Kompasianival Bermisi Memupuk Kembali Semangat Persatuan
›
Kompasianival Bermisi Memupuk ...
Iklan
Kompasianival Bermisi Memupuk Kembali Semangat Persatuan
Lebih dari sekadar ajang kopi darat para pembuat konten, Kompasianival 2019 juga mengusung misi memupuk kembali semangat persatuan yang sempat terganggu adanya kontestasi politik.
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Lebih dari sekadar ajang kopi darat para pembuat konten, Kompasianival 2019 juga mengusung misi memupuk kembali semangat persatuan yang sempat terganggu adanya kontestasi politik. Para influencer diajak melawan ujaran kebencian lewat konten-konten berkualitas.
Acara Kompasianival kembali digelar di Jakarta, Sabtu (23/11/2019), dengan mengusung tema ”Reunite” atau Bersatu Kembali. Ajang kali ini merupakan kompasianival yang kesembilan sejak pertama kali digelar pada 2011.
Chief Operation Officer Kompasiana Nurullah mengatakan, adanya kontestasi politik pada tahun ini sempat diramaikan dengan munculnya konten-konten negatif di jagat media sosial. Sepanjang 2019, linimasa di media sosial banyak diwarnai dengan konten ujaran kebencian hingga hoaks.
”Sebagai platform blog terdepan, Kompasiana ingin mengajak para kompasianer dan netizen agar membuat konten yang lebih produktif, kreatif, dan edukatif,” katanya.
Menurut Nurullah, berdasarkan survei yang dilakukan Kompasiana, para bloger dan netizen yang mengakses Kompasiana sebagian besar karena tertarik dengan interaksi, kekeluargaan, dan kualitas kontennya. Kompasianival ini menjadi salah satu wadah untuk menciptakan diskursus antarpengelola konten.
Meski tidak seluruhnya hadir, pendaftar daring dalam kompasianival tahun ini setidaknya mencapai 3.500 orang. Selain itu, ada sekitar 3.700 relawan yang mendaftarkan dirinya. Jumlah ini melonjak drastis dibandingkan tahun kemarin dengan 800 relawan.
”Padahal, untuk pendaftar kompasianival, tadinya kami hanya menargetkan 1.000 orang,” ujarnya.
Politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Tsamara Amany Alatas mengatakan, perbedaan pendapat yang kerap terpampang di media sosial memang lebih keras dibandingkan dunia nyata. Terkadang, kita tidak bisa melihat lawan debat, tidak melihat ekspresinya, bahkan tidak mengenalnya secara personal.
”Beberapa bulan lalu, saya kerap berdebat dengan politisi Nasional Demokrat, Rachel Maryam, di Twitter. Saat di acara kawinan keluarga, saya bertemu dengan dia, sontak kami berpelukan dan saling puji satu sama lain,” kata Tsamara.
Pengalaman Tsamara membuktikan bahwa kenyataan yang terjadi di dunia maya amat berbeda dengan dunia nyata. Menurut dia, saat bertemu satu sama lain, terkadang kita tidak sampai hati menyampaikan kata-kata yang menyudutkan.
Dalam hal ini, Tsamara mengingatkan bahwa perdebatan yang banyak terjadi di kalangan para politikus tidak seseram yang dibayangkan, baik yang terjadi di media sosial maupun media televisi. Untuk itu, para pendukung seyogianya tidak perlu terbawa hati ikut berkonflik.
”Tidak perlu saling serang sampai harus keluar grup Whatsapp hanya untuk mendukung para politisi. Kita saja hanya sampai di mulut, tidak sampai di hati,” kata Tsamara
Menurut Tsamara, tidak jarang para politisi yang berdebat memiliki agenda-agenda yang disepakati bersama di luar sepengetahuan warganet. Misalnya, dalam memperjuangkan isu-isu perempuan, Tsamara saling mendukung dengan politisi Partai Gerindra, Rahayu Saraswati Djodjohadikusumo, yang menjadi kompetitornya saat pemilu.
Hal tersebut dibenarkan Rahayu. Menurut dia, perbedaan pendapat di antara keduanya saat itu wajar terjadi lantaran mereka berperan sebagai juru bicara.
”Banyak teman saya jengkel dengan Tsamara. Tetapi, saya memberi pengertian kepada mereka bahwa ini adalah tuntutan masing-masing,” ujarnya.
Rahayu menambahkan, perdebatan di media sosial terasa lebih keras sebab para warganet menganggap mereka berada pada zona aman. Mereka bisa berujar apa pun tanpa memikirkan konsekuensi yang dihadapi.
Selain itu, perdebatan memang juga belum menjadi budaya di Indonesia lantaran demokrasi di Indonesia masih cukup muda. Padahal, perdebatan tersebut juga dibutuhkan untuk mendalami materi yang disampaikan.