Bea dan Cukai Siap Fasilitasi Legalisasi Arak Bali
›
Bea dan Cukai Siap Fasilitasi ...
Iklan
Bea dan Cukai Siap Fasilitasi Legalisasi Arak Bali
Bea dan Cukai siap memfasilitasi kemudahan dan kepastian berusaha bagi pengusaha yang memproduksi minuman beralkohol hasil fermentasi dan destilasi tradisional Bali, yakni arak.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA
·3 menit baca
BADUNG, KOMPAS — Bea dan Cukai siap memfasilitasi kemudahan dan kepastian berusaha bagi pengusaha yang memproduksi minuman beralkohol hasil fermentasi dan destilasi tradisional Bali, yakni arak. Syaratnya adalah jika pengusaha sudah berizin dan memenuhi persyaratan, termasuk kepemilikan Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC).
Pelaksana Harian (Plh) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur Sulaiman mengatakan, Bea dan Cukai memahami dan mendukung keinginan Pemerintah Provinsi Bali. Apalagi, untuk menumbuhkan perekonomian rakyat dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama petani yang memproduksi tuak atau bahan baku arak. Terlebih arak merupakan minuman mengandung alkohol khas Bali yang masih diproses secara tradisional.
”Ada beberapa aspek legal yang harus dipenuhi, baik dalam proses produksi maupun pemasarannya,” kata Sulaiman yang juga menjabat Kepala Bidang Fasilitas Kepabeanan dan Cukai di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Bali dan Nusra di Badung, Selasa (26/11/2019), dalam acara temu muka dengan wartawan. Aspek legal yang dimaksud di antaranya ketentuan pita cukai dan izin edar ataupun izin usaha.
Arak adalah minuman beralkohol hasil fermentasi dan distilasi yang diproses secara tradisional. Bahan bakunya adalah tuak nira, fermentasi tebu, dan fermentasi biji-bijian atau beras. Kandungan alkohol arak Bali berkisar mulai 15 persen hingga 40 persen. Adapun daerah sentra pembuatan arak di Bali berada di Kabupaten Buleleng dan Kabupaten Karangasem.
Pemprov Bali berencana melegalkan produksi arak Bali sebagai upaya menumbuhkan perekonomian masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan petani serta menjadikan arak sebagai produk lokal khas Bali. Akan tetapi, hal itu masih terganjal aturan karena produksi minuman beralkohol masih termasuk daftar negatif investasi.
Sulaiman menyatakan, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 59 Tahun 2017 memberikan celah yang memungkinkan minuman mengandung etil alkohol (MMEA) tradisional diproduksi dengan sejumlah persyaratan, di antaranya proses produksinya sederhana, dibuat rakyat di Indonesia, dan semata-mata sebagai mata pencarian.
Sudah ada beberapa perusahaan yang berizin di Bali.
Dalam proses penyusunan rancangan peraturan gubernur mengenai produk minuman beralkohol tradisional, pihak bea dan cukai sebagai salah satu pemangku kepentingan yang dilibatkan dalam menyiapkan ranpergub itu mengajukan skema orangtua asuh dengan melibatkan koperasi dan pabrik yang memiliki NPPBKC.
Terdapat dua cara, pertama, petani menjual bahan baku arak ke koperasi lalu koperasi menjual ke pabrik yang berizin dan, kedua, petani langsung menjual bahan baku ke pabrik yang berizin. Proses itu mendapat pengawasan. Minuman beralkohol tradisional yang diproduksi pabrik memiliki kemasan dan berpita cukai.
”Sudah ada beberapa perusahaan yang berizin di Bali,” ujar Sulaiman.
Kepala Seksi Kepabeanan dan Cukai Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean A Denpasar I Nyoman P Candra mengatakan, arak Bali produksi pabrik sudah ada yang dijual eceran di toko bebas bea (duty free shop/DFS). ”Kalau sudah dikemas sebagai eceran, sudah membayar cukai,” ujar Candra dalam temu muka itu.
Direktur Keuangan Perusahaan Daerah Provinsi Bali Ida Bagus Gede Purnamabawa menambahkan, sejumlah koperasi petani arak sudah dibentuk di Karangasem ataupun di Buleleng. ”Kami harus mengikuti aturan, baik undang-undang maupun peraturan lainnya. Arak juga menyangkut kepentingan upacara, selain merupakan minuman tradisional,” ujar Purnamabawa.