Menyibak Lanskap Misteri
Tiga orang sepermainan di era 1980-an bertemu kembali. Ketika itu, mereka menempuh jalur pendidikan seni rupa yang sama. Kini, mereka menghadirkan pameran seni rupa Lanskap Luar Dalam yang tergabung dari tiga ”ideologi” masing-masing.
Yang pertama, Butet Kartaredjasa (58). Seniman yang kemudian lebih dikenal di dunia teater ini menyuguhkan lukisan hasil rekaman mata batin dan inteligensianya. Ia kemudian menghadirkan rekaman visual dengan kejenakaan di atas kertas menggunakan media cat air. Ada kritik tersembunyi. Ada pesan yang cukup bijak pula.
Ambil contoh karya Butet yang diberi judul ”Mengendalikan Kekuatan” yang tampak janggal dan sederhana dengan kecenderungan warna monokromatik biru. Di situ ada seekor kuda yang dihela dengan tali di tangan seorang laki-laki.
Anehnya, posisi atau gestur tubuh laki-laki yang sedang duduk itu tak lazim. Kedua tangannya menghela tali kekang kuda. Kedua kakinya berjegang. Kaki kiri terduduk seperti bersila, kaki kanan tertekuk dengan lutut ke atas.
”Karya ini untuk menceritakan seseorang yang sedang mengendalikan kekuasaan dengan posisi yang ringkih. Saya tidak mau menyebut siapa orangnya,” ujar Butet.
Menghela tali kekang kuda membutuhkan posisi tubuh tegap dan siaga dalam menghadapi berbagai kemungkinan duduk di atas pelana kuda. Posisi duduk jegang sambil menghela tali kekang kuda itu digambarkan Butet sebagai posisi yang rawan jatuh. Siapa yang dikritik Butet?
Yang kedua, Widiyatno (58). Selama ini, ia menekuni bidang penerbitan dan periklanan. Ia memindahkan panorama Jakarta dan dunia kesehariannya ke dalam sketsa dengan media sama. Beberapa di antaranya menggunakan media kanvas.
Yang ketiga, Suwarno Wisetrotomo (57), dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Ia menjadi kurator pameran karya Butet dan Widiyatno.
Butet, Widiyatno, dan Suwarno menempuh studi bersama di Sekolah Menengah Seni Rupa Indonesia (SSRI) di Yogyakarta. Setelah studi selama empat tahun hingga 1982, ketiganya melanjutkan di Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta.
Butet meneruskan di jurusan seni lukis. Widiyatno dan Suwarno sama-sama di jurusan seni grafis. Namun, Butet dan Widiyatno putus kuliah.
Keseimbangan
Suwarno memberi makna atas karya dari kedua temannya itu. Karya Butet diangkat sebagai karya personal, tetapi berdimensi luas. Maka, disebutlah karya Butet sebagai lanskap dalam.
Karya Widiyatno memindahkan unsur luar ke dalam diri dan ia membekukannya menjadi artefak di dalam sketsa. Suwarno menyebut ini sebagai lanskap luar.
Lanskap Luar Dalam menjadi gabungan dua ”ideologi” yang mengingatkan pentingnya keseimbangan di dunia. Ada dunia luar, ada dunia dalam. Ada dunia besar, ada dunia kecil. Ada makrokosmos dan mikrokosmos.
Keseimbangan dimaknai Suwarno sebagai upaya saling mengisi dan saling menopang. Itulah antara lain gunanya persahabatan. ”Demikianlah, mengapa pameran Lanskap Luar Dalam ini perlu diselenggarakan,” ujar Suwarno.
Pameran diselenggarakan di Galeri Seni Tugu Kunstkring Paleis, Jakarta, dengan sekitar 70 karya. Pameran ini dibuka bertepatan dengan peringatan ulang tahun ke-58 Butet pada 21 November 2019 dan berlangsung hingga 21 Desember 2019.
Wajah bangsa
Widiyatno melalui karya-karya sketsanya sedang mengunggah wajah bangsa. Ia membekukan panorama kota Jakarta tidak semata kemegahannya dengan gedung-gedung bertingkat.
Pada salah satu sketsa yang ada di rangkaian karya bertema ”Nusantara Ensemble”, Widiyatno menggambarkan suasana jalan raya di dekat patung Jenderal Sudirman. Ada titik fokus menarik dengan sketsa seseorang yang sedang menarik gerobak kayu.
Di samping kiri gerobak itu ada sebuah gedung megah.
Di sisi kanannya jalan raya dengan beberapa mobil sedang melintas di dekat patung Jenderal Sudirman.
Ada suasana kontras sedang dilukiskan Widiyatno, antara gerobak kayu dan mobil. Mungkin saja ini kontras kehidupan di ibu kota Jakarta. Wajah kontras elite dan masyarakat biasa bangsa kita.
Bemo dan bajaj tak luput dari goresan tajam pena sketsa Widiyatno. Suwarno menyebutkan, karya-karya sketsa itu menjadi artefak sarana transportasi yang pernah ada di Jakarta.
Widiyatno membuat sketsa bemo berangka tahun 2011. Ada di antaranya bemo yang terparkir di pertokoan. Ada pula sketsa pangkalan bemo. Ia menggambar banyak bemo diparkir di pangkalan itu.
Lain lagi beberapa sketsa bajaj berangka tahun 2012. Widiyatno menggambar bajaj ada di barisan mobil atau sedang terparkir begitu saja. Bemo dan bajaj, bagi Widiyatno, memiliki daya tarik eksotika bentuk tersendiri.
Selebihnya, sketsa-sketsa pelabuhan dengan kapal-kapal pinisi yang bersandar dan melepas tali sauhnya. Pinisi merupakan favorit Widiyatno. Sketsa-sketsanya bakal menjadi artefak.
”Siapakah yang dapat menjamin bahwa pinisi akan terus dibuat oleh ahlinya di Bulukumba, Sulawesi Selatan?” ujar Suwarno.
”Jeans Nyasar”
Butet menyuguhkan karya-karya lain yang memiliki sensasi tersendiri, seperti di dalam karya yang diberi judul ”Jeans Nyasar”. Karya itu terlihat sederhana, tetapi memuat bobot isu yang tidak ringan lagi. ”Jeans Nyasar”dilukiskan dengan sebuah salib. Batang salibnya dipenuhi dengan tulisan ”jeans”.
Menurut Butet, karya ini terinspirasi ketika di media sosial muncul video viral yang menyebutkan ada jin di salib. Ada karya yang senada lainnya, diberi judul ”Menyesatkan Aliran”.
Butet menuliskan kata ”jeans” secara vertikal dan horizontal di sebuah tanda salib. Masih terkait dengan itu, karya lain diberi judul ”Bukan Jin”, dilukiskan korpus atau tubuh Yesus yang tersalibkan. Ada karya serupa lainnya yang diberi judul ”Disangka Jin”.
Suwarno mengatakan, karya-karya Butet ini sebagai bentuk respons terhadap penceramah agama yang ujarannya penuh prasangka dan kebencian.
Karya lain, berjudul ”Atas Nama Demo”, juga menarik. Butet menggambar, di atas kepala manusia yang berteriak lantang berdiri seseorang berkacak pinggang. ”Itu menggambarkan keadaan bangsa kita baru-baru ini yang sering berdemo dan menginjak kepala orang,” kata Butet.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD yang hadir membuka pameran ini memberikan sambutan menarik. ”Lukisan itu mengandung pesan, juga keindahan. Ini sama dengan lagu, juga mempunyai misteri,” ujar Mahfud.
Butet sepertinya sedang mencoba menyibak misteri yang berkecamuk di negeri ini.