Rencana pembelian mobil operasional sebanyak 172 unit untuk 33 dinas di Provinsi Aceh dinilai sejumlah kalangan sebagai bentuk pemborosan anggaran daerah.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Rencana pembelian mobil operasional sebanyak 172 unit untuk 33 dinas di Provinsi Aceh dinilai sejumlah kalangan sebagai bentuk pemborosan anggaran daerah. Besaran anggaran yang dialokasikan untuk membeli mobil baru itu mencapai Rp 100 miliar.
Direktur Lembaga Kajian Institute for Development of Acehnese Society (IDeAS) Munzami, Sabtu (23/11/2019), menuturkan, dari hasil penelusuran mereka melalui laman publikasi situs pemerintah Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan, www.sirup.lkpp.go.id, ditemukan 172 unit pengadaan mobil tahun 2019. Mobil tersebut diperuntukkan bagi satuan kerja perangkat daerah (SKPD) atau dinas di Provinsi Aceh.
”Sangat mengejutkan, hampir seluruh SKPD melakukan pengadaan mobil dinas, harganya miliaran,” kata Munzami.
Selain mobil dinas, pemerintah juga akan membeli ambulans, mobil pemadam kebakaran, dan mobil pustaka keliling. Bagi Munzami, pengadaan mobil untuk kepentingan publik masih bisa diterima. Namun, dia menilai, pembelian mobil untuk keperluan operasional pegawai sangat menghambur-hamburkan uang rakyat.
Pengadaan mobil dinas pegawai menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) 2019. Adapun besaran APBA 2019 adalah Rp 17,7 triliun.
Menurut Munzami, pembelian mobil baru bagi aparatur sipil melukai hati masyarakat. Sebab, pada saat yang sama, penduduk Aceh masih banyak yang berada di garis kemiskinan.
Catatan Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh, penduduk miskin mencapai 15,68 persen. Aceh merupakan provinsi dengan penduduk termiskin di Pulau Sumatera dan peringkat keenam tertinggi nasional. Adapun angka pengangguran di provinsi itu 6,35 persen.
Munzami menambahkan, belanja barang konsumtif juga mereka temukan, seperti pengadaan kendaraan roda dua, komputer, laptop, kamera, kulkas, dan televisi. Seharusnya, lanjutnya, pengelolaan uang rakyat diutamakan untuk kepentingan publik.
Warga berharap anggaran digunakan untuk kegiatan yang bermanfaat bagi publik, bukan malah untuk kepentingan pejabat.
”Anggaran rakyat hanya dijadikan sebagai penunjang kebutuhan hidup birokrasi di Aceh. Sementara anggaran untuk pemberdayaan masyarakat kecil,” kata Munzami.
Ketua Ombudsman Aceh Taqwaddin Husin telah mengirimkan surat kepada Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Aceh Nova Iriansyah pada 21 November 2019. Dalam surat itu, Taqwaddin menyarankan Plt Gubernur Aceh untuk mengkaji kembali rencana pengadaan mobil dinas tersebut.
”Warga berharap anggaran digunakan untuk kegiatan yang bermanfaat bagi publik, bukan malah untuk kepentingan pejabat,” ucap Taqwaddin.
Ia menambahkan, jika tidak bisa dibatalkan semuanya, sebaiknya Plt Gubernur Aceh melakukan seleksi kembali, yakni hanya membeli yang baru untuk menggantikan mobil yang sudah tidak layak pakai. ”Saya menyarankan anggaran itu dialihkan membeli ambulans laut sebab ada warga di kepulauan yang sangat membutuhkannya,” ujar Taqwaddin.
Sebelumnya, Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah mengatakan, pengadaan mobil dinas dilakukan untuk menggantikan mobil sebelumnya yang sudah tua. Ia mengatakan, pengadaan sudah melalui pertimbangan dan kajian.
Menurut rencana, setelah pengadaan mobil baru, mobil dinas tua yang masih layak pakai akan dihibahkan kepada dayah/pesantren. Nova menyebutkan, belanja mobil dinas tidak mengurangi program untuk kepentingan publik.
Mobil yang akan dibeli pada umumnya jenis 4x4 agar dapat digunakan di medan yang berat. Hal itu karena banyak proyek dan program pemerintah di pedalaman yang perlu ditinjau.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Bardan Sahidi, menuturkan, pembelian mobil dinas oleh eksekutif menggunakan pos anggaran belanja aparatur, bukan pos anggaran belanja publik.
Saat penyusunan anggaran, setiap dinas mendapatkan pagu indikatif yang menjadi pedoman penyusunan rencana anggaran. Namun, Bardan mempertanyakan, mengapa hampir semua dinas mengusulkan pembelian mobil baru.
Meski anggaran yang digunakan pos belanja aparatur, lanjutnya, hal itu menunjukkan dinas-dinas lebih suka membelanjakan uang untuk kepentingan konsumtif. Bardan mengatakan, alokasi APBA sebesar 70 persen dihabiskan untuk belanja aparatur.