Bursa Pencalonan Ketua Umum Golkar Makin Ramai, Dorongan untuk Voting Menguat
›
Bursa Pencalonan Ketua Umum...
Iklan
Bursa Pencalonan Ketua Umum Golkar Makin Ramai, Dorongan untuk Voting Menguat
Politisi senior Partai Golkar, Agun Gunandjar Sudarsa, mendeklarasikan diri untuk maju sebagai calon ketua umum Golkar pada musyawarah nasional, 3-6 Desember 2019. Kehadirannya meramaikan bursa pencalonan ketua umum.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Politisi senior Partai Golkar, Agun Gunandjar Sudarsa, mendeklarasikan diri untuk maju sebagai calon ketua umum Golkar pada musyawarah nasional, 3-6 Desember 2019. Kehadirannya meramaikan bursa pencalonan ketua umum sehingga saat ini ada tiga nama yang akan berkontestasi memperebutkan kursi Golkar 1.
Agun mendeklarasikan diri untuk maju sebagai calon ketua umum Partai Golkar dalam rapat pleno panitia Musyawarah Nasional (Munas) 2019 di Kantor Dewan Pimpinan Pusat Golkar, Jakarta, Sabtu (23/11/2019). Pernyataan itu diiringi pula dengan pengunduran dirinya dari kepanitiaan munas.
”Untuk munas kali ini, sekali lagi saya menyatakan untuk mundur dari kepanitiaan dan maju sebagai caketum Golkar. Semoga Golkar kita satu, terjaga, dan terpelihara untuk maju, bangkit, dan menang pada (Pemilu) 2024,” kata Agun.
Pencalonan Agun juga menambah jumlah calon ketua umum Golkar. Sebelumnya, deklarasi sudah dilakukan pula oleh Airlangga Hartarto dan Bambang Soesatyo.
Selain itu, santer pula kabar bahwa kader Golkar lainnya, yaitu Ridwan Hisjam dan Indra Bambang Utoyo, yang akan maju. Meski keduanya belum mendeklarasikan diri, kabar itu dibenarkan oleh Sekretaris Jenderal Golkar Lodewijk Freidrich Paulus.
Agun berharap bertambahnya jumlah calon ketua umum ini akan berkontribusi pada perbaikan partai. Khususnya jika dibandingkan dengan Munas 2016 di Bali. Ia menilai munas saat itu tidak berlangsung secara konstitusional, demokratis, bersih, dan tidak menghadirkan rekonsiliasi internal.
Salah satu cara untuk menjamin demokratisasi partai adalah dengan menyelenggarakan pemilihan ketua umum saat munas berlangsung sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) partai.
Dalam Pasal 50 Ayat (1) AD/ART Golkar disebutkan, pemilihan ketua umum dewan pimpinan pusat, ketua dewan pimpinan daerah provinsi, ketua dewan pimpinan daerah kabupaten/kota, ketua pimpinan kecamatan, dan ketua pimpinan desa/kelurahan atau sebutan lain dilaksanakan secara langsung oleh peserta musyawarah.
Selanjutnya, Ayat (2) menyebutkan, pemilihan dilaksanakan melalui tahapan penjaringan, pencalonan, dan pemilihan.
Amanah AD/ART itu diterjemahkan sebagai mekanisme pemilihan dengan cara pemungutan suara. ”Proses munas yang demokratis harus memenuhi asas luber dan jurdil. Persyaratan dukungan 30 persen harus dilakukan secara langsung di bilik suara munas tidak melalui surat dukungan. Mari kita tegakan demokratisasi di tubuh Golkar,” ujar Agun.
Pemilihan ketua umum dengan cara voting sebelumnya juga didorong oleh kubu Bambang Soesatyo yang kerap disapa Bamsoet. Anggota tim sukses Bamsoet yang juga Ketua DPP Golkar Andi Sinulingga mengatakan, pemungutan suara untuk memilih pimpinan tertinggi partai tak bisa ditawar lagi. Tidak boleh ada aklamasi dalam pemilihan ketua umum Golkar.
Andi menilai, keinginan untuk memilih ketua umum secara aklamasi merupakan kehendak untuk menguatkan oligarki di internal partai. Hal itu tak sesuai dengan semangat reformasi Golkar pasca-Orde Baru yang ingin menjadi partai modern dan demokratis.
Adapun niatan memilih ketua secara aklamasi muncul saat Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Golkar pada Kamis (14/11/2019). Saat itu, Airlangga Hartarto dan tim pendukungnya mengklaim bahwa sejumlah perwakilan DPD provinsi, organisasi kemasyarakatan (ormas) Hasta Karya, dan ormas sayap ingin agar Airlangga kembali terpilih sebagai ketua umum dengan cara aklamasi.
Tetap sesuai AD/ART
Ketua Panitia Munas Golkar 2019 Melchias Marcus Mekeng mengatakan, aturan mengenai penyelenggaraan munas dan pemilihan ketua umum sudah diatur dalam AD/ART. ”Jadi, kami akan patuh dan tunduk pada aturan tersebut,” ujarnya.
Menurut dia, sesuai dengan AD/ART, pemilihan ketua umum akan dilakukan secara musyawarah. Namun, musyawarah tidak berarti hanya menghadirkan calon tunggal. Musyawarah dengan banyak calon ketua umum dimungkinkan, asalkan disepakati semua pihak.
”Kami akan musyawarah terlebih dulu dan kalau tidak ada kata sepakat, ya, voting juga oke karena merupakan mekanisme demokrasi yang legitimate,” kata Mekeng.
Selain soal pemilihan, ia menambahkan, panitia juga akan membuka tahap penjaringan dan pencalonan. Namun, ia belum bisa menjelaskan waktu pelaksanaan tahap-tahap tersebut. Tanpa kedua tahap tersebut, sebenarnya belum ada calon ketua umum yang resmi.
”Nanti segera akan diumumkan (waktu penjaringan dan pencalonan) oleh steering committee,” ujarnya.