggal, bahkan juga status sebagai warga negara, di UE memang dimungkinkan. Kini, ada 20 negara anggota UE punya mekanisme itu.
Transparency International (TI) mencatat Inggris, Portugal, Spanyol, Hongaria, dan Latvia paling banyak memberikan kewarganegaraan kepada orang asing yang mau membayar hingga jutaan euro per individu. Yunani, Siprus, dan Malta juga punya mekanisme serupa. ”Sekitar 25 miliar euro didapat UE dari bisnis ini selama sepuluh tahun terakhir,” demikian laporan TI pada 2018 yang dikutip media Inggris, The Guardian.
Sebuah konferensi di Hotel Rosewood, London, pada 15 November 2019 menyajikan sisi kontras migrasi ke UE dibandingkan kisah penyelundupan manusia dalam peti kemas. Perdana Menteri St Lucia Allen Chastanet, PM Albania Edi Rama, dan PM Montenegro Dusko Markovic menjadi pembicara dalam Konferensi Kewarganegaraan Global yang diselenggarakan Henley & Partners itu.
Henley & Partners, perusahaan berbasis di London, sejak lama dikenal membantu sejumlah negara ”memasarkan” kewarganegaraan kepada orang yang mau membayar sedikitnya ratusan ribu euro per individu. Chastanet, Rama, dan Markovic secara terbuka menyatakan hal senada dalam acara di Rosewood itu.
Visa emas
Program itu dikenal sebagai visa emas. Sebab, alih-alih membayar beberapa puluh euro untuk mengurus visa biasa, peminat program itu harus membayar minimal ratusan ribu euro per orang untuk mendapat izin tinggal jangka panjang hingga status sebagai warga negara.
Chastanet mengungkap, siapa pun bisa mendapat paspor St Lucia dengan membayar mulai dari 100.000 euro. Pemegang paspor St Lucia, salah satu anggota persemakmuran Inggris Raya, bisa memasuki hingga 145 negara tanpa harus mengurus visa atau setidaknya cukup mengurus visa saat datang (visa on arrival/VoA). ”St Lucia sedang memodernisasi diri dan berupaya unggul secara global. Kami mencari warga negara baru yang bisa mendapat manfaat dari tawaran St Lucia,” katanya.
Chastanet menyebut, selama proses permohonan atau setelah permohonan dikabulkan, pemohon program visa emas tidak harus tinggal di negara kepulauan di Karibia itu. Pemohon hanya harus membayar biaya-biaya selama proses permohonan.
Markovic menawarkan paket lebih mahal, minimal 350.000 euro per orang pertama dalam satu keluarga. Uang itu dipakai untuk membeli obligasi pemerintah minimal 100.000 euro dan properti berharga 250.000 euro. Properti bisa dipakai bersama pemohon lain yang berstatus pasangan dan anak pemohon utama usia di bawah 21 tahun.
Adapun Malta, yang hanya mengutus pejabat biasa dalam konferensi di London, menawarkan paket mulai dari 800.000 euro. Uang itu untuk membeli obligasi pemerintah paling sedikit 150.000 euro dan sisanya untuk diinvestasikan di sektor swasta atau dibelikan ke properti. Seperti di Montenegro, properti di Malta juga bisa dipakai pemohon lain yang berstatus sebagai pasangan atau anak pemohon utama.
”Ada yang berinvestasi sampai 70 juta euro di Malta. Ada yang membuka pabrik farmasi, perusahaan teknologi informatika,” kata Jonathan Cardona, pemimpin Identity Malta, badan yang menjalankan program jual beli kewarganegaraan untuk Malta. Ia menyebut, Malta mendapat sedikitnya 220 juta euro dari program itu. Uang itu setara 2,5 persen produk domestik bruto negara yang terletak di selatan Italia tersebut.
Untuk menjadi pemohon, tidak ada keharusan bisa berbahasa negara itu atau punya kerabat di sana. Hal itu telah dibuktikan Amar al-Sadi (21) dan keluarganya. Perempuan itu tidak lahir di Malta dan tak bisa berbahasa Malta. Walakin, ia warga negara Malta sejak beberapa tahun terakhir.
Bersama keluarganya, perempuan asal Yaman itu membeli kewarganegaraan Malta beberapa tahun lalu. Ia dan keluarganya juga membeli rumah di Malta. ”Saya kira tidak semua orang seberuntung kami, sedih sekali,” ujar Sadi kepada The Economist. Ia meninggalkan Yaman karena perang saudara pecah di sana. Di Malta, ia kuliah dengan tenang. Begitu juga keluarganya hidup tenang.
Kemudahan bergerak
Tawaran kemudahan bergerak lintas negara adalah alasan utama program yang ditawarkan Henley & Partners itu menarik banyak orang. ”Ini seperti asuransi abad ke-21,” kata Christian Kaelin, Kepala Divisi Perencanaan Kewarnegaraan dan Izin Tinggal pada Henley & Partners.
Program itu kombinasi dari kebutuhan negara-negara mencari sumber pendanaan dan orang-orang yang ingin aneka kemudahan. Selain menawarkan kemudahan bergerak lintas negara, sebagian negara mengiming-iming keringanan pajak bagi warga asing yang mau membeli kewarganegaraan.
”Kami punya klien dari Amerika Serikat yang berinvestasi di Italia dan Belanda. Dia butuh visa kerja di dua negara itu jika hanya memegang paspor AS. Dengan paspor Malta, dia tak harus mengurus visa kerja,” ujar Kaelin kepada BBC.
Status sebagai warga negara Malta atau Siprus memang sama saja menjadi warga negara UE. Dua negara itu adalah anggota UE. Setiap warga UE bebas bekerja di negara mana pun yang menjadi anggota UE. Status kewarganegaraan UE itu merupakan salah satu daya tarik tinggi dari program kewarganegaraan yang dipasarkan Henley & Partners dan lembaga lain sejenis.
Henley & Partners dan tiga PM dalam konferensi di London, pertengahan November ini, menjamin semua pemohon kewarganegaraan akan diperiksa dengan ketat. Prosesnya dijaga agar jangan sampai ada penyalahgunaan kewenangan atau dimanfaatkan penjahat dari negara lain untuk melarikan diri. Malta dan Siprus juga menyatakan hal senada.
Namun, fakta dan sejumlah laporan menunjukkan hal berbeda. Siprus mengakui menjual kewarganegaraan kepada Jho Low, buronan kasus skandal korupsi perusahaan investasi Pemerintah Malaysia (1MDB). Sejumlah buronan atau penjahat dari negara lain juga diketahui mendapat kewarganegaraan UE dengan mekanisme itu. Siprus pernah membatalkan kewarganegaraan sejumlah orang asing yang memegang paspor negara itu. Sebab, mereka terbukti terlibat aneka kejahatan di negara asal atau negara lain.
”Semakin banyak bukti elite korup (di negara asing) memanfaatkan program ini untuk mendapat kewarganegaraan di Eropa. Menjual kewarganegaraan belum jelas manfaat ekonomi. Sebaliknya, (program itu) membuka pintu bagi orang-orang yang mau melarikan diri,” kata Ben Cowdock, peneliti pada TI Inggris Raya, kepada BBC.
Komisioner UE untuk Urusan Peradilan Věera Jourová mengatakan, visa emas membawa risiko untuk seluruh UE. Sayangnya, UE tak punya kekuatan atau mekanisme untuk menghentikan program itu. Karena itu, belum ada tanda- tanda penawaran visa emas akan berakhir. (REUTERS)