Sejumlah lembaga mencatat tren peningkatan sumbangan industri kreatif terhadap ekonomi nasional dan diperkirakan mencapai Rp 1.211 triliun tahun ini. Kuliner, mode, dan kriya jadi subsektor unggulan penyumbang tertinggi.
Oleh
C ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
Kamar Dagang dan Industri Indonesia mencatat tren peningkatan sumbangan ekonomi kreatif terhadap produk domestik bruto Indonesia. Survei khusus ekonomi kreatif oleh Badan Pusat Statistik dan Badan Ekonomi Kreatif pun menunjukkan hal tersebut.
Nilai kontribusi ekonomi kreatif disebutkan mencapai Rp 1.000 triliun pada 2017. Sumbangan ekonomi kreatif terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia tersebut kemudian meningkat menjadi sekitar Rp 1.105 triliun pada 2018. Ada prediksi kontribusi ekonomi kreatif tahun 2019 ini akan mencapai Rp 1.211 triliun.
Kuliner, mode, dan kriya tercatat menjadi subsektor unggulan penyumbang pertumbuhan tertinggi.
Kuliner, mode, dan kriya tercatat menjadi subsektor unggulan penyumbang pertumbuhan tertinggi. Adapun subsektor prioritas mencakup film, musik, dan pengembangan aplikasi serta permainan.
Paparan mengenai hal tersebut mengemuka dalam dialog mengusung tema ”Mendorong Sumber Daya Manusia Unggul dan Penerapan Teknologi untuk Menjadikan Ekonomi Kreatif Tulang Punggung Ekonomi Nasional”. Dialog tersebut digelar dalam rangka Rapat Kerja Nasional Bidang Ekonomi Kreatif Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, pekan pertama, November 2019.
Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Ina Primiana, pada acara Core Economic Outlook: Indonesia in 2020 and Beyond sempat menyinggung pertumbuhan industri kreatif berikut peluang penggarapannya. Hal ini, antara lain, terlihat dari data BPS mengenai pertumbuhan industri manufaktur besar dan sedang (IBS) serta industri manufaktur mikro dan kecil (IMK).
Berdasarkan data BPS, pertumbuhan produksi IBS pada triwulan III-2019 naik 4,35 persen dibandingkan dengan triwulan III-2018. Ketika dirinci, jenis IBS dengan pertumbuhan tertinggi di periode itu adalah industri pencetakan dan reproduksi media rekaman yang naik 19,59 persen.
Sementara itu, pertumbuhan produksi IMK pada triwulan III-2019 naik 6,19 persen dibandingkan dengan triwulan III-2018. Di skala ini industri percetakan dan reproduksi media rekaman juga tercatat naik 16,23 persen.
Pertumbuhan industri percetakan dan reproduksi media rekaman secara bersamaan—baik skala IBS maupun IMK—tersebut dinilai memberikan peluang tersendiri.
Peluang yang dimaksud adalah menyambungkan industri di dua skala usaha tersebut. Artinya, industri percetakan dan reproduksi media rekaman skala mikro kecil berpeluang menjadi pemasok bagi industri sejenis yang ada di skala besar dan sedang.
Data pertumbuhan sebuah sektor yang terkait industri kreatif seperti ini tentu patut diperhatikan dalam konteks perkembangan ekonomi kreatif di Tanah Air. Para pelaku terus berkiprah menggeliatkan ekonomi kreatif di negeri ini.
”Kreativitas” pemerintah dalam membuat regulasi atau program yang memberikan dukungan kiranya akan kian mendinamiskan perkembangan ekonomi kreatif di Indonesia.
Sementara itu, masyarakat dapat mengambil peran penting dalam membeli, menikmati, dan mengapresiasi beragam produk kreatif yang dihasilkan anak bangsa.
Populasi penduduk Indonesia yang terus bertambah dan didominasi penduduk berusia produktif hingga beberapa tahun ke depan menjadi modal tersendiri untuk memproduksi dan mengonsumsi produk kreatif.
Berbeda dengan sumber daya alam yang jumlahnya terbatas, kreativitas bersifat tanpa batas. Optimalisasi segenap talenta dan daya kreatif berpotensi membawa perekonomian negeri ini ke tingkat lebih tinggi.